Pilih Minta Ampun Atau Menyuap; ICW Dukung Rencana SK Jaksa Agung

Asal jelas kriterianya, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki setuju dengan rencana Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang akan mengampuni koruptor insaf. Selain itu, kriterianya harus diumumkan kepada publik. Juga, dana hasil korupsinya harus dikembalikan kepada negara.

Itu syarat mutlaknya, kata Teten. Dia juga mensyaratkan, pengampunan hanya boleh diberikan kepada mereka yang memang membantu pengungkapan korupsi sejak awal. Bukan mereka yang kasusnya sedang diselidiki. Juga bukan saksi mahkota, yakni saksi yang dianggap tahu persis korupsi tersebut.

Jadi, (pengampunan itu) memang seharusnya tidak diberikan kepada semua koruptor, jelas aktivis LSM yang getol membicarakan pemberantasan korupsi tersebut.

Pengampunan bagi para koruptor insaf sesungguhnya bukan hal baru. Sebab, jaksa mempunyai hak yang disebut hak oportunitas. Yaitu, hak mengesampingkan penuntutan kepada penjahat demi kepentingan umum atau hak menangkap penjahat yang lebih besar.

Prinsip itu sudah diterapkan di beberapa negara. Koruptor yang mau mengungkapkan korupsi bisa diampuni, dilindungi, hingga dijamin keselamatan fisiknya. Diskresi yang dikatakan jaksa agung itu bisa menggantikan UU Perlindungan Saksi, katanya.

Tapi, adilkah kebijakan itu? Ini adalah bargain justice system yang banyak diterapkan di luar negeri. Jadi, penerapannya harus dilihat sebagai upaya penyelesaian kasus korupsi masa lalu. Prinsipnya seperti KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Red), jawab Teten.

Dalam konvensi antikorupsi PBB pun, hal ini dikenal. Pelaku yang insaf itu bisa diringankan hukumannya atau bahkan tidak dituntut sama sekali, sambungnya.

Tapi, di negeri lain hukum berjalan tegak, sedangkan di Indonesia tidak. Karena itu, bukankah bisa saja pengampunan hanya akal-akalan? Teten juga khawatir soal itu. Menurut dia, hak oportunitas tidak akan efektif di Indonesia karena hukumnya belum tegak. Sehingga meskipun jaksa agung mau memberi pengampunan, saya khawatir tak ada yang mau minta ampun, tegasnya.

Mengapa? Teten mengatakan, para koruptor masih yakin bisa menyuap jaksa dan membeli hukum dengan harta kotor mereka. Ini lebih murah daripada harus mengembalikan seluruh harta hasil korupsi mereka lalu mendapat pengampunan. Makanya, ini hanya efektif di negara yang hukumnya tegak. Logikanya begitu, paparnya. (naz)

Sumber: Jawa Pos, 22 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan