Jalan Tengah Pembelian Saham Divestasi Newmont

Berdasarkan hasil divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang dilakukan pada 2009, komposisi pemegang saham PT NNT saat ini adalah 56 persen saham dimiliki oleh PT NNT, yang merupakan konsorsium antara Sumitomo dan Newmont Indonesia Ltd, serta 24 persen dipegang oleh PT Multi Daerah Bersaing (MDB), yang merupakan konsorsium PT Multicapital Indonesia dan PT Daerah Maju Bersaing (DMB), yang dimiliki oleh tiga pemerintah daerah, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Sumbawa Barat. Pemilik lainnya adalah Pukuafu sebesar 17,8 persen dan PT Indonesia Masbaga Investama sebesar 2,2 persen.

Adapun komposisi kepemilikan MDB adalah sebagai berikut: 75 persen saham dimiliki oleh Multicapital, anak perusahaan Bumi (Bakrie Group), dan 25 persen milik pemerintah daerah. Seluruh dana untuk pembelian 24 persen saham ditanggung PT Multicapital, sedangkan pemerintah daerah tidak berkewajiban membayar kepada DMB. Sementara itu, berdasarkan perjanjian antara PT Multicapital Indonesia dan DMB, DMB akan mendapat dividen sebesar US$ 30 juta dan pembangunan smelter (pengolah biji tembaga/emas).

Berdasarkan hasil perhitungan, MDB seharusnya berhak memperoleh dividen tahun 2010 sebesar US$ 172,8 juta atau sekitar Rp 1,48 triliun. Apabila pola 75 persen, 25 persen diterapkan, seharusnya Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Sumbawa Barat memperoleh dividen sebesar 25 persen x US$ 172,8 juta = US$ 43,2 juta atau kurang-lebih Rp 371,52 miliar. Namun hingga saat ini pemerintah daerah hanya menerima US$ 4 juta atau sekitar Rp 34,4 miliar. Tidak dipenuhinya perjanjian pembagian dividen ini karena PT Multicapital menggunakan dana dividen untuk membayar utang kepada Credit Suisse. Sementara itu, pembangunan smelter hingga saat ini belum dikerjakan oleh PT Multicapital.

Secara historis, Newmont Nusa Tenggara memiliki kinerja keuangan bagus dengan profitabilitas yang cukup tinggi, baik dihitung berdasarkan operating profit margin, net profit margin, return on asset, maupun return on equity. Tingginya profitabilitas yang dihasilkan tersebut menunjukkan kapasitas dan kapabilitas perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Berdasarkan hasil kajian pembelian saham divestasi, diperkirakan pemerintah akan mendapat hasil dari pembagian dividen saham Newmont hingga 2028 mencapai US$ 485,3 juta. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding angka investasi yang hanya US$ 246,8 juta. Benefit and cost ratio mencapai 197 persen.

Atas dasar kinerja keuangan PT NNT yang cukup bagus inilah terjadi perebutan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pembelian sisa saham divestasi sebesar 7 persen. Pemerintah daerah berkukuh akan membeli saham divestasi dengan dasar arbitrase, yang menurutnya pemerintah daerah adalah pihak yang berhak membeli saham divestasi yang ditawarkan oleh NNT. Sementara itu, pemerintah pusat juga berkukuh akan membeli sisa saham divestasi dengan mengacu pada Kontrak Karya (KK) Pasal 24. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa saham divestasi terlebih dahulu ditawarkan kepada pemerintah pusat. Apabila pemerintah pusat tidak bersedia, diambil oleh pemerintah daerah.

Jalan tengah
Sebagai jalan tengah atas perebutan saham divestasi yang tersisa, pemerintah pusat (Kementerian Keuangan) memberikan tawaran kepada pemerintah daerah NTB untuk dapat membeli 1,75 persen dari 7 persen saham PT NNT jatah divestasi 2010 dengan harga yang sangat murah, yakni mencapai US$ 61,7 juta atau lebih dari Rp 500 miliar.

Tawaran pemerintah pusat tampaknya tidak disambut dengan baik. Bahkan gubernur dan pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat Daerah NTB menolak tawaran Menteri Keuangan itu. Pemerintah NTB berharap jatah tersebut dalam bentuk hibah. Adapun alasannya karena kondisi keuangan pemerintah daerah terbatas, yang ditandai dengan lemahnya fiskal NTB sehingga cukup mengganggu jika dipaksakan membeli 1,75 persen saham divestasi PT NNT.

Ada yang janggal dengan penolakan pemerintah NTB di atas. Di satu sisi mereka terus berupaya memperjuangkan hak pembelian saham divestasi, tapi di sisi lain mendapat tawaran dengan harga murah ditolak. Dari sini muncul dugaan sebenarnya ada apa di balik ini semua? Jangan-jangan pemerintah daerah NTB akan menggandeng kembali PT Multicapital Indonesia untuk pembelian saham divestasi ini, karena jelas-jelas mereka tidak memiliki dana untuk membeli saham divestasi tersebut.

Seharusnya pemerintah daerah NTB belajar dari pengalaman atas pembagian dividen yang diterimanya atas pembelian saham divestasi sebesar 24 persen. Sulit menebak ada apa di balik ini semua. Apabila para pemangku jabatan di NTB berpikir nasional, sudah semestinya mereka menerima tawaran pemerintah pusat. Masalah belum siap pendanaan dapat dirundingkan dengan pemerintah pusat untuk dicarikan jalan terbaiknya, misalkan pembayaran dapat dicicil selama jangka waktu tertentu.

Masih ada waktu bagi pemerintah daerah NTB untuk merenungkan kembali tawaran pemerintah pusat itu. Apalagi NTB adalah salah satu provinsi yang terkenal agamis dan pemerintahannya dipimpin oleh seorang ulama. Seyogianya para pemangku jabatan di NTB menyikapi tawaran tersebut secara arif dan bijaksana serta berwawasan nasional. Jangan mudah tergoda tawaran-tawaran yang hanya menguntungkan sesaat.
Makmun Syadullah, PENELITI UTAMA BADAN KEBIJAKAN FISKAL, KEMENTERIAN KEUANGAN; TULISAN INI PENDAPAT PRIBADI
Tulisan ini disalin dari Koran Tempo, 6 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan