KPK Kembali OTT Oknum Pengadilan

Era Kepemipinan Hatta Ali 20 Hakim Terjerat Korupsi

Dunia peradilan kembali dirundung awan gelap. Satu orang Hakim serta pihak swasta dan juga seorang pengacara ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga terlibat praktik korupsi di lingkungan Pengadilan Negeri Balikpapan (4/5). Pihak-pihak yang terjaring operasi tangkap tangan itu diduga terkait dengan upaya memenangkan sebuah perkara yang sedang disidangkan pada pengadilan tersebut. Tentu ini semakin menguatkan kesimpulan bahwa ada persoalan serius dalam konteks pengawasan di lingkungan Mahkamah Agung.

Peristiwa tertangkapnya Hakim karena rasuah bukan kali pertama terjadi. ICW mencatat pada era kepemimpinan Hatta Ali, Ketua Mahkamah Agung, setidaknya sudah ada 20 orang Hakim yang terlibat praktik korupsi. Padahal di lain hal regulasi yang mengatur pengawasan pada lingkungan MA telah tertuang secara jelas dalam Peraturan Mahkamah Agung No 8 Tahun 2018. Untuk itu maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa implentasi dari regulasi tersebut telah gagal dijalankan di lingkup pengadilan.
 
Kejadian ini harusnya menjadi bahan refleksi yang serius bagi dua institusi pengawas hakim, yakni Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial. Tertangkapnya Hakim karena tersangkut kasus korupsi mengkonfirmasi sistem pengawasan yang belum berjalan secara optimal. Kedepan dua lembaga tersebut penting untuk merumuskan ulang grand design pengawasan, bahkan jika diperlukan dapat melibatkan KPK sebagai pihak eksternal.
 
Sebelumnya ICW sempat memetakan pola korupsi yang terjadi di sektor pengadilan. Setidaknya ada 3 (tiga) tahapan. Pertama, saat mendaftarkan perkara. Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah dalam bentuk permintaan uang jasa. Ini dimaksudkan agar salah satu pihak mendapatkan nomor perkara lebih awal lalu oknum di pengadilan mengiming-imingi dapat mengatur perkara tersebut.
 
Kedua, tahap sebelum persidangan. Korupsi pada tahap ini adalah untuk menentukan majelis hakim yang dikenal dapat mengatur putusan. Ketiga, saat persidangan. Modus ini yang paling sering dilakukan, caranya dengan menyuap para Hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak. Gambaran pola tersebut patut untuk dijadikan perhatian bersama agar kedepan tidak ada lagi pihak yang menambah catatan kelam dunia pengadilan Indonesia.
 
Seorang Hakim yang terlibat kasus korupsi sebenarnya tidak hanya bersinggungan pada regulasi hukum saja, akan tetapi juga melanggar kode etik. Jelas disebutkan pada Pasal 12 huruf c UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa seorang Hakim yang menerima hadiah atau janji untuk mempengaruhi sebuah putusan diancam dengan pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar. Selain itu Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim telah menegaskan bahwa Hakim tidak boleh meminta atau menerima pemberian atau fasilitas dari advokat ataupun pihak yang sedang diadili.
 
Terakhir yang patut menjadi sorotan juga adalah terkait dengan tingkat kepercayaan publik pada lembaga pengadilan. Sudah barang tentu dengan penindakan yang dilakukan KPK terhadap oknum Hakim di Pengadilan Negeri Balikpapan akan semakin meruntuhkan citra pengadilan di mata masyarakat. Sebelumnya hal ini terbukti dengan rilis survei yang dikeluarkan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2018 lalu yang menempatkan sektor pengadilan pada tiga urutan terbawah dalam lembaga rawan terjadi korupsi.
 
Atas kejadian ini maka Indonesia Corruption Watch (ICW) menuntut:
 
1. Hatta Ali mengundurkan diri sebagai Ketua Mahkamah Agung karena dinilai telah gagal untuk menciptakan lingkungan pengadilan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi;
2. Badan Pengawas Mahkamah Agung melibatkan Komisi Yudisial serta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pembenahan lingkungan pengadilan agar terbebas dari praktik korupsi;
 
Jakarta, 4 Mei 2019
Indonesia Corruption Watch
 

Daftar Hakim yang Tersangkut Kasus Korupsi di Era Kepemimpinan Hatta Ali (2012-2019)






No

Nama

Jabatan

Perkara

Tahun

1

Kartini Marpaung

Hakim ad hoc Tipikor PN Semarang

Diduga menerima pemberian atau janji berupa uang tunai Rp 150 juta. Uang tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi hasil persidangan kasus dugaan korupsi biaya perawatan mobil dinas Kabupaten Grobogan yang melibatkan ketua DPRD Kabupaten Grobogan nonaktif, M Yaeni. Uang itu diterima melalui adik M Yaeni, Sri Dartutik.

2012

2

Heru Kisbandono

hakim ad hoc Tipikor Pontianak

Untuk mempengaruhi hasil persidangan kasus dugaan korupsi biaya perawatan mobil dinas Kabupaten Grobogan yang melibatkan ketua DPRD Kabupaten Grobogan nonaktif, M Yaeni. Uang itu diterima melalui adik M Yaeni, Sri Dartutik.

2012

3

Pragsono

Hakim Pengadilan Tipikor Semarang

Uang suap tersebut diduga untuk memengaruhi putusan terkait penanganan perkara korupsi pemeliharaan mobil dinas di DPRD Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, yang menjerat Ketua DPRD Grobogan M Yaeni.

2013

4

Asmadinata

Hakim ad hoc Tipikor PN Palu

Majelis Kehormatan Hakim yang digelar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memutuskan memecat Hakim Asmadinata. Dia dinilai telah melakukan pelanggaran berat atas perbuatan tercela menerima suap

2013

5

Setyabudi Tejocahyono

Wakil Ketua PN Bandung

menerima suap Rp 150 juta. Diduga uang yang diterima Hakim Setya dari Asep ini berkaitan dengan dugaan suap bantuan sosial (Bansos) di Bandung.

2013

6

Ramlan Comel

Hakim ad hoc Tipikor Bandung

suap penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung

2014

7

Pasti Serefina Sinaga

Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat

suap penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemerintah Kota Bandung

2014

8

Amir Fauzi

Hakim PTUN Medan

Diduga menerima Suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos medan tahun 2015

2015

9

Dermawan Ginting

Hakim PTUN Medan

Diduga menerima Suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos medan tahun 2015

2015

10

Tripeni Irianto Putro

Ketua PTUN Medan

Diduga menerima Suap dari pengacara OC Kaligis dalam perkara PTUN tentang korupsi bansos medan tahun 2015

2015

11

Janner Purba

Ketua PN Kepahiang

Suap terkait perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus di Bengkulu.

2016

12

Toton

Hakim PN Kota Bengkulu

Suap terkait perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M Yunus di Bengkulu.

2016

13

Dewi Suryana

Hakim PN Tipikor Bengkulu

diduga menerima suap sebesar Rp 125 juta untuk meringankan putusan terhadap Wilson selaku Pelaksana Tugas kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Kota Bengkulu.

2017

14

Sudiwardono

Ketua PT Sulawesi Utara

Diduga pemberian uang terkait dengan penanganan perkara banding dengan terdakwa Marlina Mona Siahaan selaku Bupati kabupaten Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2015 untuk mempengaruhi putusan banding dalam perkara tersebut serta agar penahanan terhadap terdakwa tidak dilakukan

2017

15

Merry Purba

Hakim ad hoc PN Medan

diduga menerima total 280 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 3 miliar) terkait putusan perkara tindak pidana korupsi No perkara 33/pid.sus/TPK/2018/PN.Mdn dengan terdakwa Tamin Sukardi yang ditangani Pengadilan Tipikor pada PN Medan.

2018

16

Wahyu Widya Nurfitri

Hakim PN Tangerang

Suap terkait gugatan perdata wanprestasi

2018

17

Iswahyu Widodo

Hakim PN Jakarta Selatan

Diduga menerima suap terkait penanganan perkara perdata di PN Jakarta Selatan

2018

18

Irwan

Hakim PN Jakarta Selatan

Diduga menerima suap terkait penanganan perkara perdata di PN Jakarta Selatan

2018

19

Lasito

Hakim PN Semarang

Dugaan kasus suap yang melibatkan Bupati Jepara

2018

20

Kayat

Hakim PN Balikpapan

Dugaan kasus suap yang terkait dengan penanganan sebuah perkara agar pihak terkait dimenangkan pada saat pembacaan putusan

2019

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan

 

Tags