Money Politics Tak Boleh Diterima; Bahtsul Masail NU soal Pilkada

Berbagai persoalan yang muncul dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung, dibahas Pengurus Suriyah NU Jatim. Acara bahtsul masail (pembahasan masalah) itu digelar di Ponpes Sidogiri, Pasuruan.

Salah satu fokus pembahasan itu adalah persoalan money politics. Maraknya politik uang tersebut dianggap sangat merisaukan umat.

Acara yang digelar akhir pekan lalu itu mengundang seluruh pengurus cabang NU se-Jatim. Di antara 44 PC NU se-Jatim yang diundang, hanya 26 PC NU yang hadir.

Sejumlah kiai juga hadir. Antara lain, Kiai Mas Muhammad Subadar dari Ponpes Roudlotul Ulum, ++++++ Besuk. Ponpes di luar Pasuruan pun hadir. Antara lain, Ponpes Lirboyo, Kediri, dan ponpes dari Mojokerto. Di acara penutupan, terlihat Rais Syuriah PW NU Jatim KH Masduqi Mahfud dan Ketua Tanfidziyah PW NU Jatim Ali Maschan Musa.

Dalam bahtsul masail, peserta dibagi tiga komisi. Komisi A membahas masalah harta benda. Misalnya, pembayaran dam (denda, Red), amil zakat, wakalah kurban, dan markup APBD.

Soal pilkada dibahas komisi B. Pemilihan kepala daerah langsung dinilai merupakan wujud nyata hidupnya sistem demokratis. Tapi, yang merisaukan adalah suburnya sistem politik uang, yang mata rantainya mulai kalangan elite hingga masyarakat pemilih.

Ada kecenderungan, sebagian masyarakat tidak mau memilih pasangan cabup/cawabup maupun cawali/cawawali yang tidak memberikan uang. Menyikapi masalah tersebut, para peserta bahtsul masail berpedoman pasa sebuah hadis Nabi Muhammad.

Hadis tersebut menjelaskan, jika memilih seorang pemimpin karena uang yang diberikan, hasil yang didapat hanyalah uang pemberian itu. Bukan hasil kepemimpinan orang yang mereka pilih.

Pertanyaan yang muncul, apa batasan money politics menurut ketentuan syariat Islam? Batasan money politics menurut syariat Islam adalah pemberian untuk membatalkan yang hak dan membenarkan yang batil. Contohnya, memberikan uang kepada seseorang untuk memilih orang yang tidak boleh dipilih. Adapun bagi penerima, mutlak tidak boleh.

Samsul Arifin selaku wakil ketua panitia bahtsul masail mengatakan, pada umumnya sempat terjadi perdebatan di antara peserta. Banyak yang mempunyai dalil sendiri dalam melihat masalah. Namun, bagaimanapun, keputusan harus diambil. Lantas, keputusan pun ditetapkan.

Kita hanya ketempatan karena sebenarnya yang punya gawe adalah PW NU Jatim,ujar Samsul Arifin, yang juga ketua pendidik syariah di Ponpes Sidogiri itu. (puj)

Sumber: Jawa Pos, 13 Juni 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan