Nazaruddin Mulai Diadili; Chusnul Mar'iyah Hadir Bersama Teman-temannya

Ketua Komisi Pemilihan Umum Nazaruddin Sjamsuddin mulai diadili Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Senin (8/8).

Nazaruddin bersama dengan Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU, didakwa dengan sengaja telah menggelapkan uang 566.795 dollar AS yang berasal dari diskon premi asuransi dari PT Asuransi Umum Bumi Putera Muda 1967 yang diberikan kepada KPU.

Sidang Nazaruddin ini dipadati pengunjung. Selain keluarga Nazaruddin, juga ikut menyaksikan persidangan itu adalah Chusnul Mar’iyah, anggota KPU. Chusnul didampingi beberapa temannya.

Sidang dipimpin Kresna Menon dan dihadiri Jaksa Penuntut Umum Wisnu Baroto, Agus Salim, dan Tumpak Simanjuntak. Seusai pembacaan dakwaan, kuasa hukum Nazaruddin, Hironimus Dhani, menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.

Wisnu Baroto menjelaskan, uang 566.795 dollar AS itu berasal dari diskon premi asuransi PT Asuransi Umum Bumi Putera Muda 1967 yang diberikan kepada KPU.

Tindakan yang dilakukan Nazaruddin selaku Ketua KPU adalah telah menandatangani surat perjanjian kerja sama pertanggungan asuransi kecelakaan diri 30 Juni 2004 antara PT Bumi Putera Muda 1967 dan KPU dengan premi asuransi Rp 14,8 miliar.

Pada 6 Juli 2004 Hamdani menghubungi, melalui telepon, Mu'alim Muslich, Direktur SDM Bumi Putera 1912 yang juga agen PT Asuransi Umum Bumi Putera 1967, untuk memberikan uang kepada KPU dengan mengatakan, Pelaksanaan pemilu kan aman, kalau begitu klaim kan kecil. Tolong dong KPU dikasih diskon.

Atas permintaan Hamdani, Mu'alim Muslich pada 7 Juli 2004 membuat surat kepada direksi PT Bumi Putera Muda 1967, Julian Noor, yang isinya sesuai permintaan Kepala Biro Keuangan KPU, KPU minta diskon 34 persen dari total premi.

Tanggal 8 Juli 2004 Sri Ampini, Bendaharawan KPU, menyerahkan 1 lembar bilyet giro BRI sejumlah Rp 14,8 miliar kepada Sri Haryanti sebagai kuasa dari PT Bumi Putera Muda 1967.

Tanggal 13 Juli 2004 uang 566.795 dollar AS diserahkan Mualim Muslich di Hotel Grand Melia Kuningan, Jakarta. Sehari kemudian Hamdani menyampaikan kepada Nazaruddin yang kemudian dijawab Nazaruddin, Simpan saja di tempat Pak Hamdani.

Dakwaan
Nazaruddin didakwa dengan dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Ayat 1 huruf b, ayat 2, dan ayat 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU No 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Dakwaan kedua, Nazaruddin telah memerintahkan atau memberikan persetujuan kepada Hamdani menerima hadiah uang rupiah, dollar AS, dan traveller cheque dari rekanan KPU.

Pemberian itu berasal dari PT Astra sebesar Rp 1,347 miliar dan Rp 1,033 miliar; Bambang Budiarto, selaku Kepala Biro Umum KPU, terkait dengan pencetakan formulir Rp 100 juta; M Dentjik, selaku sekretaris panitia pengadaan tanah untuk perumahan karyawan KPU, Rp 440 juta. Selain itu, juga dari PT Indologis Rp 500 juta; Rusadi Kantaprawira terkait dengan pengadaan tinta pemilu Rp 70 juta; rekanan pengadaan tinta pemilu Rp 75 juta; Untung, rekanan pengadaan segel Pemilu 2004, Rp 200 juta.

Percetakan Metro Pos memberikan Rp 230 juta; Dharma Bandar Mandala, rekanan angkutan KPU, Rp 200 juta dan Rp 220 juta; Pandu Siwi Rp 330 juta, Moersanto, anggota staf PT Pos dan Giro Bandung, Rp 40 juta.

Dalam bentuk dollar dari pimpinan rekanan pengadaan informasi dan teknologi 99.000 dollar AS dan 60.000 dollar AS; PT Pura Barutama, rekanan pengadaan kertas formulir pemilu, 170.000 dollar AS. Selain itu, PT Leces 511.000 dollar AS dan 121.965 dollar AS; Suresh Gobindram Vaswani, pimpinan PT Suresh, rekanan tinta 57.900 dollar AS; PT Surabaya Agung, rekanan pengadaan surat suara pilpres II, 155.000 dollar AS; dan Sunarto, staf PT Pos dan Giro Bandung, travellers cheque dari BNI dan Bank Mandiri Rp 700 juta.

Oleh:Vincentia Hanni

Sumber: Kompas, 9 Agustus 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan