LSM PIAR Bantah Laporkan Mantan Kajati

Pengungkapan dugaan praktik pemerasan (bukan penyuapan) yang dilakukan mantan pejabat Kejati NTT terkait kasus korupsi dana kontingensi Pemkot Kupang senilai Rp 1,4 miliar terus berlanjut.

LSM PIAR (Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat) NTT akan menyerahkan testimoni ke Komisi Kejaksaan.

Kami punya testimoni adanya dugaan pemerasan yang dilakukan aparat kejaksaan, kata Koordinator PIAR-NTT Sarah Lerry Mboeik dalam surat elektroniknya kepada koran ini di Jakarta kemarin. Selain menyerahkan testimoni, Lerry juga akan melaporkan metode investigasi JAM Pengawasan Achmad Lopa yang menurut dia tidak akan dapat mengungkap dugaan pemerasan itu.

Seperti diberitakan, mantan Kajati NTT BR Pangaribuan menjadi terperiksa JAM pengawasan sehubungan dengan dugaan pemerasan dalam penanganan kasus korupsi di NTT. Lopa pernah memeriksa Pangaribuan di gedung Kejati NTT. Tapi, hingga kini belum ada hasilnya.

Pangaribuan membantah tuduhan miring itu. Mantan direktur HAM berat Kejagung itu ganti melaporkan penuduhnya ke Polresta Kupang.

Lerry sendiri membantah pernyataan bahwa dirinya yang melaporkan dugaan pemerasan itu ke Kejagung. Saya tidak pernah melaporkan ke Kejagung, katanya. Termasuk, penyebutan aktivis antikorupsi dari ICW Emerson Yuntho dan Koordinator MaPPI-FH UI (Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia/MaPPI-FH UI) Asep Rahmat Fajar selaku pelapor.

Ketika diwawancari koran ini beberapa waktu lalu, Lerry menyatakan hanya menjelaskan kronologi aksi masyarakat saat kunjungan Lopa ke Kupang. Kedatangan Lopa untuk memeriksa Pangaribuan diwarnai unjuk rasa, bahkan penyegelan gedung Kejati NTT.

Aksi tersebut, kata Lerry, dipicu surat panggilan dari Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati NTT yang diantar salah satu pegawai Kejati ke kantor PIAR untuk mencari alamat sejumlah pelapor. Pada surat itu juga terbaca bahwa isi pemanggilan untuk memberi kesaksian soal laporan terhadap B.R. Pangaribuan dan M. Sitanggang, kata Lerry.

Berdasar informasi surat tersebut, Lerry atas nama Forum Pemantau Peradilan dan Hukum (FP2H) mengadakan aksi, sekaligus ingin bertemu dengan utusan Kejagung. Aparat Kejagung datang ke Kupang karena laporan masyarakat. Praktis, kami seharusnya juga menemui mereka, kata Lerry. Namun, niat FP2H tersebut gagal, lalu terjadi penyegelan. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 29 September 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan