Perempuan Harus Tingkatkan Intuisi Dalam Gerakan Antikorupsi

Perempuan memiliki intuisi dalam menjalankan perannya di kehidupan, baik di ranah publik maupun di ranah domestik. Integritas dan profesionalitas menjadi kunci yang harus dijaga dalam 'kerja' yang dilakukan termasuk dalam gerakan pemberantasan korupsi.

Menurut Koordinator Fundraising Indonesia Corruption Watch (ICW), Sely Martini, mengatakan intuisi peran perempuan harus tetap dijaga, terlebih saat dirinya terjun ke ranah publik untuk membagi perannya bersama masyarakat luas. Perempuan memiliki naluri keibuan yang seharusnya juga dilakukan saat dirinya memegang amanah sebagai pejabat publik.

"Naluriah perempuan sebagai ibu yang melahirkan anak-anak penjaga bangsa, pasti berharap nantinya sang anak mendapat akses yang terbaik. Harapan itu seharusnya juga tertanam saat perempuan ada di ranah publik, sayangnya mereka tidak menjaga intuisi tersebut," ujar Sely dalam diskusi masih Hari Kartini ‘Srikandi Melawan Korupsi, di Kantor ICW, Senin (27/4/2015).

Saat berada di ranah publik tidak jarang perempuan tersangkut dalam kasus korupsi. Hal ini disebabkan hilangnya integritas dan naluri seorang perempuan yang dikodratkannya. Oleh karena itu, profesionalitas menjadi bagian terpenting yang harus dimiliki para perempuan.

"Perempuan harus jadi garda depan dalam pemberantasan korupsi. Peran seorang ibu dalam mengajarkan nilai kejujuran guna menanamkan gerakan antikorupsi di ranah keluarga sangat dibutuhkan. Sangat miris rasanya saat perempuan ketika di ranah publik mengambil 'jatah' anak-anak bangsa yang lain untuk mendapatkan akses pendidikan bagi dirinya sendiri," paparnya

Mantan Kabiro Hukum KPK, Catharina Girsang mengatakan, ketika perempuan berada di ranah publik mereka hanya berpikir untuk menyejahterakan dirinya bukan sebagai orang yang bekerja sebagai pelayan publik. Akibatnya tujuan awal bekerja menjadi luntur akibat berada dalam relasi kekuasaan.

"Mindset seperti ini yang belum ada, mereka berlomba-lomba untuk menjadi penguasa sehingga tidak sedikit yang masuk ke bui karena kasus korupsi," ujar Caterina.

Menurutnya, keberadaan perempuan di ranah publik merupakan pilihan yang memiliki konsekuensi yang harus dipilih dan dijalankan. Sama halnya bekerja di ranah publik, tujuan utama dalam bekerja harus ditanamkan di dalam diri, karena pada hakikatnya diri perempuan sesungguhnya menolak hal-hal yang menyimpang, termasuk korupsi.

"Kembali ke tujuan kerja itu apa, sepanjang mengikhtiarkan diri untuk bekerja sesuai aturan dan mencari sistem yang nyaman itu baik. Karena bekerja bukan hanya mencari salary kan," paparnya.

Mantan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini juga menuturkan, menyeimbangkan peran perempuan sesungguhnya sangatlah sulit. Karena perempuan biasanya harus multitasking, membagi perannya di rumah dan di pekerjaan.

'Perempuan harus dapat memberikan pelajaran kepada keluarga agar hidup dalam kesederhanaan dan tidak terlalu berlebihan. Karena hedonisme menjadi faktor pemicu tindakan korupsi itu muncul," tegasnya.

Di lain pihak, Dosen Fisip Universitas Indonesia (UI), Ani Soetjipto, mengatakan perempuan Indonesia saat ini memiliki peluang dan kesempatan yang sangat banyak dalam menikmati kemudahan. Berbagai akses dapat dinikmati termasuk dalam menduduki jabatan publik di semua ranah.

"Kita (perempuan) memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki saat ini. Namun permasalahannya, apakah transformasi tersebut membawa perubahan yang signifikan?" ujarnya.

Semangat Kartini yang seharusnya dapat diimplementasikan lebih ke arah substansif, yaitu memfungsikan diri sebagai agen perubahan yang sebaik-baiknya. Selanjutnya, dari segi pelayanan publik saat ini kurang lebih 52 orang perempuan menduduki jabatan sebagai Bupati dan Wakil Bupati, 17% kuota di DPR diduduki oleh perempuan dan 15% kuota diisi perempuan di Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

"Mereka hadir di publik tetapi belum menjalankan fungsinya sebagaimana pelayan publik. Malahan fenomenanya masih banyak Bupati dan Wakil Bupati tersangkut dalam dinasti politik kekuasaan," keluhnya.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan