Polisi Segera Naikkan Status Cirus Sinaga dan Poltak Manulang jadi Tersangka

Tim penyidik independen Mabes Polri terus mengumpulkan bukti untuk mengungkap seluruh sindikasi mafia pajak Gayus Tambunan. Tak lama lagi, dua jaksa kasus Gayus, Cirus Sinaga dan Poltak Manulang, akan menyandang status baru.

Keduanya terancam ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan keterlibatan merekayasa kasus Gayus. Tim sudah mendapatkan izin lisan dari jaksa agung.

Namun, tanpa surat resmi, mereka belum bisa bergerak.

"Padahal, sudah lama kami mengirimkan surat permohonan penindakan kepada jaksa agung. Tapi, sekarang tanggapannya belum sampai juga," ucap seorang sumber di Mabes Polri kemarin (6/6).

Padahal, berdasar bukti-bukti dan keterangan awal, jika benar-benar datang dan diperiksa tim independen, bisa dipastikan Cirus dan Poltak menjadi tersangka. "Tapi, tentu saja harus diperiksa dulu," ungkap dia.

Selain itu, penyidik kini mengincar salinan pemeriksaan internal kejaksaan terhadap Cirus dan Poltak beberapa waktu lalu. Sebab, salinan tersebut bisa menjadi alat bukti tambahan yang kuat tentang keterlibatan dua jaksa itu dalam menangani kasus Gayus.

"Kami sudah meminta secara resmi. Namun, sampai sekarang kami belum dapat. Semoga saja segera bisa dan tidak perlu ada penyitaan," ungkap dia. Polisi berwenang melakukan penyitaan untuk kepentingan penyidikan.

Seperti diketahui, saat menangani kasus penggelapan pajak dengan tersangka Gayus, Cirus adalah ketua tim jaksa peneliti (P-16), sementara Poltak adalah direktur prapenuntutan pada JAM Pidum.

Keduanya diberhentikan karena diduga terlibat dalam praktik mafia kasus saat menangani perkara Gayus. Dua pejabat itu terbukti melanggar pasal 2 huruf F, G, dan H serta pasal 3 ayat 1 huruf H PP Nomor 30 Tahun 1980.

Poltak dicopot dari jabatan kepala Kejaksaan Tinggi Maluku. Sebelumnya, dia menjabat direktur Prapenuntutan Kejaksaan Agung. Sedangkan Cirus dicopot dari jabatan asisten pidana khusus Kejaksaan Tinggi Semarang. Sebelumnya, dia menjabat ketua tim jaksa peneliti.

Keduanya dianggap sebagai pejabat yang paling bertanggung jawab atas ketidakcermatan yang disengaja saat menangani perkara Gayus. Kelalaian itu merupakan temuan tim eksaminator internal Kejagung. Wujudnya, keduanya tidak menindaklanjuti perkara korupsi Gayus dan membuat dakwaan alternatif, yaitu pencucian uang dan penggelapan yang seharusnya merupakan dakwaan kumulatif.

Cirus diperiksa pada 27 April 2010 bersama tiga jaksa peneliti, yakni Fadil Regan, Ika Savitri, dan Eka Kurnia. Namun, saat itu keempatnya bebas melenggang karena tak ada bukti yang cukup.

Kamis lalu (3/6), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Didiek Darmanto menjelaskan bahwa Kejagung sudah menerima surat permohonan dari Mabes Polri soal Poltak dan Cirus. Namun, surat balasan resmi masih diproses.

Jumat (4/6), Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menegaskan, tanpa surat izin resmi dari Kejagung, penyidik tak bisa melakukan tindakan hukum apa pun. "Kami menghormati aturan, tata tertib, dan prosesnya," ucap Edward.

Secara terpisah, staf ahli Kapolri Bidang Hukum Pidana Dr Chairul Huda menyatakan sedikit menyayangkan kelambanan korps adhyaksa untuk menyelesaikan kasus Gayus. Terutama, dalam menindak para jaksa yang diduga terlibat dalam kasus penggelapan pajak dan money laundering itu.

"Lihat saja polisi, hakim, dan pegawai pajak, sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Tapi, mereka terkesan menutupi," ucap Chairul saat dihubungi Jawa Pos kemarin.

Nah, jika Kejagung masih terus pada sikap menghalangi penyelidikan atas keterlibatan para jaksanya, tidak ada jalan lain bagi Mabes Polri selain mengadu kepada presiden.

Saat disinggung tentang perkembangan pemeriksaan beberapa perusahaan kelompok Bakrie, dia mengatakan bahwa polisi memang sangat berhati-hati. Padahal, sebenarnya Direktorat Jenderal Pajak berwenang memperdalam penyelidikan kasus tersebut. "Itu didalami, tapi ekstrahati-hati," ucap dosen ilmu hukum UMJ tersebut.

Selanjutnya, polisi tidak ingin terlalu represif. Polisi khawatir tindakan seperti itu malah berdampak buruk bagi para wajib pajak. Misalnya, menimbulkan kepanikan dan ketakutan yang berlebihan untuk para investor di bursa saham.

Yang jelas, polisi tidak akan tebang pilih dalam kasus tersebut. Jika memang ada alat bukti yang kuat, bukan tidak mungkin perusahaan-perusahaan yang terlibat itu diseret.

Berdasar informasi yang dihimpun koran ini, kepada polisi Ga­yus mengaku berhubungan dengan beberapa perusahaan tersebut pada 2008. Salah satunya adalah Bumi Resources pada Februari 2008. Uang USD 500 ribu dari perusahaan itu diantar Alif Kuncoro (sudah ditahan, tersangka) ke apartemen milik Gayus di Cempaka Mas, Jakarta Pusat.

Begitu juga KPC. Uang dari mereka diantar Alif. Namun, dia tidak mengantarkannya ke apartemen tersebut, melainkan di tempat parkir Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat.

Uang dari PT Arutmin juga diantar Alif untuk Gayus. Uang itu digunakan untuk membayar jasa Gayus setelah membantu Arutmin dalam proses revisi kebijakan pajak untuk sunset policy 2008. Uang diantar ke Apartemen Cempaka Mas.

Semua pengakuan Gayus tersebut sudah dibantah Bumi Resources maupun perusahaan lain. Juru bicara Bumi, Dileep Srivastava, membantah keras omongan Gayus dan menganggapnya sebagai upaya untuk memperburuk citra perusahaan itu.

Sedangkan Aburizal Bakrie lepas tangan dan menegaskan tak ada kaitan istimewa dengan tiga perusahaan tersebut. Ical, panggilan akrabnya, justru menganggap upaya pengaitan dirinya dengan Gayus sebagai fitnah dan serangan politis. (kuh/rdl/c11/iro)
Sumber: Jawa Pos, 8 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan