Kredit Macet Bank Jateng; Kejati Kantongi Tersangka Baru

Menyusul penahanan dua tersangka dugaan korupsi Bank Jateng 22 Agustus, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jateng segera menetapkan tersangka baru. Kepala Kejati Jateng Bambang Waluyo mengatakan, sudah mengantongi nama tersangka.

Calon tersangka berasal dari Bank Jateng Unit Syariah Solo dan Unit Syariah Semarang.
''Jumlahnya bisa dua tersangka atau lebih, kami tidak bisa sebutkan sekarang demi kelancaran proses. Tapi kami pastikan akan tetapkan tersangka pekan depan, saat ini sedang dibereskan administrasinya," kata Bambang Waluyo, Jumat (30/9).

Pada Agustus 2011, tiga inisial pejabat Bank Jateng yakni S, T, dan H pernah diajukan ke Kejati untuk disidik oleh penasehat hukum Bank Jateng, Boyamin Saiman.
Kasus korupsi dengan modus kredit di lingkungan Bank Jateng itu terjadi di tiga tempat, yakni Unit Syariah Solo, Semarang, dan Bank Jateng Cabang Semarang.

"Untuk kasus yang ada di Bank Jateng Cabang Semarang, kami sedang melakukan pendalaman," imbuh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus), Ali Mukartono mendampingi Kajati.
Pada Selasa (27/9), lima saksi dari Unit Syariah Solo diperiksa. Sementara Rabu (28/9), dokumen dari unit Syariah Solo berhasil disita Kejati. "Tim kami terjun ke Solo untuk menyita langsung. Sementara untuk pemeriksaan saksi, dilakukan di kantor Kejati," lanjut Ali.

Sebelumnya, Kejati menahan dua nasabah Bank Jateng, Priyantono Jarot Nugroho dan Yanuelva Etliana alias Eva. Diketahui, Jarot adalah mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng. Sementara Eva adalah nasabah Bank Jateng unit syariah yang diduga menjadi broker kredit tersebut.

Jaminan SPP
Keduanya diduga mengajukan kredit di Bank Jateng dengan jaminan surat perjanjian pekerjaan (SPP) dan surat perintah mulai kerja (SMPK) dari beberapa instansi pemerintah, seperti BPBD Jateng, Dinas Cipta Karya, Tata Ruang Jateng (Kimtaru), OTDA Kota Semarang serta Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Semarang. Belakangan diketaui SPP dan SPMK itu fiktif.

Kedua nasabah itu diduga bekerja sama dengan pejabat internal Bank Jateng, hingga terbit SPP fiktif. Namun setelah cair kewajiban pelunasan tidak dilakukan.
Praktik korupsi ini berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 37 miliar. Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng, Mochtar Husein mengaku telah menurunkan tim auditor untuk memastikan kerugian negara itu.
"Tim kami sudah masuk pada penghitungan kerugian di Bank Jateng Cabang Semarang. Tapi untuk Bank Jateng Unit Syariah Semarang, kami masih menunggu data yang diajukan Kejati," terang Mochtar dihubungi semalam.
Dugaan korupsi di tiga tempat tersebut sudah digelar oleh Kejati bersama BPKP. Namun hingga kini BPKP mengaku belum menerima permohonan audit untuk Bank Jateng Unit Syariah Solo. (ana-71)
Sumber: Suara Merdeka, 3 Oktober 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan