Kesiapan Layani Masyarakat

IBARAT ikan yang selalu membutuhkan air untuk menjadi media hidupnya, polisi pun memerlukan masyarakat untuk media pengabdiannya. Dalam tatanan universal, polisi dibutuhkan oleh setiap negara. Sebagaimana diteorikan oleh Aristoteles, masyarakat membutuhkan lembaga yang berperan untuk mewujudkan ketertiban. Apapun kondisinya, kehadiran fungsi polisi di masyarakat menjadi penghambat bagi orang yang berniat jahat. Dalam arti luas, niat jahat seseorang yang sudah diaplika-sikan dalam perbuatan selalu akan dihadapkan pada fungsi kepolisian untuk mengembalikan pada harmonisasi.

Konsepsi masyarakat modern mengajarkan bahwa polisi menjadi garda terdepan dalam menegakkan dan mewujudkan harmonisasi tersebut. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) diberi peran oleh Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002, yakni mewujudkan keamanan dan ketertiban. Hakikatnya, Polri dileburkan dalam detak nadi kehidupan masyarakat. Apapun situasi dan kondisi di masyarakat, Polri menjadi pihak pertama yang dimintai pertanggungjawabannya manakala negara menjadi chaos.

Beban yang tidak ringan itu menjadi lebih berat karena dalam proses penegakan hukum, polisi berada dalam satu wadah criminal justice system (CJS) bersama jaksa dan hakim. Fakta karut-marutnya penegakan hukum di negeri ini, mau tidak mau menyeret Polri. Bentuk penyadaran pentingnya penegakan hukum yang baik atau berkualitas menjadi kebutuhan demi keberlangsungan kepercayaan dari masyarakat.

Seperti dikatakan Prof Satjipto Rahardjo dalam artikel ’’Mendorong Peran Publik dalam Hukum’’ (2006), bahwa penyadaran akan hukum yang berkualitas terbatas itu menjadi penting di tengah buruknya kualitas kehidupan hukum kita. Tetapi sebenarnya kesadaran itu tidak hanya diperlukan pada masa-masa sulit seperti sekarang, karena hal itu sudah menjadi ba-gian dari realitas dunia hukum, kapanpun dan di manapun.

Substansi realitas buruknya kualitas kehidupan penegakan hukum yang dirasakan seka-rang dengan eksistensi Polri tidak lain adalah pertama; dalam konteks tanggung jawab moral, anggota Polri harus senantiasa bertindak berdasarkan norma hu-kum, norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi HAM (Pasal 19 UU Nomor 2 Tahun 2002).

Sebagai Pelayan

Kedua; bentuk tanggung jawab itu seharusnya terwujud dalam kinerja pelayanan, perlindungan, dan pengayoman kepada masyarakat, bukan dalam ranah doktrin, visi, atau misi. Terlebih lagi, pada 1 Juli 2011 Polri memasuki usia ke-65. Kebijakannya harus menjadi bagian komprehensif dan holistik pada pelaksanaan tugasnya.

Persoalan seperti masih banyaknya komplain masyarakat, rendahnya citra di masyarakat terhadap kinerja Polri melalui berbagai survei, menjadi fakta tidak terbantahkan bahwa tanggung jawab atas beban pendelegasian negara, masih berada di atas awan dan belum bisa dirasakan oleh masyarakat. Ini semua menjadi pekerjaan rumah Polri ke depan, serta harus segera ada pembenahan dan ketegasan dari pimpinan.

Polri acapkali mengajak, mengimbau, dan menyuarakan pentingnya peran serta partisipasi masyarakat terhadap tugas-tugas Polri, kini saatnya berganti posisi, Polri yang harus mengajak diri, mengimbau diri, dan menyosialisasikan diri sebagai bentuk introspeksi dalam mengimplementasikan nilai-nilai yang diharapkan masyarakat. Nilai-nilai itu tiada lain adalah Polri kembali pada jati dirinya sebagai pelayan masyarakat (public service).

Pelayan tentunya harus menghambakan diri kepada majikan. Ia harus bersikap sopan, santun, menuruti perintah, tidak membantah, dan berusaha menarik simpati majikannya. Hal ini menjadi sentilan Wakapolri Komjen Nanan Sukarnan pada 9 Mei 2011 di kantor Komnas HAM yang ditujukan kepada jajarannya, ’’Kau tahu tugas pelayan atau pembantu? Apakah pembantu pernah membantah perintah majikan saat melakukan pekerjaan tertentu? Itulah tugas Polri sebagai pelayan yang selalu setia melayani ma-jikannya dan sang majikan itu adalah masyarakat.’’

Sudah siapkah tiap anggota Polri menjadi pelayan dalam arti benar-benar mau melayani masyarakat sebagai majikannya? Semoga menjadi bahan renungan. (10)

— Herie Purwanto, Kepala Subbagian Hukum Polres Pekalongan Kota, pemenang Lomba Karya Tulis untuk Umum Tingkat Nasional Mabes Polri dalam rangka HUT Ke-65 Bhayangkara Tahun 2011
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 1 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan