Kejaksaan-Kepolisian Harus Tiru Mahkamah Konstitusi

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki sangat menghargai sikap Mahkamah Konstitusi, yang mempersilakan tim investigasi independen membuktikan dugaan suap yang menerpa lembaga itu. Menurut dia, sikap tersebut harus ditiru oleh Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI pada saat ada anggotanya yang diindikasikan terlibat kasus suap.

“Langkah seperti dilakukan Mahkamah Konstitusi dapat meningkatkan kepercayaan publik pada institusi penegak hukum yang dinilai sudah tercemar,” kata Teten di Jakarta, Sabtu lalu. Sebaliknya, jika pengusutan terhadap orang dalam Kejaksaan atau Kepolisian yang dinilai bermasalah hanya dilakukan oleh tim internal, Teten menegaskan, “Publik tidak akan percaya.”

Mahkamah Konstitusi bulan lalu mempersilakan tim investigasi independen membuktikan adanya dugaan suap yang diterima anggota hakim konstitusi, seperti disebut oleh pengacara Refly Harun. Tim diberi waktu sebulan untuk bekerja, dan telah menyerahkan hasilnya kepada pimpinan Mahkamah Konstitusi pada 8 Desember lalu. Hasilnya, tim tidak dapat membuktikan adanya uang yang sampai ke tangan hakim konstitusi.

Menurut Teten, Kejaksaan dan Kepolisian tak perlu takut akan hadirnya tim independen jika memang anggota mereka tidak ada yang terlibat dugaan suap. "Kalau memang tidak ada apa-apa, kenapa harus takut?" ujar pria berkepala plontos ini.

Saat ini Kejaksaan Agung tengah menelusuri dugaan suap oleh tersangka mafia pajak Gayus H. Tambunan terhadap dua petinggi lembaga itu. Keduanya adalah Abdul Hakim Ritonga, yang hingga Agustus 2009 menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Umum, dan Kamal Sofyan, pengganti Ritonga. Menurut pengakuan Gayus, uang itu diberikan agar tuntutan hukuman bagi dirinya di Pengadilan Negeri Tangerang, Maret lalu, diringankan.

Ritonga dan Kamal telah membantah pengakuan Gayus itu pada Jumat lalu. Adapun Jaksa Agung Basrief Arief memerintahkan Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy menelusuri kasus ini. “Saya mendisposisi Jamwas untuk mengklarifikasi,” kata Basrief.

Teten menilai kebijakan Basrief tidak tepat. Agar lebih obyektif, kata dia, “Sebaiknya penelusuran kasus itu diserahkan ke pihak luar.” FEBRIYAN
---------------
Gayus Lumbuun Sesalkan Pelaporan Refly ke KPK
“Lihat saja nanti, siapa yang benar siapa yang salah."

Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Gayus Lumbuun, menyesalkan langkah Mahkamah Konstitusi yang melaporkan Refly Harun ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, Mahkamah tidak perlu membawa Refly ke proses hukum, baik ke kepolisian maupun ke komisi antikorupsi.

“Sebab, publik sudah menilai dan melihat bahwa Mahkamah Konstitusi itu masih bersih,” kata Gayus dalam diskusi bertajuk "Menjaga Lembaga Peradilan dari Mafia Hukum" di Jakarta kemarin.

Politikus PDI Perjuangan ini khawatir, langkah Mahkamah Konstitusi itu justru akan berbuah cap negatif dari publik. Hal itu pernah terjadi pada Kejaksaan Agung, yang melaporkan Indonesia Corruption Watch ke polisi karena lembaga pegiat antikorupsi itu dituduh telah memfitnah kejaksaan. Gayus menghendaki, biarkan perkara ini dinilai sendiri oleh publik. “Biarlah publik menilai hal yang sudah terang-benderang ini,” katanya.

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. dan hakim konstitusi Akil Mochtar melapor ke KPK pada Jumat lalu. Mereka melaporkan Refly dalam kaitan dengan dugaan percobaan suap yang dilakukan Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih dan dua pengacaranya, Refly Harun serta Maheswara Prabandono. Sebelum berbuntut ke komisi antikorupsi, Refly adalah ketua tim investigasi kasus dugaan suap dan pemerasan di Mahkamah Konstitusi.

Refly mengakui pelaporan balik atas dirinya ke KPK sebagai bentuk kriminalisasi. Namun dia mengaku siap menghadapinya dan tidak ingin bersikap cengeng. “Sekalian (saja bongkar). Jadi, tidak ada persoalan apa-apa," ujarnya.

Meski begitu, tak urung, Refly mempertanyakan alasan mengapa Mahkamah Konstitusi justru melaporkan dirinya, bukan hasil temuan timnya. Padahal, dalam hasil rekomendasi yang dibuat Refly dan kawan-kawan, justru pelaporan ke KPK mestinya dilakukan lantaran ada hakim yang diindikasikan melakukan pemerasan dan suap.

“Sebab, temuan kami, ada petunjuk yang mengarah pada salah seorang hakim serta melibatkan keluarga hakim," ucap Refly. “Lihat saja nanti, siapa yang benar siapa yang salah."

Berkaitan dengan kasus ini, Akil Mochtar meminta publik tidak mengambil kesimpulan dini bahwa memang ada hakim Mahkamah Konstitusi yang menerima suap Rp 1 miliar dari Jopinus R. Saragih. Sebab, tuduhan itu belum terbukti benar. Karena itu, Akil berharap KPK mampu menelusuri kebenaran pernyataan Refly dan rekannya.

"Karena tuduhannya berbentuk dugaan pemerasan dan ini berkaitan dengan tindak pidana korupsi, maka harus ditindaklanjuti ke KPK," ujarnya. Akil berharap komisi antikorupsi akan mengusut kasus ini secara komprehensif. "Saya bisa diperiksa juga, dua pengacara diperiksa, bupati diperiksa," katanya.

Bupati Simalungun Jopinus R. Saragih menolak tudingan bahwa dirinya berupaya menyuap hakim konstitusi. Bahkan ia berencana melaporkan Refly ke Polda Metro Jaya hari ini. “Saya akan laporkan Refly Harun, Senin pekan depan, ke Polda Metro Jaya atas pencemaran nama baik,” kata Jopinus di kantornya, Jumat lalu, “Saya tidak pernah melakukan suap.” ISMA SAVITRI | AMIRULLAH | PHESI ESTER | DWI WIYANA

Sumber: Koran Tempo, 13 Desember 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan