Polisi Keberatan Susno Duadji Dipindahkan ke Safe House

Tak Izinkan Keluar Tahanan, Jadi Tersangka Kasus Korupsi

Rivalitas antara Mabes Polri dan mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji semakin panas. Kali ini polisi tidak akan membiarkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada Susno.

Kemarin korps baju cokelat tersebut menyatakan keberatan jika mantan Kapolda Jawa Barat itu dipindahkan ke suatu tempat yang dinilai aman alias safe house. ''Kalau dipindahkan (safe house, Red), tidak bisa. Itu adalah tahanan kami karena statusnya (Susno, Red) tersangka kami,'' kata Wakadivhumas Mabes Polri Brigjen Pol Zainuri Lubis kemarin (25/5).

Dia menuturkan, sebenarnya LPSK memiliki sarat dan pertimbangan sendiri untuk menentukan apakah seseorang layak dilindungi atau tidak. Karena itu, lanjut Zainuri, pihaknya mempersilakan jika LPSK memberikan perlindungan kepada Susno.

''Tapi, pertanyaan saya, apakah seorang tersangka bisa dilindungi oleh lembaga yang melindungi saksi dan korban?'' kata jenderal bintang satu itu dengan nada tegas.

Menurut dia, penahanan Susno di Mako Brimob Kelapa Dua bisa diartikan sebagai perlindungan polisi. Sebab, di sana polisi menjamin keamanan semua tahanannya.

Selain itu, Zainuri menepis anggapan bahwa ruang tahanan Susno tidak layak. Misalnya, terlalu sempit dan pengap. ''Semua tidak benar. Buktinya, sampai sekarang tidak pernah ada keluhan dari tahanan yang lain,'' ujarnya.

Secara terpisah, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan LPSK. Nah, dengan rencana pemindahan oleh LPSK ke rumah yang aman, dia meminta pemeriksaan Susno sebagai tersangka agar diselesaikan terlebih dahulu.

Dia juga tidak sependapat jika pemberian perlindungan kepada Susno itu dengan alasan adanya ancaman. Apalagi, Susno ditempatkan di Rutan Mako Brimob yang dinilai aman. ''Tanpa LPSK, kami juga melindungi Pak Susno,'' kata Edward.

Di bagian lain, LPSK tetap akan memproses rencana memberikan perlindungan kepada Susno. Komisioner Bidang Hukum, Diseminasi, dan Humas LPSK Lies Sulistiani mengatakan, persyaratan untuk memberikan perlindungan fisik dan hukum kepada Susno bakal diberikan hari ini.

Susno akan ditemui perwakilan LPSK di tahanan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. ''Kami akan ajukan ke Pak Susno ketentuan dan perjanjian perlindungannya besok (hari ini, Red),'' kata Lies di Jakarta kemarin (25/5).

Dalam perlindungan fisik, Susno bakal disodori sejumlah perjanjian yang harus ditaati selama menerima perlindungan. Antara lain, dia akan ditempatkan dalam safe house alias rumah aman. Di sana dia bakal dibatasi dalam bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain. ''Kecuali keluarga dan kuasa hukum,'' ujarnya.

Apakah Susno akan dikeluarkan dari tahanan dan ditempatkan di safe house? LPSK tak bisa serta merta melakukan itu. Lies mengatakan, bentuk perlindungan fisik itu bakal dibicarakan terlebih dahulu dengan tim penyidik. Sebab, status Susno yang tersangka membuat polisi berhak menahan dia demi kepentingan penyidikan. ''Tapi, mestinya polisi menghormati keputusan LPSK,'' katanya.

Wanita kelahiran Bandung ini mengatakan, kalau penyidik menolak menempatkan di safe house, mereka bisa menahan Susno di tempat netral. Bukan di safe house milik LPSK, juga bukan di tahanan polisi. Alternatif yang lain, Susno tetap berada dalam tahanan, namun dengan penyesuaian kondisi tahanan. Bisa dengan penjagaan ekstra atau ditempatkan di ruang khusus dalam tahanan Brimob tersebut. ''Itu akan kami koordinasikan dengan polisi,'' katanya.

Salah seorang kuasa hukum Susno, M. Assegaf, mengatakan bahwa perlindungan oleh LPSK akan memberikan dampak psikologis yang positif bagi kliennya. ''Kalau dikeluarkan dari rutan (Mako Brimob), Pak Susno akan lebih aman dan merasa nyaman,'' kata Assegaf setelah mengikuti sidang gugatan praperadilan terkait dengan penangkapan dan penahanan Susno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.

Pengacara senior itu mengatakan akan bersama-sama dengan LPSK menemui Susno di Rutan Mako Brimob. Tujuannya, mengajukan syarat-syarat dalam mendapatkan perlindungan dari lembaga yang dikomando Abdul Haris Semendawai itu. ''Nanti bergantung kepada Pak Susno, apakah setuju atau tidak,'' jelas Assegaf.

Tersangka Korupsi
Di bagian lain, belum tuntas kasus arwana, polisi menyidik kasus baru bagi Susno. Yakni, soal dugaan korupsi dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Kala itu, Susno menjabat Kapolda Jabar.

Penyidikan tersebut diketahui dari surat pemberitahuan dimulainya penyidik (SPDP) yang diterima Kejaksaan Agung dari penyidik Mabes Polri. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy mengatakan menerima dua SPDP yang terkait dengan Susno.

''Yang satu terkait Pak Syahril Djohan, yang satu terkait dengan pilkada Jabar,'' kata Marwan di Kejagung. Namun, hingga kini belum ada berkas perkara yang masuk ke Kejagung atas nama tersangka Susno.

Berdasar informasi yang dihimpun, dana pengamanan Polda Jawa Barat untuk pemilihan gubernur Rp 27 miliar. Namun, saat Susno menjabat Kapolda, dana itu hanya turun setengahnya, Rp 13,5 miliar. Sisanya itulah yang sedang diselidiki penyidik.

Saat dikonfirmasi, Mabes Polri menyatakan telah mengirimkan SPDP atas nama Susno Duadji terkait kasus dana Pilkada Jabar. Wakadivhumas Mabes Polri Brigjen Pol Zainuri Lubis juga tidak menepis bahwa jenderal nonjob itu menjadi tersangka kasus tersebut. ''Ya, kalau sudah ada SPDP-nya, sudah jadi tersangka,'' ucap Zainuri.

Penyidikan kasus baru tersebut dikritik kuasa hukum Susno. Ari Yusuf Amir, salah seorang kuasa hukumnya, menengarai munculnya kasus itu hanya untuk membungkam kliennya. ''Kasus Pak Susno bermunculan setelah dia memberikan kesaksian tentang mafia kasus. Mereka tidak mampu membungkam Pak Susno dengan cara persuasif. Makanya, mereka menggunakan cara-cara rekayasa hukum,'' kritik Ari Yusuf di PN Jaksel.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengatakan, jika memang ada masalah pada dana pengamanan pilkada, seharusnya tidak hanya Provinsi Jabar yang diselidiki. ''Ungkap keseluruhan, polda-polda lain juga diungkap. Bahkan, kalau perlu, dana pengamanan pilpres juga diungkap,'' urai Ari Yusuf.

Ari menyebutkan, kasus korupsi dana pilkada Jabar itu diangkat karena polisi bingung dengan alat bukti kasus arwana yang lemah. Bahkan, dalam sidang gugatan praperadilan, hanya diungkapkan adanya keterangan saksi untuk menjerat Susno. Padahal, sesuai ketentuan, bukti permulaan yang cukup adalah minimal dua alat bukti yang sah.

''Kalau saksinya ada enam orang, itu baru satu alat bukti. Mau seratus orang saksinya juga satu alat bukti,'' katanya.

Alat bukti lain, misalnya, surat dan petunjuk. ''Di persidangan, mereka (kuasa hukum polisi) tidak bisa menunjukkan. Hanya enam saksi, tapi tidak ada bukti yang lain. Itu artinya lemah sekali,'' sambung Ari.

Kasus Gayus
Sementara itu, satu per satu tersangka kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan bakal segera masuk ke tahap penuntutan. Itu terjadi setelah Kejaksaan Agung menyatakan, dua berkas perkara kasus Gayus sudah dinyatakan lengkap (P-21).

''Berkas Alif Kuncoro dan (Kompol) Arafat Enanie hari ini (kemarin, Red) kami nyatakan P-21,'' kata JAM Pidsus Marwan Effendy. Dua berkas tersebut sebelumnya dikembalikan jaksa kepada penyidik dengan disertai petunjuk (P-19).

Selain dua berkas itu, jaksa mengembalikan berkas perkara atas nama tersangka Gayus Tambunan, Haposan Hutagalung, Lambertus Palang, dan AKP Sri Sumartini. ''Yang dua ini (berkas Alif dan Arafat) sudah dilimpahkan kembali (ke kejaksaan),'' terang Marwan.

Mantan kepala Kejaksaan Tinggi Jatim itu menjelaskan, dua berkas tersebut nanti ditindaklanjuti dengan pelimpahan tahap kedua (tersangka dan barang bukti). ''Segara dilimpahkan karena masa penahanannya hampir habis,'' terang Marwan yang akan berganti jabatan menjadi JAM Pengawasan itu. (kuh/fal/aga/c4/iro)
Sumber: Jawa Pos, 26 Mei 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan