Pelayanan Publik Buruk; Reformasi Birokrasi Dinilai Gagal Pelayanan paling parah justru oleh birokrasi.

Pemerintah dinilai tak berhasil melakukan reformasi birokrasi di sejumlah instansi. "Turunnya indeks pelayanan publik yang dilansir KPK menjadi bukti," ujar anggota Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi.

Hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap 353 unit layanan pemerintah menunjukkan penurunan kualitas pelayanan dalam setahun terakhir, baik di pusat maupun di daerah. Tahun lalu, rata-rata indeks integritas nasional sebesar 6,5. Kini, indeks yang sama merosot menjadi 5,42.

Komisi melakukan survei atas integritas lembaga pelayanan publik sejak April hingga Agustus 2010, dengan melibatkan 12.616 responden. Lembaga yang disurvei antara lain 23 instansi pemerintah pusat pusat, 6 instansi vertikal di daerah, dan 22 pemerintahan kota.

Tulus mengatakan, ada dua macam pelayanan publik, yaitu yang dilakukan birokrasi murni dan badan usaha milik nasional atau daerah. Pelayanan publik yang paling parah adalah yang dilakukan oleh birokrasi. "Pengurusan surat izin mengemudi, kartu identitas, akta tanah, menurut saya hanya masih lemah pelayanannya," katanya.

YLKI menilai banyak birokrat belum mengerti esensi Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik. Padahal dalam undang-undang itu jelas diatur kewajiban aparatur pemerintah untuk dapat melaksanakan pelayanan dengan sebaik-baiknya.

Di antara instansi yang nilainya jeblok adalah kepolisian, Mahkamah Agung, serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Kepolisian mendapat indeks rata-rata 5,21 lantaran masih adanya pungutan liar dalam layanan pembuatan dokumen, surat izin mengemudi, dan surat keterangan catatan kepolisian.

Kepala Bidang Penerangan Umum Masyarakat Mabes Polri, Komisaris Besar Ketut Untung Yoga Ana, mengatakan hasil survei itu dinilai masih wajar. Namun ia meminta agar survei KPK memiliki standar yang jelas.

Dari hasil survei juga terungkap bahwa Mahkamah Agung menjadi instansi yang memiliki skor integritas terendah, di bawah rata-rata 6,84. Juru bicara Mahkamah Agung, Hatta Ali, mengaku sudah melakukan pelayanan dengan optimal. "Kami akan membentuk desk informasi dan pengaduan masyarakat di setiap tingkatan hingga pengadilan negeri," ujarnya ketika dihubungi kemarin.

Mahkamah Agung sudah menuruti aturan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik umum. "Buktinya, pada beberapa daerah, desk informasi dan keluhan sudah berjalan," ujarnya.

Layanan lain yang juga memiliki skor rendah adalah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Ketua BNP2TKI Jumhur Hidayat mengaku kesulitan mengontrol pelayanan di terminal kepulangan TKI, terutama di Selapanjang, Banten. Dalam sehari, di terminal satu-satunya kepulangan TKI tersebut, sekitar 1.000 tenaga kerja tiba di Tanah Air.

Direktur Migrant Care Anis Hidayah mengaku tak heran atas buruknya skor BNP2TKI. "Memang pantas, karena di terminal TKI sudah terjadi diskriminasi yang berlangsung selama 10 tahun lebih," katanya.RIRIN AGUSTIA | SANDY INDRA PRATAMA | DIANING SARI | ANTON SEPTIAN | DEWI RINA
 
Sumber: Koran Tempo, 3 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan