Heboh Komisi8@yahoo.com

LAGI-lagi anggota DPR RI membuat gemes. Pada waktu mengadakan kunjungan kerja soal penyusunan RUU Fakir Miskin ke Australia, para anggota Komisi VIII ditanya alamat e-mail resminya. Dengan kebingungan akhirnya mereka sekenanya menjawab: komisi8@yahoo.com! Sontak para peserta audiensi yang sebagian besar adalah mahasiswa PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) di Australia, bingung dan geli. Mengapa?

Karena Komisi VIII adalah bagian dari salah satu lembaga tinggi negara: DPR RI. Mereka sudah mengeluarkan anggaran untuk studi banding hingga miliaran rupiah. Namun alamat e-mail saja, memakai yang gratisan, yaitu yahoo.com, sejenis juga dengan gmail. com, hotmail.com, in.com, dan sebagainya. Cerita belum berhenti di situ, setelah alamat tersebut dikirimi e-mail, ternyata mendapat respons ‘failed permanently’, yang artinya, alamat e-mail tersebut tidak ada! Cuplikan cerita di atas dapat dilihat videonya di youtube.com. Temukan dengan kata kunci ‘email resmi komisi 8 dpr ri’.

Sejak video tersebut diunggah 27 April 2011 lalu, sudah dilihat lebih dari 100.000 kali dan banyak mendapat tanggapan yang bernada miring dari para netters. Mengapa sampai muncul cerita tentang e-mail tersebut? Karena oleh para pelajar Indonesia yang berada di Australia, anggota Komisi VIII ditanya mengapa hanya mau menyusun RUU tentang Fakir Miskin saja mesti belajar ke Australia? Bukankah lebih baik meminta masukan dari masyarakat kita sendiri? Anggota Komisi VIII pun menjawab kalau mereka sangat terbuka menerima masukan dari masyarakat, baik melalui telpon maupun e-mail.

Kalau melalui telpon, dikhawatirkan informasinya tidak tercatat dan cepat lenyap, maka para pelajar pun meminta alamat e-mail resmi Komisi VIII. Beberapa anggota Komisi pun menyebutkan alamat e-mail pribadi mereka (yang rata-rata email gratisan juga). Para pelajar tidak mau, karena untuk urusan resmi, harus memakai e-mail resmi lembaga. Nah, di sinilah para anggota saling kebingungan dan akhirnya ada yang melontarkan dengan nada yang terkesan sekenanya: komisi8@yahoo.com! Para pelajar dan audiens yang mendengar jawaban tersebut pun jadi geli dan gemes, karena yang mereka tunggu mestinya alamat resmi seperti komisi8@dpr.go.id, seperti alamat situs resmi DPR RI, yaitu www.dpr.go.id. Benar saja, ketika alamat gratisan yang disebut tadi dikirimi e-mail, ternyata dikembalikan oleh sistem e-mail pengirim, yang memberi tahukan bahwa alamat e-mail tersebut tidak ada. Entah kalau sesudah tulisan ini dimuat, lalu ada orang yang membuatnya, lha mudah, gratis, dan cepat kok.

Olok-olok masyarakat tentang e-mail bohongan ini sampai juga ke para pimpinan DPR. Priyo Budi Santoso, salah satu Wakil Ketua DPR, mengatakan bahwa rakyat sudah terlalu mengada-ada. Hal-hal kecil saja dijadikan masalah. Dia mengatakan DPR selalu membuka diri, tetapi untuk masukan-masukan yang substansial dan penting, bukan yang ‘remeh-temeh’. Nah, di sinilah masalahnya. Masyarakat kita mudah sekali menilai dengan logika begini. Alamat e-mail resmi saja tidak ada anggota yang hafal (kalau memang alamat itu ada). Berarti selama ini tidak ada komunikasi melalui e-mail. Karena tidak ada komunikasi melalui e-mail, berarti komunikasi lebih banyak dilakukan melalui tatap muka secara fisik.

Tidak mengherankan bila untuk menyerap aspirasi masyarakat pun mereka tidak mampu melakukannya melalui dunia maya. Kalau ‘cuma’ untuk urusan fakir miskin saja, mestinya dapat meminta masukan dari masyarakat kita sendiri bukan? Apa saja yang diharapkan oleh warga masyarakat kecil, lalu apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat yang mampu dan seterusnya. Masalahnya, berbagai studi banding yang dilakukan DPR seringkali dilakukan dengan alasan yang mengada-ada. Kunjungan ke parlemen Australia tetap dilakukan meskipun parlemen yang akan dikunjungi sedang reses atau libur. Ada juga kunjungan ke parlemen Jerman hanya untuk mengubah dua pasal undang-undang tentang kehakiman, salah satunya adalah menentukan berapa usia pensiun seorang hakim! Apa sulitnya menentukan usia pensiun pejabat negara kita? Bukankah pejabat-pejabat yang lain juga kita tentukan sendiri, tanpa perlu belajar dari negara lain? Apakah Anda masih ingat juga kunjungan anggota DPR ke Afrika hanya untuk melakukan studi banding tentang kepramukaan? Padahal Afrika bukanlah daerah yang kepramukaannya maju. Bahkan kepramukaan kita justru jauh lebih baik dan berbeda dengan ajaran aslinya, yang dicetuskan oleh Lord Baden Powell.

Lalu apa hasil dari studi banding tersebut? Tidak kalah sengitnya, Ketua DPR pun memamerkan bahwa alamat e-mail pribadinya adalah marzuki_alie@yahoo.co.id! Halah Pak, sebagai anggota DPR, mestinya alamatnya menggunakan domain @dpr.go.id, misalnya marzuki_alie@dpr.go.id. Memang tidak salah kalau menggunakan alamat gratisan, tetapi hanya untuk keperluan non formal, misalnya untuk bersosialisasi dengan sanak saudara dan handai taulan. Akan tetapi, untuk urusan resmi, sebagai anggota DPR, harus menunjukkan ‘kewibawaan’ dengan alamat institusinya, bukan dengan alamat gratisan.

(Oleh:Wing Wahyu Winarno Mafis AK, Penulis adalah Dosen STIE YKPN Yogyakarta, kandidat doktor)-
Tulisan ini disalin dari Kedaulatan Rakyat, 06/05/2011 18:01:50

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan