Pemprov DKI Bentuk ULP untuk Cegah Korupsi Pengadaan

ICW dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendorong terbentuknya Unit Layanan Pengadaan di Pemprov DKI. ULP dibentuk untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, sekaligus untuk mencegah munculnya celah-celah korupsi pengadaan.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, mengakui masih banyak modus-modus penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa serta pelayanan publik. Dirinya sudah lama meminta ICW dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) merancang dan mendorong adanya Unit Layanan Pengadaan (ULP) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Unit Layanan Pengadaan, yang dulu dikenal dengan sebutan pejabat pengadaan atau panitia pengadaan, bertanggung jawab memiih penyedia dan mengkaji ulang Rencana Umum Pengadaan. Maka dari itu, posisi ULP menjadi strategis dalam proses pengadaan.

 “Jadi pejabat itu gampang asal jangan terima suap. Yang sulit kalau kita terima suap,” ujar Basuki saat membuka Sosialisasi Unit Layanan Pengadaan Pemprov DKI Jakarta di Balai Agung, Jakarta, kemarin (13/3).

“Kami masuk ke sini (sebagai gubernur dan wakil gubernur) dengan marah dan perang dengan korupsi,” tutur Basuki yang juga akrab disapa Ahok.

Ia bercerita bahwa ada dua warga Jakarta yang sempat diperas pegawai negeri di dua bidang layanan berbeda. Namun setelah ditengarai, ternyata keduanya adalah masing-masing pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dan pegawai Ombudsman Republik Indonesia.

“Ada lurah malak, ternyata yang dipalak orang KPK,” ujar Basuki yang disambut tawa para peserta yang terdiri dari pegawai negeri sipil eselon 2, 3, dan 4 Pemprov DKI.

“Masih banyak sekali permainan di bawah. Masih banyak modus-modus minta sumbangan padahal tidak ada kewajiban,” ujarnya prihatin.

Basuki berharap Unit Layanan Pengadaan dan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dimpimpinnya di bawah Pemprov DKI, yang ia lambangkan sebagai lapangan tanding, “hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang jujur yang mau berjuang dan bekerja untuk rakyat”.

Ia juga mengutarakan agar LKPP segera mengunci aman Unit Layanan Pengadaan Pemprov DKI.

“Kalau tidak langsung beli di e-catalogue, akan kami anggap pencurian. Lebih baik kalau belum siap melakukan pengadaan, disimpan dulu uangnya di Bank DKI. Kalau DPRD tidak mau mengesahkan anggaran? Nggak usah disahkan. Saya ajak ribut DPRD,” tambahnya.

“Kalau semua nyolong, saya stop SILPA, nggak salah saya. Buat apa penyerapan 99% tapi hanya jadi mobil buat kekayaan pribadi?” tegasnya pada para bawahannya yang umumnya terdiam sepanjang Basuki berbicara.

Kalau SILPA tidak baik, tapi uang rakyat tidak dicuri, lebih baik begitu. Kan tidak dihukum. Buat apa penyerapan besar tapi hanya jadi kekayaan pribadi. LKPP harus bantu kami. Pak Agus sudah pusing sama saya,” akunya, merujuk pada Kepala LKPP Agus Rahardjo, yang terus menerus ia mintai bantuan untuk mewujudkan ULP di Pemprov DKI Jakarta.

Fadli Arif, Direktur Pengembangan Sistem Katalog LKPP menyebutkan pengadaan barang dan Jasa paling rawan dengan korupsi.

“Kasus korupsi pengadaan barang dan jasa persentasenya 38% dari kasus-kasus yang ditangani KPK pada 2012,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.

Menurut Fadli, pencapaian efisiensi pengadaan barang dan jasa bukan hanya diukur dari mendapatkan harga terendah, tapi bagaimana proses pengadaan barang dan jasa berjalan dengan baik.

Sely Martini, Deputi Koordinator ICW Bidang Monitoring dan Evaluasi, mengatakan kalau Jakarta bisa membuat sistem integritas yang sangat baik, sitsemnya bisa “dikloning” di daerah lain.

“Pemberantasan korupsi bisa makin cepat,” kata Sely.

Sely meyakini bahwa di lingkungan Pemprov DKI Jakarta masih ada juara-juara penyelenggara negara yang mau terjun memberantas korupsi. Menurutnya, dengan penyelenggara negara yang berintegritas dan ikut memerangi korupsi, kegelisahan dan rasa frustrasi masyarakat juga dapat turut berkurang.

Larto Untoro, Kepala Bagian Pengadaan ULP Komisi Pemberantasan Korupsi, menyatakan bahwa dirinya melihat semangat perubahan dan perbaikan di DKI Jakarta. Walaupun, akunya, pembentukan ULP di DKI cukup terlambat dibanding instansi lain.

“Ini akan memudahkan tugas kami, Bapak Ibu bisa membantu kami mempercepat pemberantasan korupsi,” katanya kepada para peserta sosialisasi.

Menurutnya, dari data KPK sepanjang tahun lalu, kasus korupsi pengadaan barang dan jasa menempati urutan kedua, di bawah penyuapan. Tetapi, kasus-kasus penyuapan pun masih dalam rangka menyelewengkan proyek pengadaan.

“Misalnya Angelina dengan Hambalang. SKK Migas, awal mula-mulanya adalah pengadaan,” tuturnya.
Larto mengakui lembaganya mengantongi data-data dari LKPP untuk dapat menelusuri potensi-potensi korupsi dan kerugian negara di bidang pengadaan.

“Di pengadaan barang dan jasa tahun 2013, hampir 12 ribu paket itu nilai pengadaannya mendekati Harga Perkiraan Sendiri.,” tutur Larto mempertanyakan efisiensi yang sangat kecil.

Setelah ini, Pemprov DKI Jakarta akan berkutat mengisi Unit Layanan Pengadaan dengan orang-orang terbaik dan siap menyelenggarakan pengadaan sesuai kebutuhan rakyat Jakarta.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan