Korupsi DPRD Kalbar Bengkak; Dari Rp 11 M menjadi Rp 48 M

Nilai korupsi APBD yang dilakukan anggota DPRD Provinsi Kalbar periode 1999-2004 membengkak hebat. Mencapai Rp 48 miliar dari dugaan sebelumnya Rp 11,6 miliar.

Menurut Adriani, Koordinator KONTAK Rakyat Borneo, berdasarkan hasil audit terhadap APBD 2002-2004, penemuan resmi Kejati Kalbar yang menyatakan kerugian negara hanya Rp 11 miliar terlalu kecil. Hasil audit yang baru itu secepatnya kami laporkan kembali ke Kejagung, Timtastipikor, KPK, dan Kejati Kalbar, ujar Andriani.

Lebih rinci Andriani menjelaskan, berdasarkan hasil audit di TA 2002, pihaknya berhasil menemukan kerugian negara yang dilakukan secara berjamaah oleh anggota DPRD Propinvi Kalbar sebesar Rp 7 miliar. Kemudian di TA 2003 yang sebelumnya sudah dilaporkan secara resmi ke Kejati Kalbar, KONTAK Rakyat Borneo, juga berhasil menemukan kerugian negara dari Rp 11,6 miliar membengkak menjadi Rp 20 miliar.

Parahnya, kata Adriani, hasil audit pihaknya pada TA 2004, kembali ditemukan kerugian negara sebesar Rp 21 miliar. Jadi bila dijumlahkan hasil kerugian negara yang dilakukan anggota DPRD Provinsi Kalbar dari TA 2002-2004 total Rp 48 miliar.

Menurut dia, berdasarkan hasil analisis pihaknya yang mengacu pada PP 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah, rata-rata pos anggaran dewan dinilai bertentang dengan azas kepatutan dan keadilan. Misalnya sebut Adriani, rata-rata penghasilan anggota DPRD Propinsi Kalbar periode 1999-2004 perbulan kurang lebih Rp25 juta. Penghasilan itu sangat bertolak belakang dengan kondisi penduduk Kalbar tahun 2003. Sebagai gambaran, kata dia, berdasarkan data BPS tahun 2003, produk regional domestik bruto per kapita penduduk Kalbar sebesar Rp5.156.600. Jika berpatok pada angka Rp 25 juta perbulan, maka penghasilan seorang anggota dewan pertahun setara dengan 58 orang penghasilan bruto penduduk Kalbar tahun 2003.

Belum lagi, kata Adriani, bila melihat jumlah nominal penunjang anggota DPRD Propinsi Kalbar. Misalnya, sebut dia, bantuan dan santunan DPRD sebesar Rp 12.847.270.000, adalah tindakan yang sewenang-wenang dalam menggunakan hak anggaran yang dimilikinya. Sebab tindakan itu jelas tidak memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Akibatnya, APBD TA 2003 mengalami defisit sebesar Rp 26.200.948.000. Tindakan penganggaran ini jelas bertentangan dengan pasal 21 UU Nomor 25 Tahun 1999.

Dewan sewenang-wenang dan tanpa memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Sehingga patut dicurigai sebagai bentuk upaya memperkaya diri sendiri, kata dia.

Padahal kondisi dan realitas rakyat Kalbar sungguh memprihatinkan. Misalnya, sebut dia, jumlah pendudukan miskin Kalbar Tahun 2003 mencapai 587.412 dari total jumlah pendudukan Kalbar 3.969.000 (BPS-2003). Kemudian jumlah pengangguran tahun itu mencapai 340.143 orang dari jumlah total penduduk. Menyedihkan lagi, kata dia, indeks nutrisi penduduk Kalbar tahun 2003 berada pada urutan 24 dari 26 provinsi di Indonesia. Belum lagi anggaran kebutuhan dasar masyarakat, kata dia, sangat minim dibiayai APBD.

Menurut Adriani, diakhir masa jabatan dewan 2004, justru lebih parah lagi. Buktinya, kata dia, Sekretariat Daerah Provinsi Kalbar dengan jumlah pegawai terbanyak hanya menganggarkan belanja pegawai sebesar Rp 14.736.973.000. Sementara total belanja pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Kalbar diluar biaya perjalanan dinas berjumlah Rp 30.158.498.942 atau 205 persen lebih besar dari belanja pegawai Sekda Provinsi Kalbar.

Anggaran belanja ini, kata Adriani, juga lebih besar sebanyak 137 persen dari total belanja pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Pontianak, dan Kota Singkawang di TA 2003 yang berjumlah 22.016.352.913.

Kemudian, kata dia, alokasi anggaran kesehatan anggota DPRD Provinsi Kalbar sebesar Rp 1.475.500.000 terasa sangat tidak patut bila dibandingkan dengan ukuran anggaran sektor kesehatan, seperti terungkap TA 2002 hanya sebesar Rp 6.403.000.000 untuk membiayai pelayanan kesehatan penduduk Kalbar sebanyak 3.969.000 orang. Hal ini berarti anggaran kesehatan satu orang anggota DPRD Propinsi Kalbar TA 2004 setara dengan 16.629 orang penduduk Kalbar tahun 2002.

Selanjutnya, kata Adriani, alokasi anggaran untuk tunjangan PPh DPRD Provinsi Kalbar TA 2004 sebesar Rp 3.197.091.162. Angka ini lebih besar dari pendapatan bagi hasil bukan pajak Provinsi Kalbar TA 2004 sebesar Rp 2.389.440.000. Bahkan parahnya lagi, kata Adriani, alokasi tunjangan PPh DPRD TA 2004 yang dibagikan rata-rata perbulan sebesar Rp 8.448.078 lebih besar dari tunjangan PPh untuk DPR RI, yaitu sebesar Rp 2.067.883 per bulan.

Saya pikir ini baru segelintirnya saja. Kami tidak dapat menjelaskan satu persatu ke publik secara mendetail. Tapi ini sebagai bukti faktanya yang ada. Sekarang silakan masyarakat menilai. Kami juga berharap kejaksaan secepatnya memproses kasus ini, kata dia.

Sementara itu beberapa anggota DPRD Propinsi Kalbar periode 1999-2004 yang masih aktif enggan memberikan penjelasan ketika diminta klarifikasi. Alasannya, karena masalah penganggaran itu wewenangnya Panitia Anggaran dan Panitia Rumah Tangga DPRD Provinsi Kalbar.

Dihubungi terpisah Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar Togar R Hoetabarat SH, berjanji akan mengusut tuntas semua kasus korupsi yang dilaporkan ke instansinya. (bud)

Sumber: Jawa Pos, 18 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan