Kasus Bibit-Chandra, Kejaksaan Siapkan Deponering dan PK

Teka-teki langkah kejaksaan dalam menyikapi pembatalan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP) perkara Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah segera terjawab. Jaksa Agung Hendarman Supandji memastikan, institusi yang dipimpinnya telah memilih satu opsi penyelesaian perkara dugaan pemerasan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

"Kejaksaan sudah punya sikap setelah membaca putusan praperadilan dari pengadilan," kata Hendarman di sela mengikuti rapat dengan tim pengawas kasus Bank Century di DPR, kemarin (9/6). Sikap tersebut bahkan sudah disampaikan kepada Presiden SBY. "Tentunya ada petunjuk," sambungnya.

Namun, Hendarman tidak mau membocorkan sikap kejaksaan dalam kasus Bibit-Chandra. Mantan ketua Timtastipikor itu beralasan masih akan memberikan penjelasan secara langsung kepada presiden. "Secepatnya, kalau bisa besok (diumumkan)," katanya.

Hendarman membantah tudingan bahwa kejaksaan menggantung status Bibit-Chandra. "Tidaklah, kan saya sudah punya pendapat. Nanti saya sampaikan setelah saya melapor ke presiden," urainya.

Sikap kejaksaan, tampaknya, mengerucut pada dua opsi, yakni deponering dan peninjauan kembali (PK). Opsi kasasi tidak memiliki dasar hukum. Kemudian, opsi melanjutkan ke pengadilan menjadi opsi paling akhir. Namun, melakukan deponering tidak mudah. Sebab, diperlukan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara. Itu mengacu pada penjelasan pasal 35 huruf c UU Kejaksaan. "Itu lama. Perkiraan saya bisa sampai satu tahun," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) M. Amari.

Di bagian lain, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. meminta deponering adalah opsi yang bakal diambil kejaksaan dalam penyelesaian kasus Bibit dan Chandra. Itu langkah yang paling mungkin daripada harus mengajukan SKPP jilid II. ''Saya dulu sudah mengatakan, deponir atau abolisi. Kalau abolisi dianggap terlalu besar karena untuk kasus-kasus politik, ya deponir saja,'' katanya di gedung MK kemarin (9/6).

Memang, tambah Mahfud, Bibit dan Chandra bisa dinilai bersalah kalau langkah deponir ditempuh. Itu konsekuensi yang harus diambil agar kasus itu tuntas. ''Ya nggak apa-apa dianggap salah. Itu konsekuensi. Lagi pula, ketidaksalahannya itu sudah dibuktikan bahwa ada rekayasa yang tidak terbantahkan melalui rekaman yang pernah disetel di MK,'' ujarnya.

Mahfud juga menampik ketentuan bahwa kejaksaan harus meminta pendapat lembaga lain yang bersangkutan untuk memberi deponir. Dia balik bertanya undang-undang mana yang digunakan. Pasal berapa UU apa yang menyatakan perlu persetujuan lembaga lain. Deponir itu sepenuhnya wewenang kejaksaan. Tidak ada syarat harus ada persetujuan lembaga lain,'' tegasnya. (bay/fal/aga/c1/agm)
Sumber: Jawa Pos, 10 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan