KPPU Hukum Pemenang Proyek Tinta KPU

Auditor BPK menyatakan ada kejanggalan dalam pengadaan kotak suara.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha menemukan praktek kolusi antara panitia pengadaan dan pemenang tender tinta sidik jari Pemilu 2004 yang merugikan negara Rp 2,159 miliar. Majelis komisi yang diketuai Soy M. Pardede dalam sidang kemarin menghukum empat perusahaan pemenang tender membayar ganti rugi secara tanggung renteng.

Keempat perusahaan itu, yakni PT Mustika Indra Mas, PT Fulcomas Jaya, PT Lina Permai Sakti, dan PT Wahgo Internasional. Majelis komisi juga menyarankan agar Ketua Panitia Pengadaan Tinta Komisi Pemilihan Umum Rusadi Kantaprawira dan anggotanya RM Purba diperiksa oleh penyidik dan atasannya.

Menurut majelis, praktek kolusi antara panitia pengadaan tinta dan pemenang tender dilakukan sejak pelelangan belum dimulai. Panitia pengadaan, menurut majelis, juga meloloskan dua dari delapan peserta lelang yang tidak memenuhi persyaratan kualifikasi. Pemenang lelang PT Mustika Indra Mas tidak memenuhi syarat karena tidak memiliki pengalaman kerja, sedang PT Tricipta Adimandiri memasukkan pengalaman kerja perusahaan lain.

Pada saat penentuan pemenang, panitia meminta dokumen angka pengenal impor (API) sebagai persyaratan bagi peserta. Persyaratan itu, kata Pardede, untuk memenangkan empat konsorsium, yakni PT Mustika Indra Mas, PT Fulcomas Jaya, PT Wahgo Internasional, dan PT Lina Permai Sakti.

Setelah ditunjuk sebagai pemenang, keempat perusahaan sepakat membiayai perjalanan tiga pejabat KPU--Rusadi Kantaprawira, A. Royadi, dan Suharso--ke India. PT Mustika Indra Mas bahkan memberikan uang Rp 400 juta sebagai tanda terima kasih kepada KPU.

Rusadi yang hadir dalam pembacaan putusan itu menggeleng-gelengkan kepala. Ada yang tidak benar. Mereka tidak paham, kata dia tanpa menjelaskan letak ketidakakuratan putusan itu.

Suresh G. Vaswani, Direktur Utama PT Wahgo Internasional yang juga hadir, menyatakan akan mengajukan banding.

Secara terpisah, auditor Badan Pemeriksa Keuangan Khairiansyah Salman menyatakan, terdapat beberapa kejanggalan dalam proses pengadaan kotak suara Pemilu 2004. Kejanggalan pada penunjukan PT SIP (Survindo Indah Perkasa) yang tidak memiliki mesin tapi ditunjuk untuk memproduksi kotak suara, kata dia saat menjadi saksi sidang kasus penyuapan dengan terdakwa anggota KPU Mulyana W. Kusumah di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Kejanggalan lain yang ia sebutkan, yakni penggelembungan harga sebesar Rp 20 ribu per kotak suara untuk 2 juta kotak suara dan aliran dana ke Komisi Pemilihan Umum dari PT SIP sebesar Rp 4,94 miliar dengan dalih biaya entertain dan management fee.

Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin memeriksa Chusnul Mar'iyah, anggota KPU dan Ketua Divisi Logistik Pemilu 2004, terkait kasus korupsi di KPU. Namun, ia tidak mau berkomentar. EDY CAN | IBNU | JOJO | ANTON

Sumber: Koran Tempo, 12 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan