Motif Politik Pengusutan Century

PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menengarai bahwa ada motif politik di balik desakan pengusutan Century. Karena itu, presiden meminta seluruh pihak yang terlibat di pentas politik nasional mematuhi aturan dan etika demokrasi (JP, 5/12/09). Selain menduga ada motif politik, Presiden SBY mengatakan akan ada gerakan 9 Desember 2009 yang juga bermuatan yang sama, bukan semata-mata sebagai gerakan antikorupsi yang murni.

Ada apa di balik pernyataan Presiden SBY yang begitu sensitif akhir-akhir ini dalam menanggapi langkah politik para pengusung hak angket Century, gerakan para tokoh, NGO, dan masyarakat di luar parlemen yang juga mempersaolkan dana bailout Century?

Kecemasan Impeachment
Pernyataan tersebut dapat ditafsirkan sebagai kecemasan pemerintahan SBY-Boediono atas bola liar Century yang terus menjadi instrumen bagi berbagai pihak, khususnya pihak oposisi untuk mengkritik kebijakan dan langkah pemerintah.

Apalagi, mulai muncul tuntutan untuk menonaktifkan Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti yang disebut Amien Rais. Jika pengusutan panitia hak angket Century itu berakhir tuntas, bisa jadi agenda para inisiator angket Century tidak hanya akan berhenti pada kejelasan aliran dana, tetapi juga kesalahan kebijakan yang dibuat gubernur BI (yang kini menjadi wakil presiden) dan Sri Mulyani sebagai menteri keuangan.

Desain kocok ulang kabinet itu pernah digagas para pihak yang mengusung angket Century. Karena itu, wajar jika SBY gundah gulana atas agenda politik di balik pengusutan Century tersebut. Sebab, tidak tertutup kemungkinan, jika para oposisi di parlemen terkonsolidasi secara kuat, impeachement (pemakzulan) terhadap wakil presiden dapat saja terjadi.

Dan, jika hal itu terjadi, Indonesia yang pertama mengalami hal yang baru sama sekali. Sejarah impeachment atas Presiden Abdurrahman Wahid mungkin saja dapat terulang. Bedanya, hal itu tidak terjadi pada diri presiden, tetapi wakil presiden.

Masalahnya, jika yang dimakzulkan adalah wakil presiden, bagaimana mekanisme dan tata cara penggantiannya? Jika pencalonannya satu paket, apakah berarti paket tersebut secara otomatis dimakzulkan? Sayang, persoalan tersebut tidak diatur oleh UUD Negara RI Tahun 1945.

Karena itu, kecemasan Presiden SBY pantas dikemukakan. Sebab, jika arah politik hak angket Century sampai pada pemakzulan wakil presiden, bagaimanapun pemerintahan SBY-Boediono akan goyah.

Di sisi lain, akan ada kekosongan jabatan wakil presiden, mungkin akan mengulang pada saat demokrasi terpimpin ketika Mohammad Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden yang akhirnya tidak pernah diganti hingga Presiden Soekorno lengser digantikan Soeharto.

Selain itu, kasus Bank Century dan Bibit-Chandra juga telah menyedot energi dan perhatian pemerintah yang terus dirundung isu-isu negatif. Hampir 100 hari ini praksis dua kasus tersebut yang menjadi perhatian utama pemerintah, sementara masih banyak agenda politik lain yang juga perlu dituntaskan.

Dengan kata lain, pengusutan kasus Century jika berujung pada pemakzulan dapat dianggap sebagai motif politik yang luar biasa.

Motif Politik Biasa
Meski demikian, di balik pengusutan kasus Century, kita juga perlu memandang secara jernih bahwa ada motif politik yang biasa. Motif itu terkait tugas-tugas konstitusional parlemen (DPR) untuk mengawasi dan mengontrol kebijakan pemerintah.

Bagaimanapun temuan audit BPK yang menengarai adanya penyimpangan dalam bailout Century perlu diusut tuntas. Dalam konteks itu, kepentingan para pengusung hak angket dan DPR dapat diarahkan kepada beberapa hal.

Pertama, sebagai sarana kontrol atas ''kesalahan kebijakan'' yang dilakukan Bank Indonesia dan menteri keuangan seperti yang telah ditemukan oleh laporan audit BPK. Persoalannya, apakah hanya semata-mata kesalahan prosedural dan apa sanksi atau tindakan lebih lanjut dari itu.

Karena itu, kehadiran panitia angket Century dapat dijadikan sarana untuk memperjelas benang kusut skandal politik, khususnya untuk mencari aktor para pejabat yang terlibat dalam kasus tersebut.

Jika kita mengutip mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla -yang sejak menjadi Wapres sudah mengatakan bahwa kasus Century adalah perampokan-, agenda pentingnya ialah membongkar siapa saja yang berada di balik perampokan uang rakyat tersebut.

Kedua, menjadikan temuan-temuan dari hak angket Century DPR sebagai entry poin (pintu masuk) bagi pengusutan tindak pidana lebih lanjut. Tujuannya jelas agar ada kepastian hukum di negeri ini.

Hakikat dari demokrasi yang beretika adalah demokrasi yang disertai kepastian hukum dan kesamaan hukum. Sebab, demokrasi tanpa adanya kepastian dan ketaatan asas aturan main (rule of the law) akan berbuah menjadi anarki.

Ketiga, DPR dapat menjadikan hak angket Century sebagai instrumen untuk memperjelas ke manakah dana rakyat itu berlabuh? Apakah betul seluruhnya digunakan untuk Century, ataukah ada kepentingan-kepentingan pihak tertentu yang memanfaatkan dana tersebut.

Karena itu, jika panita angket Century tidak dapat mengurai aliran dana talangan itu, tentu kasus tersebut terus akan menjadi kasus yang penuh dengan misteri. Misteri skandal politik kadang-kadang dapat dijadikan sebagai isu politik, tetapi terkadang juga dapat disimpan di bawah laci alias dipetieskan.

Semua itu bergantung pada seberapa jauh anggota DPR yang sedang menggunakan hak konstitusionalnya mampu melakukan investigasi dan membuka secara transparan kepada publik atas temuan-temuan BPK sebelumnya. (*)

Moch. Nurhasim, peneliti pada Pusat Penelitian Politik LIPI di Jakarta

Tulisan ini disalin dari Jawa Pos, 7 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan