Industri Rokok Menghegemoni Kebijakan Publik

Relasi antara bisnis dan politik berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Relasi Industri rokok terhadap kekuasaan menghegemoni kebijakan publik untuk mengamankan bisnis.

Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) di Malang, Kudus dan Kediri, menemukan fakta bahwa industri rokok memiliki relasi sangat kuat dengan penguasa, utamanya kepala daerah dan pejabat di tingkat lokal. Hubungan dijalin sejak masa pencalonan kepala daerah, berlanjut secara berkesinambungan dalam bentuk insentif bulanan.

Hasil penelitian di Kudus, misalnya, perusahaan rokok secara rutin memberikan tunjangan kepada pejabat daerah hingga ke tingkat camat berupa insentif bulanan yang besarnya bervariasi, rata-rata Rp 5 juta perbulan. Perusahaan juga memberikan insentif bulanan kepada tokoh masyarakat serta tunjangan kesehatan.

"Ini menyebabkan relasi yang terbangun menjadi sangat kuat. Menghegemoni politik bisnis di Kudus, dan mempengaruhi kebijakan publik untuk menguntungkan kepentingan industri rokok," terang peneliti Divisi Korupsi Politik ICW dalam diskusi di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (7/6/2012).

Di Kudus, setidaknya ada 6 Peraturan Daerah (Perda) tentang pajak dan retribusi yang berpihak kepada industri rokok, terutama pemain besar. Dalam Perda 7/2006 tentang Perubahan Ijin usaha Industri membuat industri rokok tradisional gulung tikar. peman baru tidak bisa masuk pasar.

Relasi serupa terjadi di dua kota lain, Kediri dan Malang. Pola yang sama juga terjadi dalam konstelasi politik nasional.

Hasbullah Thabrany dari Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia mengatakan, salah satu contohnya adalah hilangnya ayat tembakau dalam RPP Pengamanan zat adiktif produk tembakau bagi kesehatan. "Pola relasinya sama saja. Dimana ada uang, ada politik. Salah satunya hilangnya ayat tembakau, ada potensi meskipun kita belum memiliki buktinya," tukas Hasbullah.

Pemerintah, kata Hasbullah, harus segera mengesahkan RPP yang salah satu isinya mewajibkan pencantuman peringatan berupa gambar bahaya rokok dalam setiap iklan rokok. Saat ini, RPP Pengamanan zat adiktif produk tembakau bagi kesehatan ini masih menunggu pengesahan dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono.

Deputi bidang Kesehatan, Kependudukan, dan Lingkungan Kemenkokesra Emil Agustiono mengatakan sepekan lagi RPP tersebut akan disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan