Jaksa Yakin Terdakwa Bermufakat Jahat, Anggodo Dituntut Enam Tahun

Majelis hakim Pengadilan Tipikor mengabaikan ada tidaknya rekaman percakapan antara Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja dan Ari Muladi. Dalam sidang kemarin (16/8), majelis tidak menunggu penyerahan call data record (CDR) dari Mabes Polri. Sidang tetap dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan kepada terdakwa suap dan upaya menghalang-halangi penyidikan KPK Anggodo Widjojo.

Dalam tuntutan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis menjatuhkan vonis enam tahun penjara. Anggodo juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. "Menuntut Pengadilan Tipikor menyatakan Anggodo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melawan hukum," kata JPU Anang Supriatna saat membacakan tuntutan kemarin.

Menurut JPU, Anggodo terbukti memenuhi unsur-unsur dalam dakwaan pertama dan kedua. Antara lain, bermufakat jahat bersama Ari untuk menghentikan penyidikan atas perkara yang menjerat Anggoro Widjojo, mencabut pencekalan Anggoro, dan mengupayakan pengembalian semua dokumen perusahaan milik Anggoro (PT Masaro Radiokom) yang disita KPK untuk kepentingan penyidikan. Terdakwa juga sepakat memenuhi uang suap Rp 5,1 miliar untuk pejabat KPK. "Ada niat dan kesepakatan antara Ari Muladi dan Anggodo kepada KPK agar tidak melanjutkan proses hukum perkara Anggoro. Dengan demikian, cukup perbuatan yang mengisyaratkan adanya kehendak bersama untuk melakukan tindak pidana suap," urai JPU Suwarji.

Selain itu, unsur kesengajaan dalam dakwaan kedua telah terbukti lewat pertemuan-pertemuan Anggodo dengan Ari. Terdakwa, lanjut Suwarji, mengetahui bahwa penyuapan bertentangan dengan hukum. "Terdakwa secara sadar berkehendak bersama untuk menyuap," imbuh dia.

JPU juga menyatakan tidak sependapat dengan pernyataan kuasa hukum terdakwa bahwa Anggodo hanyalah korban penipuan pejabat negara. Sebab, lanjut JPU, berdasar fakta sidang, dua wakil ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah, tidak pernah menerima duit suap tersebut. Atas perbuatan itu, Anggodo terbukti melanggar pasal 21 dan 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mendengar tuntutan jaksa, direktur PT Saptawahana Mulia itu akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi, begitu juga kuasa hukumnya. Hakim Ketua Tjokorda Rai Suamba menyatakan, pleidoi tersebut bisa dibacakan pada sidang pekan depan. (ken/c11/agm)
Sumber: Jawa Pos, 17 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan