Mencegah Skandal Century Berhenti di Pansus

Pansus Century telah memasuki saat-saat akhir setelah masing-masing fraksi  membacakan pendapat  akhirnya. Semua fraksi sepakat ada masalah dalam Bank Century, terutama  sejak awal pendiriannya yakni
pada saat dilakukan akuisisi dan merger. Demikian juga terkait penyelewengan dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh manajemen Bank Century, semua bersepakat terjadi pelanggaran hukum.  Akan tetapi pendapat  fraksi terbelah  menyangkut keterlibatan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Wapres Boediono karena Partai Demokrat bersama PKB, PPP dan PAN membela mati-matian.

Setelah membacakan pendapat akhir, Pansus akan merumuskan kesimpulan yang akan dibawa ke  rapat paripurna DPR pada awal Maret. Diperkirakan pengambilan keputusan akan dilakukan dengan voting karena
perbedaan yang tajam antara partai pendukung SBY dan partai politik lainnya  terkait  pengucuran  Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), keputusan bail out dan pengucuran  Penyertaan Modal Sementara
(PMS).

Meskipun terdapat perbedaan yang tajam terkait Sri Mulyani dan Boediono,  pendapat akhir Pansus relatif  konsisten dan tidak meleset dari prediksi.  Pansus yang berjalan terbuka dan bahkan disiarkan live oleh televisi membuat manuver dan lobby politik tidak mendapatkan cukup ruang sehingga tidak ada perubahan sikap  dari partai politik. Namun demikian, pertanyaan penting yang perlu dijawab, bagaimana akhir
dari skandal  Century setelah masa kerja Pansus berakhir?

Catatan kritis atas Pansus
Meskipun tidak  ada perubahan yang mencolok dari sikap fraksi-fraksi sejak awal hingga di akhir Pansus, ada beberapa hal yang mesti dilihat secara kritis dari Pansus. Pertama, pendapat akhir fraksi sesungguhnya  dibuat tidak hanya atas dasar fakta-fakta yang terungkapdalam pemeriksaan Pansus, baik melalui pemeriksaan dokumen dan berdasarkan keterangan saksi-saksi yang dipanggil. Kepentingan politik
pimpinan partai turut mewarnai pendapat akhir yang dibacakan beberapa hari yang lalu. Dengan demikian, pendapat  akhir harus dibaca bukan sekedar persoalan skandal Century semata tetapi dengan perspektif yang
lebih luas sebagai  kompetisi internal diantara para pendukung SBY.

Kedua, Pansus pada dasarnya hanya mekanisme pengawasak pidana dalam skandal Century, maka Pansus hanya akan memberikan rekomendasi baik kepada penegak hukum atau institusi lain. Dengan demikian, rekomendasi Pansus akhirnya hanya bisa dilaksanakan oleh lembaga lain karena kewenangan yang dimiliki DPR  sebatas melakukan pengawasan, membuat undang-undang dan menentukan anggaran.   Namun,  keterbatasan itu justru  membuka ruang baru bagi  kompromi politik di antara partai politik.  Setelah Pansus berakhir dan skandal Century berada di tangan penegak hukum, ruang bagi  pengawasan publik akan berkurang. Pada saat yang sama, peluang bagi kompromi politik dan pertemuan  kepentingan akan terbuka lebar. Bila kompromi terjadi, maka “bola panas” skandal Century akan “dilempar” oleh politisi kepada institusi penegak hukum tanpa supervisi yang memadai.

Ketiga, harus diwaspadai berhentinya skandal Century di Pansus. Berdasarkan  pendapat  akhir fraksi yang akan dirumuskan dalam kesimpulan Pansus yang akan dibawa ke rapat paripurna DPR, paling tidak ada dua rekomendasi untuk penegakan hukum, yakni dalam ranah pidana dan tata negara.  Dalam hal indikasi tindak pidana, rekomendasi akan diberikan kepada   Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengusut tindak pidana perbankan dan kepada KPK untuk mengusut tindak pidana korupsi.  Sedangkan pelanggaran yang menurut sebagian anggota Pansus melibatkan Boediono, harus dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena jabatannya kini sebagai Wakil Presiden.  MK yang kemudian akan memeriksa dan memutuskan apakah benar terjadi pelanggaran hukum yang bisa berujung ke pemakzulan. Akan tetapi melihat penolakan oleh Partai Demokrat serta partai pendukung yang lain, terutama PKB, PPP dan PAN, agak mustahil DPR akan membawa kesimpulan akhir Pansus ke MK. Bila hal ini terjadi,   maka skandal Century kemungkinan akan
berhenti di Pansus,  terutama bila partai politik telah menemukan titik temu kompromi baru.

Menyelesaikan  skandal Century
Membaca pendapat akhir fraksi dalam Pansus  dan laporan audit BPK, banyak indikasi pelanggaran hukum dalam skandal Century. Mulai dari proses pembentukan Bank Century yang merupakan merger dari tiga bank
bermasalah CIC, Pikko dan Danpac. Lalu perlakuan istimewa terhadap Century meskipun rasio kecukupan modalnya pernah jatuh hingga minus 130%. Perlakuan istimewa itu  perlu diusut tuntas karena seharusnya
Bank Century  sudah dilikuidasi beberapa tahun lalu sebelum krisis finansial global terjadi.  Perlakuan istimewa juga diberikan kepada Century terkait pengucuran dana FPJP dan penggunaan PMS sehingga
aturannya  tampak harus “disesuaikan”  dengan untuk menyelamatkan Century.

Bail out Century juga menimbulkan kerugian negara karena dana LPS masuk dalam yurisdiksi keuangan negara meskipun sebagian dana LPS dihimpun dari bank-bank peserta program penjaminan. Apalagi bail out
tidak dilakukan dengan seksama berdasarkan data-data yang akurat sehingga kantong negara pun bocor melalui LPS hingga mencapai Rp. 6,7 triliun. Juga adanya BUMN yang menempatkan danaya di Century perlu diusut lebih lanjut karena bisa jadi ada indikasi korupsi. Oleh karena itu,  kasus Century harus dituntaskan agar tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari.

Untuk menyelesaikan Century, penegakan hukum oleh KPK atau Kejaksaan harus didorong agar prosesnya berjalan dengan cepat. Apalagi sesungguhnya proses penegakan hukum sudah dimulai  jauh hari sebelum
Pansus Century dibentuk. Hanya saja proses penegakan hukum berjalan lambat karena koordinasi di antara KPK dengan Kejaksaan dan Kepolisian tidak mulus. Lambannya Kejaksaan dan Kepolisian yang berada di bawah Presiden harus dibaca sebagai sikap menunggu “instruksi” Presiden. Prosesnya kemudian menjadi semakin lambat karena “intruksi” itu  tidak kunjung turun  sebelum kompromi politik terselesaikan.  Padahal hukum seharusnya berjalan lebih cepat agar bisa memberikan kepastian hukum dan keadilan, bukan malah menunggu kesepakatan di antara elit politik.

Tugas penting  DPR setelah Pansus adalah memastikan proses hukum berjalan dengan kredibel dan independen. Titik kritis penegakan hukum terutama pada  institusi Kejaksaan dan Kepolisian yang berada di bawah Presiden dan selama ini kinerjanya belum memuaskan. Demikian juga KPK yang telah dibuat “kapok” dengan kriminalisasi Bibit dan Chandra akan cenderung berhati-hati apabila menyangkut kepentingan Presiden.

Kredibilitas dalam penegakan hukum juga penting karena ada kemungkinan kompromi politik untuk  mengintervensi proses hukum. Terutama karena banyak anggota DPR dan pimpinan partai politik juga  tersangkut persoalan hukum.  Persoalan pajak grup Bakrie, aliran dana Century kepada anggota DPR dan berbagai pelanggaran hukum lain harus diselesaikan dengan tuntas. Jangan sampai tindak pidana itu kemudian diperdagangkan dengan Century karena hal ini akan menempatkan hukum di bawah kepentingan politik.
J Danang Widoyoko, Koordinator Badan Pekerja ICW
Tulisan ini disalin dari Suara Pembaruan, 27 Februari 2010
 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan