Pelaku Korupsi Rp 1,2 Miliar di Jayapura ditangkap

Yohanes Ayamiseba, pemimpin proyek Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura ditangkap penyidik Kejaksaan Negeri Jayapura, Minggu (19/12), di rumah salah satu kerabatnya di kota Manokwari, Kabupaten Manokwari, Provinsi Irian Jaya Barat. Yohanes Ayamiseba diduga terlibat dalam kasus korupsi dana proyek reboisasi hutan dan lahan sebesar Rp 1,2 miliar di Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura.

Penangkapan terhadap Yohanes dilakukan setelah pemimpin proyek yang diduga korupsi dalam proyek pengadaan bibit jati unggul ini tidak pernah memenuhi panggilan kejaksaan. Termasuk panggilan yang ketiga kalinya pada November lalu. Akhirnya, pihak kejaksaan mencoba menjemput Yohanes di rumahnya di Kotaraja, Jayapura. Namun, yang bersangkutan telah kabur ke Manokwari.

Yohanes langsung kami kenai penahanan dan rencananya akan kami titipkan ke rumah tahanan di Polresta Jayapura agar kita lebih mudah memeriksanya, kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Jayapura, Rudi Hartono, kepada wartawan di kantornya di Jayapura, Senin (20/12).

Menurut Rudi, dugaan korupsi senilai Rp 1,2 miliar yang melibatkan Yohanes merupakan bagian dari proyek pengadaan bibit jati unggul untuk Mei hingga Desember 2003 yang didanai anggaran APBN 2003 sebesar Rp 3,8 miliar. Ada dana Rp 1,2 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Yohanes sebagai pemimpin proyek, katanya.

Dalam pemeriksaan sebelumnya, sudah sekitar tujuh orang saksi yang dimintai keterangan, termasuk Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura.

Yohanes dijerat dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebab berdasarkan penyelidikan awal terhadap Yohanes, dirinya mengaku sebagian uang telah digunakan memperbaiki rumahnya di Kotaraja, Jayapura, senilai Rp 600 juta, kata Rudi.

Saat ditemui, Yohanes mengungkapkan keterlibatan orang lain yang dia sendiri belum bersedia mengungkapnya. Saya pikir mereka juga ikut bertanggung jawab, ujar Yohanes. Karena khusus uang proyek yang saya pakai senilai Rp 300 juta untuk pengusaha-pengusaha yang saya berikan pekerjaan pada mereka dengan saya ambil risiko besar. Misalnya pekerjaannya tidak ada, tapi tetap saya kasih. Itu demi kepentingan orang-orang di atas, katanya.

Sidang lanjutan kasus APBD Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang menghadirkan empat terdakwa mantan anggota Dewan periode 1999-2004 berlangsung kemarin. Menurut hakim ketua, Imam Su'ud, persidangan ini ditargetkan selesai dalam waktu enam bulan. Namun, kejaksaan tak akan melakukan penahanan. Tidak perlu ditahan karena mereka kooperatif, tutur Imam.

Sementara itu di Semarang, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Slamet Wahyudi, menyatakan bahwa para mantan anggota DPRD Jawa Tengah yang diduga terlibat dalam korupsi dana APBD 2003 ketakutan harta kekayaannya akan disita. Mereka berniat mengembalikan uang yang telah mereka pergunakan untuk kepentingan pribadi.

Salah satu koordinator penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Pindo Kartikani, mengakui hal ini. Bahkan dia sudah menyebut empat mantan pemimpin DPRD Jawa Tengah yang telah menyanggupi untuk mengembalikan uang APBD itu. Ya 4 orang sudah menyanggupi. Mungkin mulai hari ini (Senin), kata Pindo. Jumlah uang yang akan dikembalikan, kata Pindo, sesuai dengan yang dibagi-bagikan dari jumlah keseluruhan Rp 14,8 miliar.

Di Solo, sejumlah perwakilan lembaga swadaya masyarakat dan tokoh masyarakat mendesak DPRD menggunakan kewenangannya untuk melakukan proses politik dengan menggunakan hak angket untuk memanggil wali kota. Ini karena Wali Kota Solo, Slamet Suryanto, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana Anggaran Biaya Tambahan (ABT) Rp 6,9 miliar.

Sementara itu di Cianjur, Jawa Barat, Sekretaris Daerah Kabupaten Cianjur, H.N. Subarna, dan Kepala Bank Jabar Cabang Cianjur, Engkos Kosasih, dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Cianjur. Keduanya dituduh telah menyalahgunakan wewenang dalam pengalihan dana pengembalian kredit usaha tani di Kabupaten Cianjur. cunding levi/dian yuliastuti/imron rosyid/rambat eko/deden abdul aziz

Sumber: Koran Tempo, 21 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan