Meluruskan Persepsi Keliru Proyek e-KTP
Press Release
Dalam pelaksanaannya, proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP menimbulkan berbagai macam persoalan yang memicu kontroversi yang luas di publik. Dalam tahap tender misalnya, begitu selesai dilaksanakan sudah muncul gugatan karena dianggap tidak fair. Selain itu proses pelaksanaannya juga tersendat-sendat, bahkan ada kekuatiran proyek ini tidak bisa memenuhi target yang telah ditetapkan.
Terkait dengan banyaknya persoalan dalam poryke e-KTP, ICW memandang perlu untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh atas proyek e-KTP sebelum proyek ini dijalankan. Terutama karena sudah ada kekeliruan yang terjadi sejak proyek ini digulirkan sampai dengan implementasi. Pertama, pemerintah salah menafsirkan dasar hukum yang menjadi landasan pelaksanaan proyek e-KTP. dan kedua, belum selesainya penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi seluruh warga negara indonesia.
Keliru Menafsirkan Dasar Hukum Proyek e-KTP
Bagi pemerintah, pasal 101 huruf b UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dijadikan argumentasi bahwa proyek e-KTP harus selesai 5 (lima) tahun sejak UU ini berlaku adalah sebuah kesalahan. Karena dalam pasal tersebut tidak disinggung sedikitpun soal penerapan e-KTP/KTP masal. Berikut bunyi pasalnya ;
Pasal 101 UU No. 23 tahun 2006
Pada saat Undang-Undang ini berlaku:
- Pemerintah memberikan NIK kepada setiap Penduduk paling lambat 5 (lima) tahun;
- Semua instansi wajib menjadikan NIK sebagai dasar dalam menerbitkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) paling lambat 5 (lima) tahun;
- KTP seumur hidup yang sudah mempunyai NIK tetap berlaku dan yang belum mempunyai NIK harus disesuaikan dengan Undang-Undang ini;
- KTP yang diterbitkan belum mengacu pada Pasal 64 ayat (3) tetap berlaku sampai dengan batas waktu berakhirnya masa berlaku KTP;
Mengacu pada poin (a) dan (b) secara tegas disebutkan bahwa, yang harus selesai dalam waktu 5 tahun adalah pemberian Nomor Induk Kependudukan (NIK). Harapan kedepannya, semua instansi wajib menjadikan NIK sebagai dasar dalam menerbitkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) paling lambat 5 (lima) tahun (akhir tahun 2011). Sehingga tidak ada keharusan bagi pemerintah untuk menyelesaikan e-KTP dalam waktu 5 tahun.
Parahnya, kekeliruan ini menjadi acuan bagi Mendagri dan jajarannya untuk melakukan implementasi e-KTP. Mendagri dengan Surat Nomor : 471.13/3091/SJ/tanggal 24 Agustus 2009 perihal penanganan KTP berbasis NIK secara nasional menyatakan;
“Dalam rangka persiapan penerapan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional yang dilengkapi dengan Kode Keamanan (Sistem Pengendalian Sidik Jari) dan Rekaman Elektronik (Chip) yang wajib selesai pada akhir tahun 2011”.
Surat Mendagri tersebut bertabrakan dengan UU No. 23/2006 Tentang Kependudukan pada pasal 101 Huruf a. Dasar pelaksanaan semakin keliru setelah Pemerintah menerbitkan PP No. 35/2010 tentang penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis NIK secara nasional. PP ini merupakan peraturan pelaksanaan UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan yang mensyaratkan pelaksaan pembangunan e-KTP pada tahun 2011 dan 2012.
Berdasarkan logika hukum yang sederhana, Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana tentu tidak boleh bertentangan dengan perintah UU. Karena perintah UU No. 23/2006 adalah membangun NIK secara nasional yang harus didahului oleh pemutakhiran data penduduk secara benar.
Pemutakhiran data kependudukan tidak dilakukan secara benar karena tidak sesuai dengan tatacara yang berlaku. Dalam pasal 8 Huruf f UU No.23/2006 bahwa instansi pelaksanan (Pemerintah pusat/Mendagri, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah kabupaten/kota) melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh Penduduk dalam
pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Untuk lebih teknis, persyaratan dan tata cara pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008.
Jika mengacu pada pada Pasal 101 huruf d yang berbunyi ; “KTP yang diterbitkan belum mengacu pada pasal 64 ayat 3 tetap berlaku sampai dengan batas waktu berakhirnya masa berlaku KTP”. Secara tegas tidak merekomendasikan bagi instansi pelaksana adiminitrasi kependudukan untuk tmelakukan kegiatan “KTP Masal”. Artinya, pemerintah pusat memaksakan kehendaknya terhadap hak penduduk.
Dan lebih celakanya dengan “proyek” e-KTP masal yang tidak dijamin oleh negara terkait ketunggalan identitas penduduknya, masyarakat terkondisi bahwa proyek e-KTP merupakan proyek yang akan menyelesaikan ketidak tertiban administrasi kependudukan selama ini.
Prioritas Penerbitan NIK
Penerbitan NIK bagi penduduk Indonesia telah dilaksanakan pada tahun 2010 di 329 kabupaten/kota, dan sisanya di 168 kabupaten/kota adan diselesaikan pada tahun 2011. Jika benar demikian, maka, pemerintah harus fokus menyelesaikan NIK terlebih dahulu. Karena jika akhir tahun 2011 masih ditemukan masyarakat yang belum memiliki NIK, maka pemerintah telah menyimpang dari ketentuan dalam UU 23/2006.
Idealnya, NIK diberikan setelah dilakukan pencatatan biodata penduduk dan perekaman sidik jari. NIK wajib dicantumkan dalam KTP, artinya satu NIK satu KTP. Jika satu NIK, satu KTP, satu penduduk Valid maka valid juga untuk pemilu. Prinsipnya, proyek e-KTP akan sampai pada tujuannya jika grand design SAK, grand design SIAK dan pemberian NIK telah rampung dilaksanakan.
Perubahan NIK tidak dihalalkan, karena secara tegas UU 23/2006 melarangnya. Pasal 13 huruf b yang tertulis “NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup dan selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada setiap penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata”.
Target yang tidak rasional
Target pemerintah sendiri untuk pelaksanaan e-KTP terbilang tidak terukur dan memaksa. Penerapan e-KTP, ditargetkan akan dilaksanakan pada tahun 2011 di 197 Kabupaten/kota untuk 67 juta penduduk, dan pada tahun 2012 di 300 kabupaten/kota untuk 105 juta penduduk.
Dari segi jumlah saja misalnya, pada bulan oktober 2011 jumlah e-KTP yang dicetak belum mencapai angkat 1 juta keping. Lantas bagaimana pemerintah akan memenuhi target 67 juta keping diakhir tahun 2011? Ditambah lagi bahwa untuk DKI yang wilayahnya mencakup ibu kota negara dan berkantor berdampingan dengan kementrian dalam negeri menyatakan tidak sanggup untuk mencapai target. Pasalnya, peralatan yang digunakan kurang dari cukup serta, keenganan operator untuk bekerja sampai pukul 10 malam.
Berdasarkan pertimbangan tersebut ada beberapa hal yang harus dilakukan Kemendagri
- Membangun dengan benar dan teliti rencana induk dan design teknis sistem informasi manajemen SAK (sistem administrasi kependudukan), SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan), Sistem informasi e-KTP yang kesemuanya berdasarkan platform e-goverment nasional.
- Menyelesaikan kewajibannya dalam memberikan NIK kepada setiap penduduk indonesia yang saat ini diprediksi berjumlah 238 juta penduduk (pasal 101 UU 23/2006).
- Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan proyek e-KTP pada khususnya dan target pencapaian UU 23/2006.