Polri Harus Dukung KPK Tuntaskan Kasus Korupsi Driving Simulator

Pernyataan Pers Bersama

Pengadaan driving simulator adalah upaya meningkatkan pelayanan kepolisian dalam pengurusan surat ijin mengemudi (SIM) sekaligus untuk melatih ketrampilan calon pengendara agar terhindar dari kecelakaan akibat meningkatnya jumlah kepemilikan kendaraan bermotor.

Secara spesifik driving simulator adalah sebuah fasilitas untuk simulasi mengendara bagi pengendara yang akan mengikuti ujian mengemudi. Dengan fasilitas ini, calon pemilik SIM tidak perlu menggunakan kendaraan di lintasan jalan sesungguhnya, cukup menggunakan fasilitas simulator dengan lintasan yang tampil dalam layar monitor maka pengendara akan merasakan seolah-olah sedang mengendarai kendaraan sesungguhnya.

Ada dua jenis perlengkapan yang dibutuhkan Korlantas Mabes Polri yaitu driving simulator roda dua dengan nilai pengadaan sekitar Rp. 5o milyar (700 unit). Sedangkan untuk driving simulator roda empat sekitar Rp. 140 miliar (556 unit). Pengadaan tersebut dilakukan tahun 2011 dengan kerjasama antara Korlantas Polri dengan sebuah perusahaan swasta

Berdasarkan informasi yang kami peroleh paling tidak terdapat beberapa persoalan yang harus didalami KPK, diantaranya ;
a.    Indikasi persengkongkolan/rekayasa dalam persiapan tender
b.    Sub-Kontrak Pekerjaan Utama
c.    Indikasi adanya Suap
d.    Indikasi Penggelembungan harga sekitar 100 milar

Kepolisian Dilarang Menghalangi KPK

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan status penyidikan terhadap kasus pengadaan driving simulator tahun 2011 dan telah melakukan penggeledahan terhadap kantor Korlantas Polri (30/7/2012). Ditengah upaya tersebut, diduga Mabes Polri menghalang-halangi pemgumpulan alat bukti yang dilakukan KPK. Kondisi tersebut tentu sangat disesalkan karena menurut UU 30 tahun 2002 pasal 11, dijelaskan bahwa ;
“ Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan  
penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum “

Kemudian dalam pasal 50 dijelaskan ;

Ayat 3 : “ Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai  melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.

Sedangkan ayat 4 menjelaskan bahwa “ Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan  dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.

Kuatnya legitimasi hukum yang dimiliki KPK dalam menangani kasus korupsi pengadaan driving simulator tersebut, maka seluruh jajaran kepolisian sudah seharusnya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Selain itu, Kapolri harus menunjukan komitmennya untuk membangun polisi yang professional, transparan dengan memberikan seluruh akses kepada KPK.

Upaya menghalang-halangi upaya penegakan hukum jelas melanggar UU 31/99 jo UU 20/2001 pasal 21, yang menegaskan bahwa ;
“Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.

Rekomendasi

  1. Menuntut kepada Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) untuk menuntaskan dugaan korupsi dalam pengadaan driving simulator tanpa pandang bulu sesuai kewenangan yang dimilikinya.
  2. Menuntut kepada Kapolri agar menginstruksikan seluruh jajarannnya untuk tidak menghalang-halangi upaya penegakan hukum dalam kasus ini.
  3. Menuntut kepada Presiden untuk mengawasi dan memastikan Kapolri agar bisa obyektif, transparan dan akuntabel serta mendukung KPK dalam menuntaskan kasus driving simulator.

Jakarta, 31 Juli 2012

IMPARSIAL, YLBHI, Indonesia Corruption Watch,

Bambang Widodo Umar

Imparsial

LBH

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan