Peradilan Membutuhkan Reformasi Besar-Besaran

Tertangkapnya Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Sulawesi Utara, Sudi Wardono oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang daftar hakim yang tersandung perkara korupsi. Catatan kelam ini juga menunjukan bahwa upaya untuk membersihkan mafia peradilan masih panjang. Padahal, Mahkamah Agung (MA) sedang berupaya mati-matian untuk membangun kepercayaan publik selama beberapa tahun terakhir.

Menurut MA sendiri, ada tiga persoalan yang membuat hakim terlibat korupsi, yakni penanganan perkara yang lambat, kesulitan mengakses informasi pengadilan, dan integritas aparatur peradilan terutama hakim. Untuk memperbaikinya, MA telah melakukan beberapa hal, diantaranya menyusun aturan untuk mempercepat batas penanganan perkara, aktifasi inovasi teknologi informasi sebagai upaya peningkatan pelayanan publik, hingga peraturan-peraturan yang dibuat untuk memperkuat fungsi pengawasan. 

Namun demikian, dengan tertangkapnya Hakim Sudi Wardono sedikit banyak menunjukan bahwa strategi yang dilakukan MA belum berjalan efektif, khususnya untuk meningkatkan integritas aparatur peradilan. Berdasarkan catatan ICW, saat ini terdapat 38 oknum hakim yang terjerat korupsi. Celakanya, lebih dari setengahnya (sekitar 25 oknum hakim) terjerat dalam rentang waktu era kepemimpinan Hatta Ali.

Menurut ICW, untuk memperbaiki berbagai masalah yang dihadapi oleh MA, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik, Ketua MA semestinya mengundurkan diri karena banyaknya hakim tertangkap KPK terjadi pada era kepemimpinannya.

Kedua, melakukan evaluasi menyeluruh terhadap para pejabat struktural, mulai dari tingkat Pengadilan Negeri hingga MA. Tidak terkecuali evaluasi terhadap pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 tahun 2016. Evaluasi bisa dilakukan dengan cara melakukan evaluasi terhadap Ketua Pengadilan Negeri atau Banding untuk memastikan integritas, kualitas, dan kemampuan yang bersangkutan dalam melaksanakan Peraturan Mahkamah Agung tersebut.

Ketiga, menerapkan dengan tegas dan konsisten, Maklumat Ketua Mahkamah Agung Nomor 01/Maklumat/KMA/XI/2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya, terhadap oknum-oknum Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang diduga terlibat dalam perkara pidana, khususnya korupsi.

Keempat, bersama KPK dan KY melakukan pemetaan terhadap ruang potensi terjadinya korupsi di lembaga pengadilan. Pemetaan dilakukan agar dapat dijadikan rujukan pembentukan kebijakan pembinaan dan pengawasan.

Dan kelima, bersama KPK dan KY merumuskan kurikulum pembinaan yang ditujukan khusus untuk meningkatkan integritas aparat pengadilan dan secara berkala melakukan assesment kepada hakim dan aparat pengadilan.

Perbaikan di sektor peradilan tidak hanya berkisar pada sistem dan produk kebijakan tetapi juga harus dipastikan agar ketentuan tersebut bisa dimplementasikan. Selain itu, reformasi peradilan secara menyeluruh tidak akan berjalan jika pimpinan dan struktur MA masih diisi oleh individu-individu yang integritasnya diragukan. Maka dari itu, mengganti seluruh jajaran MA dan mengisinya dengan proses seleksi yang lebih transparan, akuntabel dan partisipatif bisa menjadi pilihan untuk memperbaiki pengadilan secara mendasar. *** (Tama/Adnan)

Foto: Megapolitan Kompas

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan

 

Tags