Moratorium Zonasi, Percepat Pemerataan Mutu, Waspadai Pungutan Liar!

Kegiatan belajar tahun ajaran 2019/2020 telah dimulai, namun pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu saja menyisakan sejumlah persoalan yang kerap dirasakan para orang tua. Padahal proses PPDB seharusnya mengusung prinsip objektif, non diskriminatif, adil, transparan, dan akuntabel namun praktiknya prinsip tersebut belum sepenuhnya dapat terwujud.

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pendidikan menilai penerapan sistem PPDB 2019 ini adalah terburuk sepanjang sejarah reformasi. Sejak kali pertama diberlakukan, sistem zonasi dalam PPDB selalu mengundang kisruh dan gaduh. Puncaknya pada tahun ini, sistem zonasi kian memancing amarah para orang tua murid. Tidak hanya protes lisan di sekolah, mereka juga bermalam di sekolah, turun ke jalan untuk menyuarakan keberatannya dengan PPDB model zonasi ini. Tapi, tampaknya Kemendikbud tak bergeming, zonasi tetap diberlakukan secara nasional. Akibatnya, bejibun masalah terjadi saat musim PPDB 2019. Berdasarkan pemantauan, kami menemukan beberapa problem penerapan zonasi yang terjadi di tahun ini:

  1. Nilai NEM menjadi acuan utama penerimaan siswa. Meski jarak rumah dekat dengan sekolah, tapi nilai NEM nya rendah, maka tidak ada jaminan bisa diterima di sekolah.
  2. Kesenjangan mutu sekolah di daerah menyebabkan orang tua menolak daftar di sekolah di dekat rumah. Hal ini mengakibatkan beberapa tindakan manipulatif dilakukan untuk mendapatkan sekolah favorit :
    • Pemalsuan surat domisili
    • Pemalsuan sertifikat prestasi
    • Pemalsuan SKTM
    • Jual Beli Bangku sekolah favorit
    • Siswa titipan
  3. Tidak ada petunjuk penerapan batasan zonasi, akibatnya menimbulkan kebingungan orang tua murid. Ada sekolah yang zonanya sangat sempit, ada pula yang penerapannya sangat luas.
  4. Tidak sinkron antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Hal ini setidaknya terlihat dalam hal implementasi di lapangan:
    • Pemerintah pusat mengharuskan sistem zonasi, tapi pemerintah daerah membuat program sekolah-sekolah favorit dengan berbagai nama, antara lain: sekolah unggulan, sekolah model, sekolah percontohan, dan lain-lain.
    • Banyak pergub PPDB 2019 yang bertentangan dengan Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang PPDB.
  5. Meski ada kuotanya, ternyata siswa difable banyak ditolak di sekolah dan tidak diterima saat PPDB 2019. Akibatnya mereka tidak bisa duduk di bangku sekolah.
  6. Pungutan liar masih merajalela saat PPDB 2019. Modusnya sangat beragam: uang formulir pendaftaran, uang pembangunan, uang seragam, uang LKS, uang infaq, dan lain-lain.

Berbagai permasalahan itu jelas akan menghambat pemenuhan hak-hak warga negara atas pendidikan. Warga negara dirugikan karena hak atas pendidikan tidak terpenuhi meski dijamin oleh konstitusi. Sementara negara juga dirugikan karena kewajibannya guna memenuhi hak pendidikan warga negara dibajak oleh sekelompok orang untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya.

Untuk, kami dari koalisi masyarakat sipil peduli pendidikan memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar melakukan beberapa langkah berikut ini supaya PPDB tahun depan berjalan dengan baik dan tak lagi mengundang gaduh:

  1. Pemerintah pusat dan daerah harus fokus pada pemerataan kualitas sekolah, inilah problem utama pendidikan kita. Zonasi adalah urusan hilir yang sangat tergantung pada problem di level hulu yaitu kualitas sekolah yang rendah dan belum merata.
  2. Moratorium penerapan zonasi secara nasional. Jangan paksakan daerah yang belum siap menerapkan sistem ini. Untuk daerah yang sudah siap, seperti DKI Jakarta yang kesenjangan mutunya tidak terlalu jauh, maka dipersilahkan untuk menggunakan sistem zonasi demi pemerataan akses pendidikan. Sementara untuk daerah yang belum siap karena kesenjangan mutu antar sekolah yang terlalu tinggi, ada dua pilihan: pertama,
    • Tidak menerapkan sistem zonasi
    • Menerapkan sistem zonasi dengan cara bertahap
  3. Hapus Ujian Nasional. Hasil nilai UN menjadi pertimbangan penting saat PPDB 2019. Ini membingungkan, karena sistemnya adalah zonasi tapi ternyata nilai juga menetukan.
  4. Supaya kebijakan pusat dapat diimplementasikan dengan baik di daerah, maka perlu ada sinergi dan komunikasi yang intersif minimal antara Kemendikbud, Kemendagri, Kemenag.
  5. Pemerintah perlu mengembangkan Publik Private Partnership di bidang Pendidikan. Ini untuk mengatasi kekurangan jumlah sekolah negeri di daerah-daerah. Jadi pemerintah tidak perlu membangun sekolah negeri baru dari nol, tapi bisa dilakukan dengan kerjasama dengan sekolah swasta.
  6. Tindak tegas oknum di sekolah atau instansi terkait yang terlibat dalam tindakan korupstif saat musim PPDB.

Jakarta, 15 Juli 2019

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pendidikan 2019

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan