KPK Bidik Pejabat Anggaran Depkeu; Terkait Penerimaan Dana Taktis KPU

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membidik para pejabat di Ditjen Anggaran Departemen Keuangan yang menerima dana taktis Komisi Pemilihan Umum. Bahkan, penyelidikan kasus itu telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pimpinan KPK telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik).

Sprindik itu dikeluarkan untuk pejabat di luar KPU, seperti di Ditjen Anggaran pada Kamis lalu. Yang pasti, semua yang terkait akan diperiksa, kata Tumpak.

Namun, Tumpak menolak menjelaskan identitas dan jumlah pejabat Ditjen Anggaran yang akan dipanggil penyidik KPK. Saya tidak ingat jumlahnya. Yang jelas, semuanya akan kita periksa, jelasnya.

Sementara itu, ketua tim penyidik kasus penerimaan dana di Ditjen Anggaran Kompol Adi Deriyan Jayamarta mengatakan, timnya langsung menindaklanjuti sprindik pimpinan KPK. Tim kami sudah membuat rencana kegiatan yang akan kami lakukan dalam satu minggu ke depan, katanya.

Sumber koran ini mengungkapkan bahwa uang yang d
iterima pejabat di Ditjen Anggaran Depkeu adalah yang terbesar di antara instansi di luar KPU yang menerima uang haram itu. Kini semua uang itu telah dikembalikan ke KPK, yaitu USD 79 ribu dan Rp 566 juta. Meskipun dananya telah diserahkan ke KPK, bukan berarti pengusutan tindak pidananya dihentikan.

Menurut dia, uang itu diterima para pejabat tersebut dalam beberapa tahap pada 2004 melalui M. Dentjik, wakil kepala biro keuangan KPU, dan telah dikembalikan pada Mei lalu.

Ketika ditanya siapa saja yang menerima uang itu, dia hanya tersenyum. Ada beberapa. Lebih dari tiga orang lah, jawabnya.

Menurut catatan koran ini, sudah ada beberapa pejabat Dirjen Anggaran yang telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus Hamdani Amin, kepala biro keuangan yang kini mendekam di tahanan Polda Metro Jaya. Para pejabat itu, antara lain, Sutji Darmono, mantan direktur pembinaan anggaran II (TA-II) Ditjen Anggaran Depkeu yang kini menjabat Kakanwil Ditjen Perbendaharaan XV di Surabaya; Ishak Harapan, kepala subbidang anggaran; Bambang Jasminto, kepala seksi Evaluasi; Anton Adi Sirait, dan Cahyanto Hutomo.

Uang itu diterima sebagai uang lembur, tuturnya. Tapi, penerimaan uang itu jelas menyalahi UU Antikorupsi. Dalam UU itu, ditegaskan bahwa pegawai negeri atau pejabat negara tidak boleh menerima uang atau hadiah terkait pekerjaannya. Namun, menurutnya, pemberian uang itu patut diduga kuat terkait dikeluarkannya SKO (Surat Keterangan Otorisasi) Revisi Anggaran yang diajukan KPU dalam pelaksanaan pemilu. (agm/lin)

Sumber: Jawa Pos, 24 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan