KPK Dianggap Lemah dalam Penanganan Kasus Bank Century

Komisi III Kritik Tempat Pemeriksaan Wapres Boediono dan Sri Mulyani

Hujan kritik mengalir deras ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga antikorupsi itu dianggap lemah dalam penanganan kasus Bank Century. Salah satunya, keputusan KPK soal rencana pemeriksaan Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani di kantor masing-masing hari ini.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan anggota Komisi III DPR kemarin, institusi superbodi itu dituntut memberlakukan asas persamaan hukum (equality before the law) kepada Boediono dab Sri Mulyani.

''Sebelum ini, KPK tegas, berani menangkap Burhanuddin Abdullah (eks gubernur Bank Indonesia) dan Aulia Pohan yang kita tahu sekali beliau siapa. Tapi, saya terganggu dengan opini masyarakat terkait dengan pemeriksaan Sri Mulyani dan Boediono di luar gedung KPK," Bambang Soesatyo, anggota Fraksi Golkar, di gedung parlemen, Senayan, kemarin.

Anggota komisi hukum lain, Syarifuddin Suding dari Fraksi Hanura, mempertanyakan lokasi pemeriksaan Boediono-Sri Mulyani yang dinilai pilih kasih. ''Menurut UU No 30 Tahun 2002, KPK adalah lembaga independen yang bebas dari campur tangan pihak lain. Sesuai dengan asas persamaan hukum, siapa pun sama di mata hukum, termasuk Sri Mulyani dan Boediono," papar Syarifuddin.

Sebelumnya, menurut keterangan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Mochammad Jasin, Sri Mulyani akan dimintai keterangan tim penyelidik KPK di kantornya, Kementerian Keuangan. Sedangkan Wapres Boediono diperiksa di Istana Wakil Presiden. Pemeriksaan keduanya dilakukan bersamaan, yakni hari ini.

KPK mengirimkan surat pemanggilan kepada Boediono dan Sri Mulyani pada Senin lalu (26/4). Namun, lembaga antikorupsi itu baru mendapat respons dari keduanya kemarin. Kedua pejabat itu berasalan sibuk. Karena itu, mereka tidak bisa diperiksa di gedung KPK.

Secara terpisah, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menuding KPK telah menurunkan standar independensinya. Hal itu membuat lembaga superbodi tersebut gagal memegang mandat yang diberikan oleh rakyat.

''Dulu KPK dibentuk karena ketidakpercayaan rakyat pada penegak hukum yang ada, yakni polisi dan jaksa. Kita bentuk dan kita beri kewenangan khusus. Kalau sekarang seperti ini, berarti KPK telah gagal,'' kata Akil di gedung MK kemarin (28/4).

Mantan pimpinan Komisi III (bidang hukum) DPR itu menilai KPK telah memberikan perlakuan istimewa terhadap Boediono dan Sri Mulyani. KPK tak lagi menetapkan asas equality before the law alias persamaan di depan hukum. Independensi KPK, kata Akil, layak dipertanyakan. ''Salah satu ciri penegakan hukum yang benar adalah fairness. Yakni, memperlakukan sama setiap orang. KPK telah memberikan privilege, hak-hak istimewa,'' katanya.

Sikap KPK itu, kata Akil, bakal berimbas buruk. Mereka yang diperiksa KPK akan meminta model pemeriksaan yang sama. Yakni, mereka tidak mau mendatangi KPK dengan alasan sibuk atau lainnya yang dibuat-buat. ''Artinya, besok-besok banyak yang minta. Saya sakit perut nih, tolong you datang ya. Saya nggak bisa ke KPK,'' ujar mantan politikus Partai Golkar ini.

Kalau KPK terus seperti itu, kata Akil, apa perbedaan KPK dengan lembaga penegak hukum yang lain. ''Kalau dalam posisi seperti ini, buat apa ada KPK? KPK telah menurunkan standar-standarnya sendiri,'' ujarnya.

Alasan pimpinan KPK M. Jasin bahwa Wapres Boediono adalah simbol negara juga dibantah Akil. Menurut dia, tidak ada ketentuan undang-undang yang mengharuskan simbol negara diperlakukan spesial dalam kasus hukum.

Lagi pula, kata Akil, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru pernah memberikan contoh konkret saat melapor ke Polda Metro Jaya terkait dengan pernyataan Zainal Maarif ketika masih aktif di Partai Bintang Reformasi (PBR). Ketika itu Zainal mengatakan bahwa SBY pernah menikah sebelum masuk Akabri.

Presiden kemudian datang langsung melapor ke Polda Metro. ''Apa ada problem presiden tidak bisa melakukan itu? Presiden saja bisa (mengikuti proses hukum sebagaimana rakyat biasa lainnya). Apa pernah ada pernyataan presiden sibuk,'' katanya.

Menanggapi kritik tajam anggota dewan, Jasin bersikukuh bahwa semua dilakukan sesuai dengan prosedur. Menurut pasal 25 ayat 2 UU KPK, lembaga superbodi tersebut berhak melakukan ketentuan yang bisa mendukung pemeriksaan terhadap terperiksa yang status kasusnya masih dalam tahap penyelidikan. ''Kami hanya menjunjung asas fleksibilitas, tapi yang penting tetap substansi," ujarnya.

Di samping itu, lanjut Jasin, soal lokasi pemeriksaan yang berada di luar gedung KPK, itu bukan yang pertama. Sebelum ini KPK kerap melakukan hal serupa. ''Kita pernah memanggil wakil wali kota Medan, dan beliau diperiksa di kantornya," imbuh Jasin.

Pernyataan Jasin itu diperkuat Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Chandra Marta Hamzah. Dia menuturkan, dalam tahap penyelidikan, KPK tidak bisa melakukan upaya proyustisia. ''Kami tidak bisa melakukan upaya paksa dalam tahap penyelidikan," tegasnya. Chandra juga menuturkan, pemeriksaan terkait dengan kasus Bank Century juga kerap dilakukan di luar gedung KPK.

''Kami telah meminta keterangan pejabat lembaga penjamin simpanan (LPS). Kami juga memeriksa gubernur BI di kantor BI. Pejabat Bank Century juga diperiksa di kantor mereka. Kami juga pernah memeriksa pejabat Bank Indonesia di Washington DC. Jadi, sudah banyak contohnya," urainya.

Sementara itu, Menkeu Sri Mul­yani Indrawati masih bisa berse­loroh dalam menyikapi peme­riksaan KPK hari ini (29/4). "Ya, pakai baju baru saja," can­danya di sela Musrenbangnas 2010 di Hotel Bidakara, Jakarta, kemarin.

Hari ini mantan ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu diperiksa KPK terkait dengan kebijakan bailout Bank Century pada September 2008.

Ibu tiga anak tersebut kemarin baru kembali dari Washington, Amerika Serikat. Di negeri itu, dia menghadiri pertemuan Bank Dunia dan G-20. Dia menyatakan belum mengetahui jam peme­riksaan terhadap dirinya. "Saya baru saja mendarat. Nanti, saya lihat dulu jamnya," ucap mantan direktur eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) wilayah Asia Tenggara dan Pasifik tersebut.

Apakah sudah menyiapkan ja­waban untuk KPK? "Ya lihat du­lu pertanyaannya. Kan baru be­sok (hari ini, Red). Kalau sudah ada pertanyaan, nanti saya jawab lagi pertanyaan kalian (wartawan, Red). Kalau sekarang, kan mereka-reka," tutur Sri Mulyani.

Sedangkan Wapres Boediono masih beraktivitas seperti biasa. Dia kemarin pagi membuka ek­shibisi dan Konferensi Perbankan Asia Pasifik (Apconex) 2010 di Jakarta Convention Center (JCC). Sorenya, dia berdialog dengan pa­ra kepala daerah dalam Mus­ren­bangnas 2010 di Hotel Bidakara. (ken/aga/sof/c2/c11/dwi/iro)
 
Sumber: Jawa Pos, 29 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan