KPK dan Pemberantasan Korupsi

Pada talkshow SINDO Radio bertajuk ”KPK, Sesuatu banget”, Sabtu (8/10) lalu, salah seorang panelis, Nudirman Munir dari Fraksi Partai Golkar,memberikan dua contoh kasus korupsi yang amat kontras.

Pertama, kasus pengadilan atas mantan menteri kelautan dan perikanan masa Kabinet Megawati Soekarnoputri, Rokhmin Dahuri, yang divonis bersalah dan masuk penjara. Namun, hingga kini mereka yang menerima uang sumbangan dari Rokhmin tidak pernah diperiksa, diadili, atau diputus oleh pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).

Kedua, dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom, para anggota DPR yang menerima traveller’s cheques (cek perjalanan) diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), diadili di pengadilan tipikor, dan dijatuhi hukuman penjara. Namun, hingga kini pemberi cek belum tertangkap dan masih buron di luar negeri. Di sini menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan KPK terkait dengan dua kasus tersebut.

Kita semua tahu,dua kasus tersebut tersangkut mereka- mereka yang dekat dengan kekuasaan atau bahkan mereka yang pernah atau masih memiliki kekuasaan di negeri ini.Rokhmin antara lain dituduh memberikan bantuan dana pemilihan umum kepada tim-tim sukses para calon presiden dan/atau wakil presiden menjelang Pemilu Presiden 2004. Selain itu, dia juga memberikan bantuan dana kepada tokoh-tokoh politik dari berbagai partai politik.

Dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, orang yang diduga menyampaikan traveller’s cheques tersebut adalah Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun yang kini menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Nunun tentunya tidak menggunakan uang perusahaan atau uang pribadinya untuk melapangkan jalan bagi terpilihnya Miranda Goeltom.

Bukan mustahil uang itu diberikan oleh pengusaha yang memiliki kepentingan dengan Bank Indonesia, atau yang dekat dengan kekuasaan. Polemik terjadi ketika Nudirman Munir tanpa rasa takut sedikit pun juga menyatakan bahwa KPK jangan tebang pilih. Berbagai kasus seperti skandal bailout Bank Century, kasus mafia pajak, rekening gendut para perwira tinggi Polri harus juga dituntaskan oleh KPK.

Ketika ditanya apakah Nudirman Munir tidak khawatir jika penyelesaian kasus mafia pajak akan menyentuh tokoh di dalam partainya, dengan gagah berani dia menyatakan bahwa segalanya harus terang benderang dan diselesaikan seadil-adilnya. Satu hal yang juga menarik pada polemik di SINDO Radio itu, Nudirman Munir juga mempertanyakan mengapa ada anggota parlemen dari Amerika Serikat (AS) yang hadir saat voting di Sidang Paripurna DPR terkait mafia pajak.

Kedatangan mereka, dalam pandangan Nudirman Munir, mengacaukan konstelasi politik akibat ”intervensi asing”.Pertanyaannya,apakah ini terkait dengan persoalan pajak yang belum dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan migas AS yang melakukan kontrak karya di Indonesia? Ucapan-ucapan Nudirman Munir agar KPK diperkuat kewenangannya, bahkan harus diberikan hak imunitas, semakin menarik bukan saja karena dia adalah Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR, melainkan juga karena dia berasal dari Partai Golkar, partai nomor dua terbesar kursinya di DPR saat ini yang juga tidak luput dari kasus-kasus korupsi.

Pandangan Nudirman Munir mirip dengan pandangan Bambang Soesatyo, anggota Badan Anggaran dari Partai Golkar, khususnya soal penyelesaian kasus Bank Century dan korupsi di Badan Anggaran DPR. Sementara kita tahu bahwa ada juga anggota-anggota DPR dari partai lain yang justru menggebu-gebu ingin mengerdilkan KPK atau bahkan membubarkan KPK, seperti pernyataan-pernyataan Fahri Hamzah dari PKS yang partainya selama ini menyebut dirinya partai bersih, putih, dan antikorupsi.

Kita tidak tahu apakah pandangan-pandangan para anggota DPR itu mewakili pribadinya atau partainya. Namun, jika semakin banyak anggota DPR mendukung pemberantasan korupsi, termasuk yang dilakukan oleh temanteman separtainya atau dari partai lain, mudah-mudahan ini bukan bagian ”politik pencitraan” dari partai-partai politik itu, melainkan sungguhsungguh upaya bersama untuk memberantas korupsi.

Program Tiga Tahun
Apa yang terungkap pada acara Polemik SINDO Radio edisi Sabtu lalu itu mudah-mudahan dapat menjadi kenyataan. Dalam sebuah siaran pers, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparinga menyebutkan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menekankan kabinet yang tinggal tiga tahun ini akan bekerja untuk rakyat, tak ada lagi pesta pora yang mengambil uang rakyat dan para anggota kabinet wajib mendukung pemberantasan korupsi.

Jika pernyataan ini benar, berarti ada kesamaan dengan keinginan sebagian anggota DPR agar korupsi benar-benar diberantas karena telah merugikan rakyat banyak. Kini tinggal para aparat penegak hukum,khususnya KPK yang memiliki kekuasaan ekstra yudisial untuk melaksanakan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu, meski harus masuk jantung kekuasaan negara.

Kita semua tahu bahwa penyelesaian atas kasus-kasus korupsi, seperti yang diutarakan Nudirman Munir tersebut, tentunya akan menimbulkan gesekan-gesekan politik dengan mereka yang pernah dan sedang berkuasa.Para pimpinan KPK sekarang yang sebagian besar anggotanya akan purnabakti pada tiga bulan mendatang, tentunya akan semakin giat untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah yang belum mereka selesaikan.

Kita juga berharap bahwa pimpinan KPK yang akan datang memiliki keberanian berlebih agar semua kasus korupsi, terkait atau tidak dengan kekuasaan, harus diselesaikan seadil-adilnya. Secara khusus, kasus-kasus Bank Century, mafia pajak, kasus Nazaruddin, kasus traveller’s cheques jangan berhenti pada mereka yang kini masuk dalam daftar tersangka, tetapi harus dikembangkan sampai akar korupsi itu dimatikan.

Momentum reshuffle kabinet serta dukungan besar rakyat kepada KPK tampaknya bisa memberi angin segar kepada KPK untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi seadiladilnya tanpa pandang bulu, sehingga tak ada lagi orang di negeri ini yang tidak dapat tersentuh hukum.Tanpa adanya iktikad dan keberanian politik, pemberantasan korupsi tidak akan memenuhi harapan masyarakat.

IKRAR NUSA BHAKTI, Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI
Tulisan ini disalin dari Koran Sindo, 11 Oktober 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan