Pilkadasung Dan Good Governance

Kalau tidak ada aral melintang, bulan Juni 2005 nanti mempunyai arti penting bagi warga Serdang Bedagai (Sergai) karena pada bulan itu ditetapkan dan untuk pertama kalinya Sergai sebagai kabupaten pemekaran baru, melangsungkan pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkadasung). Tentunya moment ini harus disambut positif sebagai media demokratisasi tuntutan dalam agenda aksi reformasi pemerintahan mewujudkan good governance di Sergai.

Konsep Good Governance
Kata good governance adalah term yang trend dibicarakan saat ini, baik dalam seminar, lokakarya, diskusi maupun berbagai kesempatan lainnya. Terlebih lagi menjelang Pilkadasung yang terus diusung substansi dari Pilkadasung tersebut. Good Governance (bahas Inggris) secara etimologi government diartikan sebagai: The outhoritative direction and administration of the affairs of men/woment in a nation state, city, etc. (Lembaga atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara bagian atau kota dan sebagainya). Istilah kepemerintahan juga berarti: The act, fact, manner of giverning (tindakan, fakta, pola dari kegiatan atau penyelenggaraan pemerintahan). (Effendy: 2005)

Menurut Sedarmayanti (2004:42) secara terminologi good governance berkembang dua pemahaman: Pertama, nilai yang menjunjung tinggi kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.

Terwujudnya good governance tidak terlepas dari tiga elemen yang saling berintegral, yaitu: pemerintah (state), dunia usaha atau pihak swasta (private sektor) dan masyarakat (society). Artinya, ketiga elemen ini saling berintegrasi satu dengan yang lainnya. Untuk terciptanya pemerintahan yang baik harus dibangun pemda yang baik (responsif, accountable, efektif, efisien, adil, taat hukum dan transparan). Kemudian ada kontribusi besar dari masyarakat yang saling berpartisipasi, sekaligus mengontrol setiap kebijakan pemda. Partisipasi ini memegang peran kunci sebagai indikasi menunjukan terbinanya civil society (masyarakat madani) dalam masyarakat tersebut.

Penyaringan Calon Kepala Daerah
Substansi Pilkada sebenarnya mencari sosok pemimpin terbaik yang memenuhi kualifikasi untuk menjabat kepala daerah, karena pemimpin yang terbaik dan terpilih berkaitan erat dengan good governance. Di sinilah terlihat pemimpin yang terbaik tersebut mempunyai peranan dalam menggerakkan corak kehidupan masyarakatnya. Terlebih lagi secara sosiologis Sergai terbentuk dalam masyarakat pluralis. Pola dan gaya seorang kepala daerah dibutuhkan dalam menjembatani masyarakat pluralis sehingga pencapaian kolektif akan terwujud. Maka dibutuhkan sekali penyaringan calon kepala daerah yang benar-benar mendapat legitimasi masyarakat pluralis.

Pada penyaringan calon kepala daerah, UU No. 32/2004 menjelaskan calon kepala daerah harus menggunakan kendaraan parpol. Artinya parpol yang mengajukan pasangan calon kepala daerah dengan syarat: Pertama, parpol atau gabungan parpol yang dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 persen dari jumlah kursi DPRD atau 15 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah bersangkutan (Pasal 59 ayat 2).

Kedua, parpol atau gabungan parpol wajib membuka kesempatan seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan dan selanjutnya memeroses bakal calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan (Pasal 59 ayat 3). Ketiga, dalam proses penetapan pasangan calon, parpol atau gabungan parpol memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat (Pasal 59 ayat 4). Keempat, parpol atau gabungan parpol hanya dapat mengusulkan satu pasangan calon dan pasangan calon tersebut tidak dapat diusulkan lagi oleh parpol atau gabungan parpol lainnya (Pasal 59 ayat 6).

Problematika Pilkadasung Sergai
Kekhawatiran dan keraguan berbagai kalangan, apakah Pilkadasung Juni 2005 menjamin terwujudnya good governance ataukah tidak. Tanpa terkecuali Pilkadasung Sergai, kemungkinan-kemungkinan rawan konflik yang merupakan antipati dari good governance justru akan terjadi.

Pertama, problem normatif UU no. 32/2004, belum jelas mengatur secara teknis Pilkadasung. Ini terlihat kestabilan pasal dalam UU No. 32/2004 dari 15 KPU provinsi memohonkan agar dicabut (judicial review) dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum tetap karena bertentangan dengan UU 1945. Kesembilan pasal itu adalah pasal 57 ayat (1), pasal 65 ayat (4), pasal 66 ayat (3), pasal 67 ayat (1), pasal 82 ayat (2), pasal 89 ayat (3), pasal 94 ayat (2), pasal 106 ayat (1-7) dan pasal 114 ayat (4).

Pada pasal 57 ayat (2) KPUD bertanggungjawab kepada DPRD. Aturan ini membuat peluang bagi DPRD untuk mengintervensi proses serta hasil Pilkadasung. Jika hasil Pilkadasung tersebut ditolak DPRD, konsekuensinya calon kepala daerah bisa saja dikatakan gugur dan Pilkadasung akan diulang.

Kedua, persoalan logistik dan perangkat administratif penyelenggaraan yang dalam waktu dekat juga tidak akan rampung secepatnya, mengingat mekanisme tender dengan berbagai prosedur yang harus diikuti, tentu membutuhkan waktu yang lama proses penyiapannya.

Ketiga, persoalan sosialisasi juga menarik untuk dilihat, pemahaman sebahagian masyarakat Sergai tentang Pilkadasung mungkin masih kurang, apalagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan terisolir yang memerlukan waktu dalam mensosialisasikan Pilkadasung ini.

Keempat, persoalan horizontal, konflik antar massa dengan massa calon kepala daerah yang lain. Indikasi ini sudah menunjukan sikap primordial sebagian masyarakat Sergai mempertahankan pejabat bupati yang bakal maju sebagai calon bupati dan menolak pejabat bupati yang ditempatkan gubernur.

Kelima, tidak kalah pentingnya lagi adalah money politics, tidak saja bermain di tingkat parpol, selaku kendaraan yang mengantarkan calon kepala daerah bersangkutan juga bermain di tingkat horizontal, seperti pembelian suara, keperluan kampanye (kaos, stiker dan berbagai aksesori lainnya) begitu pula menghadirkan massa ke lokasi kampanye, juga tidak terlepas permainan money politics.

Berbagai konflik di atas bakal terjadi kalaulah tidak diantisipasi sedini mungkin. Tidak tertutup kemungkinan konflik itu dituduhkan kepada KPUD sebagai penyelenggara Pilkadasung. Dalam hal ini KPUD harus betul independen dan tidak mudah diintervensi oleh eksekutif maupun legislatif.

Khususnya warga Sergai, mari songsong Pilkadasung bulan Juni 2005 nanti dengan damai, bermartabat dan bermoral tanpa rawan konflik. Jadikanlah Pilkadasung ini sebagai dimulai sistem pemerintahan yang baik, memberikan pembelajaran politik kepada rakyat. Calon kepala daerah yang terpilih adalah kehendak rakyat mayoritas, setelah melihat kepatutan dan kelayakan, platform, kepribadian dedikasi, akuntabilitas, menegakkan hukum dan keadilan serta kemampuan dalam memimpin Sergai ke depan. Dukungan dan kualitasnya menjadi plar utar membawa Sergai good governance.(Nisful Khoiri, M.Ag, penulis adalah putra Sergai, dosen FH UMSU UNIVA dan pengurus BAZDA Sumut)

Tulisan ini diambil dari Waspada, 22 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan