KPU Tolak Investigasi Dana Kampanye Fiktif [06/08/04]

Komisi Pemilihan Umum menolak melakukan audit investigatif terhadap dugaan adanya para penyumbang fiktif dana kampanye dua calon presiden yang lolos ke pemilihan presiden putaran kedua. Sebab, audit dana kampanye telah dilakukan lima kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.

Menurut anggota KPU Mulyana W. Kusumah, penunjukan auditor itu sudah memenuhi prosedur yang disepakati, merujuk kepada Surat Keputusan KPU Nomor 30 Tahun 2004 dan SK KPU Nomor 636 Tahun 2003 tentang dana kampanye. KPU melihat laporan kelima pasangan capres sudah sesuai prosedur, kata Mulyana kemarin.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch, Transparency International Indonesia, dan Auditor Watch meminta KPU melakukan audit investigatif. Sebab, dari daftar penyumbang dana kampanye yang diterbitkan tim sukses masing-masing capres, patut diduga adanya para penyumbang fiktif.

Penyumbang dianggap fiktif antara lain karena ada penyumbang yang setelah dicek ternyata mengaku tak pernah menyumbang, atau alamat dalam daftar tak sesuai dengan namanya.

Ketiga lembaga swadaya masyarakat itu telah menyampaikan temuan mereka ke Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Pusat, Selasa lalu. Atas temuannya itu, mereka meminta KPU membatalkan pencalonan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dan Megawati-Hasyim Muzadi sebagai capres.

Menurut Mulyana, KPU menolak permintaan tersebut. Pembatalan pasangan baru dapat dilakukan jika sudah ada pembuktian kesalahan pidana melalui pengadilan. Jika tidak melalui proses pidana, kata mantan Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu itu, dipastikan tidak akan ada pembatalan calon.

Pasal 45 UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang pemilihan presiden memang mengatur pembatalan calon jika sumber dana kampanye kandidat terbukti fiktif. Menurut ayat dua, Mulyana menjelaskan lebih lanjut, temuan itu harus dilaporkan ke KPU dalam 14 hari.

Pasal itu juga mengatur, jika dana itu tidak dikembalikan, baru dikenakan pasal pidana. Bila terbukti, berdasarkan ayat 4 pasal itu, pembatalan calon baru bisa dilakukan.

Soal pernyataan Ikatan Akuntansi Indonesia bahwa dari lima kantor akuntan publik yang mengaudit dana kampanye kelima pasangan capres, hanya dua yang sudah mengikuti sosialisasi, Mulyana berdalih, KPU hanya memilih berdasarkan daftar yang ditentukan IAI. Dia mengaku tak tahu kantor mana yang sudah mengikuti sosialisasi. Apalagi, IAI tidak melayangkan surat keberatan atas penunjukan kantor akuntan publik itu sehingga KPU menganggap tidak ada masalah. istiqomatul hayati

Sumber: Koran Tempo, 6 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan