Kalla: Dana Kampanye Bermasalah Cuma Rp 600 Juta [05/08/04]

Calon wakil presiden dari Partai Demokrat Jusuf Kalla mengakui dana kampanye pemilihan presiden dari pihaknya yang bermasalah hanya Rp 600 juta, bukan Rp 3,5 miliar seperti yang dilaporkan Indonesia Corruption Watch (ICW). Dia memastikan dana yang dianggap bermasalah itu bukanlah tindak pidana pemilu akibat kesengajaan, melainkan hanya kesalahan administratif.

Ada penyumbang yang sudah pindah tapi masih memberi alamat lama. Tapi juga ada salah ketik, seperti Palu menjadi Poso, kata Kalla kepada pers setelah bertemu dengan direksi RCTI kemarin.

Dia bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menjadi pasangannya berjanji dalam pekan ini akan memberi klarifikasi soal tudingan adanya dana kampanye fiktif. Kalla akan menjelaskan di mana letak kesalahan itu, seperti salah alamat, salah ketik nama kota, juga kesalahan dari pihak penyumbang sendiri yang memberi alamat lama.

Jika masih ada sumbangan yang tidak bisa diklarifikasi, mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat itu menegaskan siap menyerahkan dana tersebut ke kas negara. Saya setuju dan bersedia untuk mengembalikan dana itu ke kas negara jika setelah proses koreksi masih ada dana yang tidak jelas, katanya.

Dua hari lalu, ICW dan Transparency International Indonesia (TII) melaporkan hasil temuan mereka sehubungan dengan adanya penyumbang fiktif untuk dana kampanye pasangan capres SBY-Kalla dan Megawati-Hasyim Muzadi ke Komisi Pemilihan Umum. Penyumbang dianggap fiktif antara lain karena ada penyumbang yang setelah dicek ternyata mengaku tak pernah menyumbang, atau alamat dalam daftar tak sesuai dengan namanya.

Wakil Koordinator ICW Luky Djani menemukan 17 nama dari kelompok penyumbang individu yang tak bisa dikonfirmasikan. Sementara itu, dari kelompok badan hukum, tercantum 13 perusahaan fiktif atau satu perusahaan yang dipecah menjadi beberapa nama perusahaan. Dana dari penyumbang yang diduga fiktif untuk pasangan Megawati mencapai Rp 11 miliar, sedangkan untuk pasangan Yudhoyono sekitar Rp 3,5 miliar. Dia mengusulkan dana-dana itu dikembalikan ke kas negara.

Bantahan adanya penyumbang fiktif juga disampaikan tim sukses Megawati-Hasyim Muzadi. Menurut Sony Keraf, bendaraha tim itu, pihaknya sangat berhati-hati dalam menerima sumbangan. Bahkan kami tidak akan menerima sumbangan bila identitas penyumbangnya tidak jelas, katanya.

Tak sekadar membantah, tim sukses itu juga menghadirkan Purwaning Yanuar, pengacara di Kantor O.C. Kaligis dan Partner, yang sebelumnya dianggap sebagai penyumbang fiktif. Purwaning menjelaskan bahwa benar dia telah menyumbang Mega-Hasyim sebesar Rp 100 juta. Hanya saja ketika ICW dan TII melakukan penelusuran, dia sudah pindah alamat. Kebetulan pengurus RT di rumahnya yang lama juga telah berganti, sedangkan pengurus baru belum sepenuhnya hafal dan mengetahui nama-nama warganya.

Atas dasar itu dia menyatakan protes atas pemberitaan yang menyebut dirinya sebagai penyumbang fiktif kepada tim Mega-Hasyim. Saya protes keras dianggap demikian, apalagi tanpa konfirmasi ke saya, katanya.

Pada bagian lain Sony yang mengaku sebagai pendiri ICW menegaskan, pihaknya menghargai laporan yang disampaikan ICW dan TII. Namun, yang disesalkan, laporan itu dipublikasikan tanpa melakukan verifikasi secara mendalam. Dia juga mengingatkan kedua LSM itu agar menempuh prosedur yang etis saat melakukan verifikasi. Sementara itu, kepada para pengumbang, dia mengingatkan agar tidak melayani pihak-pihak yang bertanya soal sumbangan jika tidak memperlihatkan identitas jelas.

Jangan sampai orang per orang boleh datang, padahal tidak jelas identitasnya, mengintimidasi, dan mengintip rumah. Itu tidak etis, kata mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada pemerintahan KH Abdurrahman Wahid itu.

Berkaitan dengan penyumbang perusahaan yang kemudian dipecah menjadi beberapa bagian, menurut dia, asal tidak melebihi Rp 750 juta seperti yang diatur undang-undang, masih dibenarkan.

Sekretaris tim Mega-Hasyim Heri Akhmadi mengungkapkan, ada LSM tertentu yang berusaha mengklarifikasi kepada para penyumbang Hasyim-Mega, tapi caranya kurang etis. Akibatnya, karena jengkel si penyumbang itu akhirnya menyatakan tidak tahu-menahu. Dari kasus seperti itu dia lantas mempertanyakan, apakah setiap penyumbang harus menjelaskan setiap dana yang dikeluarkan kepada LSM. Atau cukup kepada akuntan? katanya.

Sejauh ini, menurut Heri, yang didampingi bendahara Didi Soewandi pada tim Mega-Hasyim, pihaknya tidak akan menggugat ICW dan TII. Jika suatu saat KPU meminta agar Tim Mega/Hasyim membeberkan lebih terperinci identitas penyumbangnya, pihaknya siap melakukan hal itu. fajar wh/yandhrie arvian-tnr

Sumber: Koran Tempo, 5 Agustus 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan