Jaksa Dapat Kesampingkan; Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah Melawan

Polemik seputar status Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, yang kembali berstatus tersangka, dapat segera diakhiri asalkan Jaksa Agung mengesampingkan perkara kedua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu sesuai dengan kewenangannya.

Pengesampingan dapat dilakukan karena belum ada penuntutan dalam perkara itu.

Demikian dijelaskan anggota Komisi III (Bidang Hukum) DPR, T Gayus Lumbuun, Selasa (20/4) di Jakarta. Senin, hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Nugroho Setyadi, memutuskan menerima permohonan praperadilan yang diajukan Anggodo Widjojo (Kompas, 20/4).

Anggodo, tersangka kasus upaya penyuapan dan menghalangi penyelidikan KPK, mempraperadilankan surat keputusan penghentian penuntutan atau SKPP dari Kejaksaan Agung terhadap Bibit dan Chandra.

Gayus mengakui, putusan PN Jakarta Selatan tidak hanya membuat Bibit dan Chandra kembali menjadi tersangka kasus suap dan upaya pemerasan, tetapi juga membuat mereka bisa kembali dinonaktifkan sementara dari KPK. Namun, masalah ini dapat diatasi jika Jaksa Agung mengesampingkan perkara mereka sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Pasal 35 C undang-undang itu menyatakan, Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang, mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Yang dimaksud kepentingan umum dalam pasal itu adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat. Pengesampingan ini adalah pelaksanaan asas oportunitas, yang hanya bisa dilakukan Jaksa Agung.

Pengesampingan kasus Chandra dan Bibit, lanjut Gayus, juga tidak perlu ada pengakuan bersalah dari tersangka.

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman juga membenarkan, pengesampingan perkara menjadi jalan keluar yang dimiliki kejaksaan dalam kasus Bibit dan Chandra. Jalan keluar lain adalah melanjutkan ke pengadilan atau mengajukan banding.

Namun, Benny mengusulkan Jaksa Agung lebih dahulu mengajukan banding atas putusan PN Jakarta Selatan. Langkah itu sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka atas alasan yang dibuat saat mengeluarkan SKPP. Jika dalam banding tetap kalah, Jaksa Agung bisa mengeluarkan pengesampingan perkara.

Pengesampingan adalah langkah obyektif dengan pertimbangan subyektif dari Jaksa Agung, yaitu kepentingan umum. Kebijakan itu tak dapat digugat.

Gayus menilai pengesampingan kasus Bibit dan Chandra tak perlu menunggu banding karena, sesuai alasan penerbitan SKPP, ada kepentingan umum yang harus diperhatikan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun pada 23 November 2009 meminta kejaksaan dan kepolisian tak melanjutkan kasus Bibit dan Chandra ke pengadilan.

Praktisi hukum Amir Syamsuddin, yang juga Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, mengingatkan, Jaksa Agung Hendarman Supandji memiliki kewenangan mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (deponeering) terhadap kasus Bibit dan Chandra. Pengesampingan setiap saat bisa dilakukan jika Jaksa Agung memandang ada kepentingan umum yang perlu diperhatikan.

Dari Tampaksiring, Bali, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menegaskan, pemerintah sejak awal beritikad menyelesaikan kasus Bibit dan Chandra di luar pengadilan. Hal itu seperti yang disampaikan Presiden Yudhoyono.

”Upaya yang ditempuh adalah mengajukan banding oleh Jaksa Agung. Saya sudah tanya langsung kepada Jaksa Agung dan memang akan banding,” ujar Patrialis.

Di Jakarta, Selasa, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto memastikan kejaksaan mengajukan banding atas putusan praperadilan PN Jakarta Selatan.

Patrialis menegaskan, pemerintah tak berniat ”melemahkan” pemberhentian perkara Bibit dan Chandra dengan menerbitkan SKPP yang dapat dipersoalkan Anggodo. ”Apa pun kebijakan pemerintah, bila pihak lain ingin mengujinya di pengadilan, pemerintah tak bisa melarang. Apa pun keputusan pengadilan, pemerintah menghormati,” tuturnya.

KPK jalan terus
Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto menegaskan, KPK tidak terpengaruh dengan putusan PN Jakarta Selatan yang membatalkan SKPP kasusnya dan Chandra. Pemberantasan korupsi harus jalan terus. ”Putusan itu bisa dihubungkan dengan kejadian yang mendahului atau setelahnya. Sah-sah saja menghubungkan dengan itu (upaya pelemahan KPK). Namun, KPK harus jalan terus,” kata Bibit dalam konferensi pers di Jakarta.

Bibit mengatakan, ia tak kaget dengan dikabulkannya permohonan praperadilan dari Anggodo. ”Konstruksi dari SKPP seperti itu masih mungkin digugat,” katanya. Karena itu, dia menghormati proses hukum yang berlangsung. ”Kejaksaan, Alhamdulillah mengajukan banding,” lanjutnya.

Bibit menegaskan, perbuatan yang dituduhkan kepada dirinya dalam perkara Anggodo tak pernah dia lakukan. ”Sidang di Mahkamah Konstitusi pada 3 November 2009 sudah cukup jelas bahwa yang dituduhkan ke saya itu rekayasa,” katanya.

Juru Bicara KPK Johan Budi menegaskan, KPK tetap konsisten menyelesaikan kasus korupsi, terutama perkara Bank Century dan cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom.

Secara terpisah, Koalisi Masyarakat Sipil, seperti dikatakan Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch, menilai putusan PN Jakarta Selatan yang memenangkan permohonan praperadilan dari Anggodo, adik tersangka kasus korupsi proyek sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan, Anggoro Widjojo, adalah kabar buruk bagi KPK dan ancaman serius terhadap upaya memerangi mafia hukum. Hakim seolah lupa dan mengesampingkan sejumlah fakta, kemarahan masyarakat Indonesia, dan tidak peduli dengan segala upaya menghancurkan KPK yang terus terjadi.

”Seharusnya hakim mempertimbangkan sisi hukum yang lebih substansial, lebih mementingkan rasa keadilan publik, dan melihat adanya serangan sistematis terhadap KPK dan upaya pemberantasan mafia,” katanya.

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas menegaskan, KY akan mengeksaminasi putusan PN Jakarta Selatan terkait SKPP terhadap Bibit dan Chandra. KY telah meminta salinan putusan itu. (ANA/FER/WHY/AIK/NWO)

Sumber: Kompas, 21 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan