KPK Pelajari Motif Nazaruddin
Keputusan Demokrat Sudah Final
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengakui kedatangan Ketua Makamah Konstitusi (MK) Mahfud MD ke KPK, Selasa (24/5), untuk melaporkan pemberian uang oleh politikus Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke Sekjen MK Djanedri M Gaffar. ”Ya, terkait (pemberian) Nazaruddin itu,” ujar Busyro tanpa memperinci detail pembicaraan.
Wakil Ketua KPK M Jasin juga mengakui pertemuan dengan Mahfud MD dan Sekjen MK terkait pengembalian uang yang diterima dari Nazaruddin. ’’Cerita mengenai kronologinya. Sebagai penegak hukum, kami tidak hanya sekadar menerima informasi tersebut tetapi akan melakukan pengkajian. KPK akan mendalami pemberian Nazarudin ke Sekjen MK. Artinya pemberian dari Nazaruddin kepada Sekjen apakah ada motifnya,’’ kata Jasin.
Sementara itu, Ketua MK Mahfud MD yang biasanya blak-blakan tiba-tiba bungkam usai bertemu dengan pimpinan KPK. Dia enggan menceritakan yang dibahas dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu.
Kedatangan Mahfud yang didampingi Sekjen MK Djanedri M Gaffar ke KPK tentu bukan hal yang biasa. Apalagi, belum lama ini Mahfud mengungkapkan Nazarudin saat masih menjabat Bendahara Umum DPP Partai Demokrat pernah memberikan uang 120 ribu dolar Singapura kepada Sekjen MK.
Meski dihujani pertanyaan wartawan yang telah menunggu pertemuan tersebut, Mahfud tetap diam. Sesekali dia hanya tersenyum dan menyatakan kedatangannya ke KPK hanya berdiskusi biasa dengan pimpinan KPK.
”Diskusi, pokoknya gitu saja. Diskusi pemberantasan korupsi terkait semua hal,” kata Mahfud. Djanedri juga tidak banyakberkomentar soal pertemuan tersebut. ”Tanya sama Bapak (Mahfud) saja ya,” kata Janedri sambil memberikan salam tabik kepada wartawan.
Hingga kedua petinggi MK tersebut meninggalkan gedung KPK, tidak ada penjelasan kepada wartawan soal kepastian laporan pemberian uang dari Nazaruddin. Pimpinan DPR Persilakan
Pemeriksaan Nazaruddin
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengungkapkan bahwa pimpinan DPR tidak mempunyai pilihan lain kecuali mempersilakan Badan Kehormatan (BK) DPR untuk memeriksa Muhammad Nazaruddin, anggota Komisi VII yang juga mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat.
Menurut dia, keputusan pemberhentian Nazaruddin sebagai bendahara umum merupakan persoalan internal Demokrat. Namun karena persoalan tersebut sudah menjadi domain publik yang luar biasa, secara langsung maupun tidak mempengaruhi DPR secara kelembagaan.
’’Kemarin BK sudah minta persetujuan pimpinan untuk menindaklanjuti dan melakukan pemeriksaan pada yang bersangkutan. Kamis (26/5), pimpinan akan menerima BK, dan kami tidak punya pilihan lain kecuali mempersilakan BK melakukan pemeriksaan,’’ kata Pramono di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/5).
Politikus dari PDIP ini menegaskan, tugas BK dalam memeriksa Nazaruddin harus dibedakan dengan pemeriksaan yang menjadi ranah hukum. Sebab, BK hanya memeriksa hal yang berkaitan dengan pelanggaran etika yang dilakukan anggota DPR, sesuai kewenangan yang diberikan.
’’Jadi, di-recall atau tidak itu bukan urusan BK. Itu kewenangan partai, tapi biasanya setelah terbukti melalui proses hukum di pengadilan,’’ kata Pramono.
Sebelumnya, rapat pleno BK, Kamis (19/5) pekan lalu, memutuskan bahwa BK akan melakukan konsultasi lebih dahulu dengan pimpinan DPR sebelum memanggil dan memeriksa Nazaruddin dan Angelina Sondakh.
Sementara itu, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan nasib Nazaruddin sebagai anggota DPR memang akan dibicarakan dalam rapat pimpinan DPR. Namun, dia menegaskan bahwa pada dasarnya masalah Nazaruddin urusan internal Partai Demokrat.
’’Pokoknya ini urusan internal Demokrat dan ini juga domainnya DPP. Kita di Dewan Pembina akan mencoba untuk berkomunikasi dengan DPP bagaimana sebaiknya,’’ ujar Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini.
Juru bicara DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul menegaskan, keputusan Dewan Kehormatan harus dihormati oleh siapapun, termasuk Nazaruddin. Kendati demikian, dia mempersilakan Nazaruddin untuk membongkar korupsi kader-kader Demokrat yang lain jika memang ada fakta dan bukti hukumnya.
’’Karena kami memang tidak akan melindungi, menutup-nutupi siapa pun yang ada kaitan dengan korupsi. Jadi, silahkan saja kalau Nazar berniat mengungkap,’’ katanya.
Namun, dia mengingatkan agar Nazaruddin melakukannya untuk tujuan yang baik, bukan sekadar fitnah kepada kader lain. ’’Saya pesan, jangan lakukan fitnah dan pembunuhan karakter. Kami memang harus bersihkan semua,’’ tegas Ruhut.
Sementara itu, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, menyatakan, keputusan Dewan Kehormatan memberhentikan Nazaruddin dari jabatannya sebagai Bendara Umum sudah final dan tidak untuk dipertanyakan.
’’Di Dewan Kehormatan itu kan juga ada Ketua Umum Anas Urbaningrum. Jadi, DPP tidak perlu melakukan langkah lanjutan. Keputusan itu sudah final dan sesuai AD/ART partai,’’ katanya.
Menurut dia, DPP tinggal melaksanakan keputusan Dewan Kehormatan tersebut. Sebab, keputusan itu sudah dibuat dengan proporsional dan profesional. ’’Kasus Nazaruddin membuat Demokrat menjadi headline di berbagai media, dan mendapat serangan gencar. Hal itu membebani partai, dan itu tidak bagus,’’ tandasnya.
Anggota Komisi II DPR ini menambahkan, Nazaruddin juga tidak perlu merasa terzalimi dengan keputusan Dewan Kehormatan, karena keputusan tersebut justru efektif untuk menangkis serangan politik terhadap Demokrat. ’’Baik Demokrat maupun Nazaruddin sama-sama diuntungkan,’’ jelas Pohan.
Dia menyatakan, pencopotan Nazaruddin dari jabatannya sebagai Bendahara Umum bukan akhir dari segalanya, mengingat karir politik Nazaruddin masih panjang dan dapat diselamatkan. ’’Dia masih muda, masih 33 tahun. Perjalanan politiknya masih panjang. Keberhasilannya dipilih konstituen untuk duduk di DPR membuktikan bahwa dia memiliki prestasi tersendiri,’’ ujarnya.
Pemulihan Citra
Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Hendardi menilai rekomendasi Dewan Kehormatan Partai Demokrat mencopot Nazaruddin dari Bendahara Umum DPP hanya upaya pemulihan citra parpol. Rekomendasi tersebut tak lebih dari bentuk cuci tangan elit partai pemilik mayoritas kursi DPR itu. ’’Ini adalah cuci tangan elit partai saja’’ katanya.
Menurut dia, Anas Urbaningrum dan Sulilo Bambang Yudhoyono tidak bisa cuci tangan begitu saja seolah-olah dengan tindakan terhadap Nazaruddin ini partainya sudah bersih. ’’Publik sudah terlanjur tidak percaya dengan upaya pemberantasan korupsi yang diprakarsai para elit politik,’’ tambah Hendardi.
Dia menambahkan, publik terlanjur menduga kuat adanya keterlibatan elit Demokrat lainnya, karena korupsi politik hampir tidak mungkin hanya dilakukan seorang diri. ’’Selain memang seharusnya Nazaruddin diberhentikan, dia juga menjadi tumbal bagi pemulihan citra Demokrat. Oleh karena itu penyelidikan nantinya jangan hanya kepada Nazaruddin saja,’’ katanya.
Sementara itu, Sekjen Mahkamah Konstitusi, Janedri M Gaffar, enggan berkomentar seputar tuduhan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhamad Nazaruddin, yang mengatakan keterlibatannya dalam permainan proyek pengadaan barang dan jasa di MK. ’’Nggak ada, ngga ada (tanggapan) seperti itu, coba tanya Pak Mahfud,’’ ujar Janedri usai pertemuan pimpinan Lembaga Negara di Kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Dia berjanji setelah semuanya selesai akan menjelaskan masalah tersebut. ’’Insya Allah,’’ katanya.(J13,J22,K32,F4,D3-25,35)
Sumber: Suara Merdeka, 25 Mei 2011