Laporan Dana Kampanye Dalam Pilkada Harus Jadi Prioritas
Antikorupsi.org, Jakarta, 29 September 2016 – Persoalan pendanaan kampanye dalam perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dinilai menjadi salah satu isu yang harus disoroti. Pendanaan kampanye yang berbiaya tinggi berpotensi menimbulkan korupsi yang dilakukan kepala daerah.
Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina berujar, selama ini pendanaan kampanye belum diawasi dengan baik. “Laporan dana kampanye tidak menjadi perhatian serius dari penyelenggara pemilu,” ucapnya dalam jumpa pers, di Kantor ICW, Jakarta, Kamis, 29 September 2016.
Padahal, menurutnya banyak hal yang bisa diperhatikan, seperti laporan dana kampanye yang dilaporkan tidak sesuai dengan penerimaan dan pengeluaran. Laporan yang disampaikan dianggap hanya sekedar pemenuhan administrasi.
“Laporan hanya sebagai syarat administrasi agar mereka tidak dibatalkan sebagai peserta pemilu.”
Almas juga menyoroti pernyataan Kementerian Dalam Negeri terkait tingginya biaya kampanye dalam kontestasi Pilkada.
Kementerian Dalam Negeri menyebut biaya yang dikeluarkan oleh calon kepala daerah pada Pilkada 2015 lalu. Untuk pasangan calon pada tingkat kabupaten/kota berjumlah 30 miliar rupiah, sedangkan pada tingkat Provinsi mencapai 20-100 miliar rupiah.
Biaya yang tinggi tersebut dikhawatirkan berdampak pada kepala daerah ketika menjabat. Korupsi yang dilakukan kepala daerah dapat berkorelasi dengan biaya kampanye yang tinggi.
“Apalagi pemantauan ICW juga menunjukkan tren kepala daerah yang korupsi terus meningkat. Ini jelas mengkhawatirkan,” ujarnya.
Almas lalu berharap penyelenggara pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), juga jajaran di bawahnya benar-benar memperhatikan laporan dana pemilu.
“Jangan hanya menyerahkan permasalahan dana kampanye kepada auditor saja, harus melihat laporan dana kampanye telah sesuai realitas atau tidak,” katanya.
(Egi)