Pandeglang Bebaskan Biaya Pendidikan

Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, membebaskan seluruh biaya pendidikan bagi siswa sekolah negeri, dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Untuk sekolah swasta, pemerintah Pandeglang memberi bantuan dana untuk membiayai sarana pendukung.

Bupati Pandeglang Achmad Dimyati Natakusumah mengatakan, Pemerintah Kabupaten dan DPRD Pandeglang telah sepakat mengalokasikan dana Rp 10 miliar dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk membiayai seluruh sarana pendidikan dan kesejahteraan pengajar.

Dengan mengalokasikan dana Rp 10 miliar setiap tahun, kami dapat membebaskan biaya SPP (sumbangan penyelenggaraan pendidikan) semua murid di Pandeglang, kata Bupati kepada Tempo, Jumat (10/3). Ia menambahkan, pembebasan biaya pendidikan itu sudah mulai berlaku Januari lalu.

Menurut dia, keputusan itu untuk memberi kesempatan semua generasi penerus di Pandeglang, terutama anak usia sekolah, mengikuti pendidikan SD hingga SLTA. Jika biaya pendidikan dibebaskan, kata dia, tanggung jawab para orang tua hanya mendorong, membimbing, dan mengarahkan anak-anak mereka agar menekuni pendidikan secara sungguh-sungguh. Dengan demikian, dia berharap tidak ada lagi orang tua yang memaksa anak-anak membantu di sawah atau memaksa anak-anak perempuan usia sekolah segera kawin.

Bupati menjelaskan, keputusan membebaskan biaya pendidikan dilakukan berdasarkan temuan di lapangan yang menyebutkan, sebagian besar orang tua murid di Pandeglang tidak mampu menyekolahkan anak mereka karena ekonomi pas-pasan. Kondisi ekonomi telah memaksa anak-anak sekolah untuk membantu orang tua mereka mencari uang dan meninggalkan bangku sekolah.

Karena harus membantu orang tua, banyak siswa bolos sekolah, yang akhirnya tidak dapat melanjutkan pendidikan. Siswa dan orang tua harus dibebaskan dari biaya sehingga dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan hati tenang, kata Dimyati.

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten Didi Supriadie mendukung keputusan pemerintah Pandeglang membebaskan biaya pendidikan. Dia mengharapkan, pemerintah kabupaten dan kota di Banten mengalokasikan dana di atas 20 persen dari APBD untuk mendukung seluruh program peningkatan sumber daya manusia.

Didi mengemukakan, Pemerintah Provinsi Banten sedang berupaya membangun sarana pendidikan di daerah pedalaman agar masyarakat pedesaan dapat menikmati pendidikan. Sebab, percuma biaya pendidikan gratis kalau murid tetap mengeluarkan biaya transportasi. Untuk ongkos naik ojek saja, seorang siswa harus mengeluarkan biaya Rp 10 ribu setiap hari, ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Edi Siswadi mengaku belum bisa memastikan berapa siswa tidak mampu yang akan memperoleh bantuan dana kompensasi kenaikan bahan bakar minyak. Sampai saat ini kita belum tahu berapa alokasi dana yang akan diberikan pemerintah pusat, katanya, Rabu (9/3) lalu.

Meski begitu, Dinas Pendidikan Kota Bandung sudah menyiapkan data tentang jumlah siswa SD sampai SLTA yang membutuhkan bantuan biaya sekolah. Jadi kalau diperlukan, kita sudah siap, katanya. Edi berharap, alokasi bantuan dana kompensasi subsidi bahan bakar minyak tidak hanya diberikan kepada siswa, tapi juga untuk tenaga pendidik dan pembangunan infrastruktur atau sarana pendidikan.

Menurut data Dinas Pendidikan Kota Bandung, lebih dari 61 ribu siswa di ibu kota Jawa Barat ini membutuhkan bantuan dari pemerintah. Dari jumlah itu, 57 ribu di antaranya sedang menempuh pendidikan di SLTA, sedangkan 4.100 duduk di bangku SD dan SMP. Mereka termasuk siswa golongan tak mampu, ujar Wakil Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji.

Siswa SLTA yang tidak mampu itu, kata Oji, masih melanjutkan pendidikan mereka dengan berbekal surat keterangan dari RT atau RW setempat. Sementara itu, siswa SD dan SMP, terdiri dari anak yang belum masuk sekolah dan siswa putus sekolah. Usia mereka 7 sampai 15 tahun, dan dikategorikan sebagai usia wajib belajar pendidikan dasar, katanya.

Dinas Pendidikan Kota Bandung sampai saat ini masih mendata anak yang tidak mampu sekolah di 26 kecamatan di wilayahnya. Sebab, kata Oji, masih ada anak tak mampu yang belum tercatat di Dinas Pendidikan Kota Bandung. faidil akbar/rana akbari fitriawan

Sumber: Koran Tempo, 12 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan