Polisi Tangkap Edwin, Kasi Penagihan KPP Rungkut, dan Dino Artanto selaku OC

Ada Kasi Penagihan, Ada Programmer Andal

Aparat Polwiltabes Surabaya ingin bergerak cepat dalam mengusut kasus pemalsuan setoran pajak di Kanwil Ditjen Pajak Jatim I. Kemarin (20/4) dua orang dalam kantor pajak itu ditangkap. Mereka adalah Kasi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Rungkut Edwin dan Dino Artanto selaku OC (operator consul) KPP Mulyorejo.

Dua nama tersebut dibawa ke kantor polisi karena "nyanyian" Suhertanto yang lebih dulu ditangkap dan saat ini menikmati pengapnya tahanan.

Seperti diberitakan, Suhertanto adalah mantan juru tagih di KPP Rungkut yang kemudian berdinas di KPP Karangpilang. Dia mengaku kepada polisi, dalam sindikat kejahatan pajak tersebut, Dino (dalam berita kemarin disebut berinisial DT) berperan sebagai operator utama. Dia bertugas mengubah database. Database tersebut memang harus diubah supaya para wajib pajak (WP) yang masuk dalam perangkap kejahatan pemalsuan setoran pajak itu tidak terdeteksi. Sedangkan Edwin (dalam berita kemarin disebut berinisial Ed) adalah atasan Suhertanto.

Hingga tadi malam, Edwin maupun Dino masih diperiksa. "Status mereka masih belum kami putuskan. Sangat mungkin tersangka. Namun, kami masih menunggu hasil pemeriksaan," kata Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo.

Ketika kemarin diinterogasi polisi lagi, Suhertanto menegaskan peran para orang dalam pajak yang membantunya melancarkan pemalsuan tersebut. "Saya tak mungkin melakukannya (mengubah nama WP, Red) bila tidak mendapatkan order dari atasan saya. Buktinya, saya hanya mendapatkan Rp 50 juta," papar Suhertanto.

Dia lantas menceritakan orang-orang yang membantu tersebut. Dino disebut Suhertanto sebagai programmer pajak paling andal di Surabaya. "Dia sangat pandai. Apalagi, dia mantan programmer pusat," urainya. Suhertanto mengatakan selalu menggunakan Dino karena tak sembarang programmer yang bisa menembus database pajak. "Dino bisa melakukannya," imbuhnya.

Polisi menangkap Dino dan Edwin tak hanya berdasar "nyanyian" Suhertanto, tapi juga bukti lain. Yakni, bundelan ketetapan pajak yang disita dari tangan Suhertanto. Barang bukti itulah yang semakin membuat Edwin tidak berkutik. Sebab, menurut Suhertanto, Edwin sebenarnya telah menyuruhnya memusnahkan bundelan tersebut. Tapi, bundelan itu tak dimusnahkan oleh Suhertanto, melainkan disimpan. "Bundelan tersebut berisi daftar para wajib pajak yang asli, sebelum diganti nama WP-nya," papar Anom. Edwin berharap, dengan dilenyapkannya data-data tersebut, jejak kejahatannya tak bisa dilacak. Menurut rencana, data-data dalam bundelan itu dikoordinasikan dengan Kanwil Ditjen Pajak Jatim I. Validasinya akan dicek. "Kami sungguh mengharapkan kerja sama yang baik dengan kantor pajak. Sebab, tentu semuanya ingin agar kasus itu bisa terungkap secara tuntas," papar Anom.

Dalam berita sebelumnya disebutkan, Satreskrim Polwiltabes Surabaya berhasil mengungkap mafia pajak di Surabaya dan menahan sepuluh orang serta memeriksa dua tersangka lain. Berdasar pengungkapan tersebut, sedikitnya lima modus bisa dibongkar.

Modus pertama adalah memalsukan validasi. Untuk modus itu, ada sepuluh orang yang ditahan. Seorang di antaranya adalah orang dalam pajak, yakni Suhertanto. Sedangkan keempat modus lain murni melibatkan orang dalam. Bahkan, dalam pengakuan, Suhertanto menyatakan sampai menembus database pajak dan mengubah isinya. Kendati belum dipastikan, kerugian negara gara-gara aksi jahat itu diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.

Ada 12 Celah Kelemahan di Pajak
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim I Ken Dwijugiasteadi membantah bahwa database DJP bisa dibobol. Menurut mantan direktur Direktorat Informasi Perpajakan itu, pengubahan data hanya bisa dilakukan oleh pusat. ''Modus yang dilakukan adalah mengopi data, baru mengubah data yang ada,'' tuturnya.

Dengan begitu, kata dia, database direktorat pajak tetap. Menurut Ken, modus tersebut baru ketahuan jika WP (wajib pajak) mendapat STP (setoran tagihan pajak). Begitu juga halnya dengan pengurangan kewajiban pembayaran pajak. ''Jadi, oknum pajak melakukan penipuan dan pemalsuan kepada WP,'' tegas bapak empat anak itu.

Kemarin Kanwil DJP Jatim I dikunjungi anggota Komite Pengawas Perpajakan yang dipimpin langsung oleh ketuanya, Anwar Supriyadi. Mantan Dirjen Bea dan Cukai itu meminta penjelasan langsung kepada Ken tentang mafia perpajakan yang diungkap Polwiltabes Surabaya. ''Kami mengawasi dan menindaklanjuti dengan memberikan usul kepada menteri keuangan untuk perbaikan,'' tuturnya.

Menurut Anwar, ada beberapa kelemahan dalam sistem perpajakan saat ini. Pihaknya telah menata dan menemukan 12 celah yang dapat dijadikan kejahatan perpajakan. Di antaranya, proses pemeriksaan, pemberiaan fasilitas kepada petugas, dan penyelidikan. ''Melihat kasus ini, usul kami adalah adakan audit sistem teknologi informasi (TI) dan tingkatkan integritas pegawai,'' katanya.

Menurut dia, sistem TI perpajakan saat ini mulai digunakan sejak 2004. Dan, itu tidak pernah di-update. ''Melihat perkembangannya harus ada pembaruan,'' ucap Anwar.

Dia juga menyebutkan, pihaknya tidak bisa memeriksa dan memberikan sanksi kepada pegawai yang bersalah. Itu semua adalah tugas inspektorat pajak yang telah memulai pemeriksaan. ''Kami harus belajar dari semua kasus,'' tuturnya. (ano/dio/c11/c4/kum)
Sumber: Jawa Pos, 21 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan