Mahkamah Agung: Sistem Peradilan Sudah Berjalan

Tertangkapnya hakim Syarifuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) minggu lalu telah mencemari dunia peradilan di Tanah Air.Tidak hanya itu, peristiwa tersebut juga menimbulkan opini miring terhadap dunia peradilan yang selama ini tidak pernah berhenti menjadi benteng terakhir bagi pencari keadilan.

Aparat peradilan dari unsur pimpinan Mahkamah Agung sampai dengan pimpinan empat lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung selalu terus berupaya melakukan langkah-langkah perbaikan. Salah satunya melalui sistem rekrutmen calon hakim dengan panitia penilai rekrutmen diambil dari berbagai unsur perguruan tinggi di Indonesia.

Perbaikan juga dilakukan dalam rekrutmen calon PNS maupun sistem manajemen pendidikan dan pelatihan, pengelolaan informasi yang sangat transparan, termasuk perbaikan sistem manajemen perkara. Berhubungan dengan perbaikan sistem tersebut, Mahkamah Agung juga menyadari pentingnya fungsi pengawasan internal untuk memastikan sistem yang baik tersebut dapat dijalankan sebagaimana mestinya.

Terkait hal ini,Mahkamah Agung sudah menerapkan kebijakan keseragaman tertib administrasi, termasuk sistem manajemen perkara.Mengenai kinerja hakim, Mahkamah Agung juga sudah menerapkan sistem percepatan penanganan perkara dan mengefektifkan fungsi para ketua pengadilan tinggi untuk memantau kinerja lembaga peradilan di bawahnya di tiap provinsi dan melaporkan secara berkala kepada badan pengawasan.

Dengan pemberlakuan pelayanan satu atap empat lingkungan peradilan,Mahkamah Agung terus berbenah untuk memperbaiki sistem peradilan yang sebelumnya dapat dikatakan kurang optimal. Sebagai contoh, setelah tahun 2004, Mahkamah Agung dapat bersikap mandiri dan profesional dalam hal rekrutmen hakim, promosi dan mutasi hakim, serta pembangunan infrastruktur.

Sebelumnya, promosi dan mutasi hakim dilakukan Mahkamah Agung bekerja sama dengan Departemen Kehakiman. Pembangunan fisik dilakukan tidak oleh Mahkamah Agung, melainkan oleh Direktorat Jenderal Peradilan Umum Departemen Kehakiman. Bahkan rekrutmen calon hakim menjadi wewenang penuh Departemen Kehakiman yang secara tidak langsung menimbulkan dualisme dalam penjatuhan sanksi. Saat ini dualisme seperti itu tidak pernah terjadi lagi.

Transparansi
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) SK 144/2007 yang lalu direvisi menjadi SEMA I-144/2011 telah menunjukkan keseriusan Mahkamah Agung dalam menjalankan program reformasi birokrasi di tubuh Mahkamah Agung.Bahkan tanpa diketahui banyak pihak, Mahkamah Agung sudah menjalankan program keterbukaan informasi jauh sebelum program tersebut dicanangkan pemerintah.

Transparansi yang dimaksud meliputi, pertama, keterbukaan informasi perkara yang berada pada Mahkamah Agung danempatling-kunganperadilan di seluruh Indonesia. Kedua, keterbukaan anggaran peradilan yang dikelola langsung oleh tiap satuan kerja yang bekerja sama dengan lembaga pemerintah. Ketiga,yang tidak kalah penting adalah transparansi promosi dan mutasi hakim.

Mahkamah Agung melaksanakan kebijakan pola karier para hakim berdasarkan prestasi kinerja dan kredibilitas para hakim. Bahkan khusus calon para wakil dan para ketua pengadilan serta calon para hakim tinggi dilakukan uji kelayakan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

Ketiga program transparansi yang sudah disebutkan pada bagian sebelumnya sebenarnya dapat menjadi jawaban bagi para pihak yang selama ini begitu mudah menilai kinerja Mahkamah Agung setiap kali ada persoalan yang bersifat individual atau dilakukan oleh oknum.

Mencermati kejadian yang menimpa oknum hakim minggu lalu, tidaklah arif bila perbuatan individu/oknum menjadi sebuah kesimpulan general yang dikaitkan dengan sistem peradilan yang sedang dan akan terus dilakukan Mahkamah Agung secara institusional.

Mahkamah Agung tidak dapat memungkiri fakta bahwa hakim Syarifuddin tertangkap KPK.Namun, tidaklah juga bijaksana bila satu kejadian tersebut dijadikan sebagai gambaran umum mengenai perbaikan yang sudah dilakukan Mahkamah Agung selama ini.

Keseriusan
Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap para aparat peradilan bersungguh- sungguh dalam menjatuhkan sanksi bagi mereka yang terbukti melakukan perbuatan tercela.Pengawasan dan pemberian sanksi ini dilakukan melalui mekanisme Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

Lembaga ini bekerja sama dengan Komisi Yudisial yang dilakukan secara terbuka untuk umum dan terbuka untuk media baik cetak maupun elektronik. Mekanisme ini memang sekilas terlihat hanya sebagai proses penghukuman bagi seorang hakim yang bersalah. Namun, lebih daripada itu, dengan terlibatnya Komisi Yudisial dalam setiap pengambilan keputusan, jelas menunjukkan Mahkamah Agung tidak pernah melindungi siapa pun yang terbukti bersalah.

MKH ini juga merupakan bukti nyata telah berhasilnya program reformasi birokrasi, khususnya di bidang pengawasan dan keterbukaan informasi. Apa pun hasilnya, setiap persidangan MKH senantiasa diumumkan kepada publik dan penjatuhan sanksi juga diumumkan melalui website Mahkamah Agung secara berkala setiap tiga bulan melalui www.mahkamahagung.co.id.

Dari pelaksanaan penerimaan dan pengelolaan pengaduan yang masuk ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung sepanjang Januari–Desember 2010 terdapat 2.204 pengaduan. Kemudian setelah diteliti terdapat 806 pengaduan yang tidak layak diproses dan 1.398 pengaduan yang layak diproses.

Berikut ini adalah komposisi terakhir pengaduan yang layak diproses: masih proses telaah (192 pengaduan), diperiksa tim Badan Pengawasan (242), dijawab dengan surat (455), didelegasikan pada pengadilan tingkat banding (293), didelegasikan pada pengadilan tingkat pertama (107), delegasi internal ke panitera/sekretaris (109).

Pengembangan Kapasitas Hakim
Dengan program reformasi yang dilakukan, Mahkamah Agung saat ini menekankan pentingnya karakter hakim dalam melaksanakan tugastugas yudisial. Untuk itu, Mahkamah Agung bekerja sama dengan Lembaga Administrasi Negara mengadakan pendidikan dan pelatihan berkesinambungan untuk para calon hakim.

Kurikulum yang diselenggarakan lembaga diklat Mahkamah Agung tersebut sudah mendapatkan akreditasi dari Lembaga Administrasi Negara. Selain itu Mahkamah Agung juga bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pembinaan mental para calon hakim.

Untuk program penataan sistem manajemen sumber daya manusia, ada enam aktivitas yang menjadi objek reformasi. Pertama, asesmen kompetensi individu. Kedua, rekrutmen dan seleksi. Ketiga,membangun sistem penilaian kinerja. Keempat, mengembangkan pola pengembangan pelatihan.Kelima,memperkuat pola rotasi,mutasi,dan promosi. Keenam,memperkuat pola karier. Ketujuh, membangun database pegawai.

Dengan program reformasi yang sudah dilakukan Mahkamah Agung, terlalu dini dan tidak berdasar bagi mereka yang menyimpulkan bahwa sistem peradilan di Indonesia gagal total. Program reformasi yang sudah dan akan terus dilakukan ini hendaknya juga dapat melindungi kepentingan para pencari keadilan sehingga Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya berharap dapat menjalankan amanah undang-undang dengan sebaik-baiknya.

Untuk itu, Mahkamah Agung berharap agar seluruh pihak tidak menutup mata dan telinga,menyadari bahwa Mahkamah Agung akan menjadi garda terdepan dalam penegakan keadilan di Tanah Air.
NURHADI Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung
Tulisan ini disalin dari Koran Sindo, 16 Juni 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan