Pernyataan Sri Mulyani di Wall Street Journal Lecehkan Pansus

Pernyataan Menkeu Sri Mulyani Indrawati di sebuah media asing yang menyebut penyelidikan bailout Bank Century adalah upaya menjatuhkan dirinya menuai kecaman. Ketua Pansus Angket Kasus Century Idrus Marham menganggap pernyataan Sri Mulyani itu melecehkan pansus yang dipimpinnya.

Idrus yang juga Sekjen DPP Partai Golkar tidak setuju dengan komentar Sri Mulyani bahwa pansus punya target menggulingkan dirinya dari jabatan menteri keuangan (Menkeu). ''Itu kampanye Sri Mulyani mendiskreditkan pansus ini,'' kata Idrus di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (10/12).

Idrus meminta mantan Plt Menko Perekonomian itu berhati-hati dalam berbicara. Sri Mulyani juga diingatkan agar permasalahan pribadi dengan Aburizal Bakrie tidak dibawa-bawa dalam persoalan angket. ''Kalau ada persoalan pribadi, itu urusan lain. Kalau begini, ini namanya pelecehan terhadap pansus,'' imbuh dia.

Sebelumnya diberitakan Wall Street Journal edisi kemarin (10/12), Sri Mulyani menilai Pansus Century sangat penuh kepentingan. Menurut dia, sejumlah politikus selama ini berusaha menggulingkan dirinya dari jabatan. Mereka dianggap tidak senang dengan upaya Sri Mulyani memperbaiki birokasi di Indonesia. Secara langsung, dia menunjuk Aburizal Bakrie bersama Partai Golkar yang dipimpinnya.

Wakil Ketua Pansus Gayus Lumbuun menambahkan, pansus tidak mempunyai agenda untuk menjatuhkan Sri Mulyani. Pansus akan menggali fakta dan orang-orang yang terlibat. ''Pansus tidak punya agenda apa pun terhadap kedudukan menteri. Jadi, kalau ada yang ikut dimintai keterangan dan bersalah, itu pertanggungjawaban terhadap kedudukannya,'' kata Gayus.

Dalam wawancara dengan Wall Street Journal, mantan direktur eksekutif IMF untuk Asia Tenggara itu menuding Partai Golkar bersama para elitenya berada di balik rencana tersebut. ''Aburi­zal Bakrie tak suka sama saya. Karena itu, saya tak berharap ada orang Golkar yang baik sama saya,'' tutur Ani, sapaan akrabnya.

Tahun lalu Sri Mulyani dan Aburizal Bakrie memang sempat bersitegang gara-gara harga saham perusahaan keluarga Bakrie yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) merosot tajam. Waktu itu harga saham perusahaan Grup Bakrie, terutama PT Bumi Resources Tbk, anjlok mengikuti sentimen negatif pasar global.

Aburizal yang waktu itu menjabat Menko Kesra minta perdagangan saham Bumi dihentikan sementara (suspen) untuk meng­hindari penurunan lebih jauh. Tapi, Ani menolak. Bahkan, kabarnya, dia sempat mengancam mundur bila permintaannya tak dituruti. Tahun lalu Ani juga meminta pencekalan bepergian ke luar negeri beberapa eksekutif Grup Bakrie setelah perusahaan-perusahaan tambang batu bara menolak membayar royalti kepada pemerintah.

Di tempat terpisah, Menkeu Sri Mulyani menolak berkomentar saat ditanya mengenai pernyataan kontroversialnya yang dimuat Wall Street Journal. ''Saya sedang kerja. Saya tidak mau komentar,'' ujarnya di sela acara pemusnahan minuman keras selundupan di Tanjung Priok, Jakarta, kemarin (10/12).

Penyelidikan Century
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjanjikan pengusutan kasus dana talangan (bailout) Bank Century. Hari ini tim KPK bertandang ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengklarifikasi sembilan temuan dalam penyelidikan skandal senilai Rp 6,7 triliun tersebut.

KPK berharap, pertemuan dengan jajaran BPK akan memperjelas duduk permasalahan, khususnya indikasi pidananya. ''Kami akan berusaha mendetailkan temuan itu. Apakah semuanya masuk tindak pidana korupsi ataukah wilayah perbankan atau justru money laundering (pencucian uang)," kata Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. kemarin. Yang pasti, kata dia, KPK mendasarkan penanganan kasus Bank Century sesuai UU No 30 Tahun 2002 (tentang KPK), yang hanya berwenang pada kasus korupsi.

Menurut Johan, KPK menerjunkan sejumlah anggota tim penyelidik untuk menangani kasus tersebut. Tim itu dipimpin Deputi Penyelidikan Iswan Helmi.

Johan mengatakan, hasil pertemuan dengan BPK nanti didalami KPK. Bila di antara temuan telah terang tindak pidananya, lembaga itu akan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). ''Apakah ada transaksi mencurigakan di sana. Mengalir ke pejabat negara, pihak lain atau suap,'' tambahnya.

Johan menegaskan, lembaganya secara resmi belum menyimpulkan adanya indikasi pidana yang melibatkan para pengambil kebijakan dalam pengucuran dana bailout Bank Century. ''Yang kami teliti apakah para pengambil kebijakan itu ada unsur melawan hukum, menimbulkan kerugian negara atau suap. Kami belum sampai kesimpulan itu. Yang pasti, semua masih didalami," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengungkapkan, setelah mengkaji audit investigasi BPK, KPK belum melihat adanya indikasi pidana yang dilakukan para pengambil kebijakan tersebut. KPK lebih konsen memprioritaskan siapa penerima aliran dana. Dalam proses pemeriksaan, BPK memeriksa sejumlah entitas, yakni Bank Indonesia (BI), Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), Departemen Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Mana saja yang menjadi prioritas KPK, apakah pengambil kebijakan dulu atau pengucuran dana? Johan menegaskan bahwa prinsip penyelidikan di lembaganya tidak saling mendahului. "Ya, tidak bisa dikatakan mana dulu. Kami berpijak kepada alat bukti. Selama alat buktinya cukup, kami menindaklanjuti," tegas pria kelahiran Mojokerto tersebut.

Apakah pengusutan tersebut bisa merujuk pada penanganan korupsi Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang melibatkan kwartet deputi gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, Aulia Pohan, Aslim Tadjudin, dan Bun Bun Hutapea? "Intinya semua kemungkinan bisa terjadi. Di dunia ini semua serbamungkin," terangnya.

Investor Resah
Kemelut kasus Bank Century yang merambah ke ranah politik dinilai mulai mengganggu stabilitas ekonomi. Banyak kalangan berharap kasus ini cepat tuntas. Pengamat ekonomi yang juga Chairman Global Nexus Institute Christian Wibisono mengatakan, kasus Bank Century sudah menjadi bola panas yang potensial menggoyang stabilitas di tanah air. ''Saat ini (kasus Century) sudah mengganggu iklim perekonomian,'' ujarnya pada acara diskusi Anatomi dan Perspektif Kasus Bank Century di Jakarta kemarin (10/12).

Dalam acara diskusi tersebut, tampil sebagai pembicara Erry Firmansyah (mantan Dirut Bursa Efek Indonesia), Dahlan Iskan (CEO Jawa Pos Group), Aviliani (Ekonom), Nina Sapti (Ekonom UI), dan Tony Prasetiantono (Ekonom BNI). Menurut Christian, dari kacamata ekonomi, kebijakan Komite Koordinasi (KK) sebagai tindak lanjut KSSK yang menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan harus diselamatkan LPS, tidak dapat dipidanakan. ''Kebijakan itu memang harus diambil karena kegentingan yang memaksa (emergency action) dengan risiko krisis seluruh sistem perbankan Indonesia,'' katanya.

Mantan Dirut Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah kemudian menggambarkan kegentingan situasi pada saat itu, November 2008. Menurut Erry, pada bulan itu pasar modal di seluruh dunia tengah guncang akibat krisis keuangan di AS. ''Dalam beberapa hari saja, pasar modal kita drop hingga separo,'' ujarnya.

Menurut Erry, pada saat itu aksi jual besar-besaran melanda lantai bursa. Bahkan, saham-saham ung­gulan (blue chip) pun dijual murah oleh investor karena semua ingin aman dengan memegang uang kontan. ''Jadi, pasar sudah tidak rasional,'' katanya. Erry menceritakan, aksi penarikan modal dimulai oleh investor asing. Mereka menarik dana besar-besaran untuk memperkuat likuiditas di kantor pusat mereka. Aksi itu diikuti investor lokal yang ikut-ikutan keluar dari pasar. Dalam situasi demikian, lanjut dia, semua otoritas keuangan memang harus cepat mengambil kebijakan. Jika tidak, sistem keuangan terancam kolaps.

''Saat itu benar-benar mencekam. Jadi, krisisnya benar-benar krisis. Semua pelaku dan otoritas bursa bahkan sampai tidak tidur karena harus mengawasi pergerakan pasar lokal dan internasional. Saya ingat, bisa tidur dua jam dalam sehari semalam saja sudah kenikmatan luar biasa,'' paparnya. Karena itu, lanjut Erry, kebijakan KSSK menyelamatkan Bank Century dirasa sangat tepat jika melihat konteks situasi krisis saat itu. Sebab, jika tidak, akan berpotensi menggoyang sistem keuangan secara keseluruhan.

Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Tony Prasetiantono mengatakan, dirinya tidak sepakat dengan penilaian BPK bawah keputusan penyelamatan Bank Century dilakukan dengan lebih banyak berdasar pada judgement atau penilaian semata, tanpa adanya angka atau indikasi terukur. ''Saya tidak setuju dengan anggapan ini,'' ujarnya.

Sementara itu, CEO Jawa Pos Group Dahlan Iskan menilai, ramai-ramai kasus Bank Century saat ini tidak akan berlangsung lama. ''Paling-paling 40 hari juga selesai. Jadi, sabar dan tawakal saja,'' ujarnya. Untuk itu, menurut Dahlan, salah satu hal yang harus menjadi prioritas semua pihak adalah bagaimana mendorong pertumbuhan Bank Mutiara agar saat nanti LPS menjualnya, nilai Bank Century bisa tinggi.

Salah satu jalannya, lanjut dia, adalah mencarikan penyelesaian bagi para nasabah Antaboga yang masih sering melakukan demo di kantor-kantor Bank Mutiara. Sebab, jika tidak segera diselesaikan, hal itu akan memengaruhi persepsi masyarakat atau nasabah lain terhadap Bank Mutiara. ''Jadi, yang harus dipikirkan adalah bagaimana membuat value (nilai) Bank Mu­tiara tinggi dan LPS bisa untung saat menjualnya, sehingga masyarakat akan tahu kalau penye­la­matan Bank Century waktu itu memang benar,'' katanya. (dyn/owi/noe/git/oki/iro/agm)

Sumber: Jawa Pos, 11 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan