Hakim Tolak Eksepsi Anggodo

Langkah Raja Bonaran Situmeang dalam membela Anggodo Widjojo yang terseret kasus percobaan penyuapan dan upaya menghalang-halangi penyidikan KPK harus terhenti. Majelis hakim menolak salah satu poin dalam nota keberatan (eksepsi) Anggodo yang menyatakan bahwa Bonaran tidak bisa menjadi saksi karena berposisi sebagai kuasa hukum terdakwa.

Putusan majelis hakim tersebut disampaikan dalam putusan sela di Pengadilan Tipikor kemarin (1/6). "Majelis berpendapat keberatan atas dakwaan kedua tentang kedudukan dan peran Raja Bonaran sebagai penasihat hukum tidak dapat diterima," ujar anggota majelis hakim Dudu Duswara. Karena penolakan tersebut, majelis mencabut surat kuasa Bonaran sebagai pengacara Anggodo. Bonaran juga diwajibkan duduk sebagai saksi dalam sidang.

Selain menolak keberatan atas posisi Bonaran sebagai kuasa hukum terdakwa, majelis tidak memenuhi poin pengajuan eksepsi lainnya. Majelis menilai, poin-poin eksepsi yang menyangkut isi dakwaan berada di luar lingkup eksepsi. Di antaranya, keberatan atas PT Masaro Radiokom yang dihubungkan dengan kasus korupsi Yusuf Erwin Faisal, keberatan atas penetapan Anggodo sebagai terdakwa, serta status mediator penyuap Ari Muladi yang belum jelas.

Tjokorda Rai Suhamba selaku ketua majelis hakim menuturkan, poin-poin keberatan tersebut baru bisa dibuktikan dalam proses sidang. "Keberatan-keberatan yang diajukan (Anggodo, Red) sudah masuk dalam lingkup perkara yang akan dibuktikan di sidang kali ini," urai Tjokorda.

Merespons putusan majelis, Bonaran langsung mengajukan keberatan. Dia bakal mengajukan banding atas putusan tersebut. Dia juga memohon kepada majelis agar tetap menjadi kuasa hukum Anggodo selama proses hukum berlangsung. Namun, permohonan tersebut ditolak. "Kalau Saudara ingin tetap di ruang ini, silakan. Tapi, Anda tidak boleh mengajukan pertanyaan selama sidang," tegas Tjokorda. Sidang itu dilanjutkan Selasa nanti (8/6) dengan agenda pemeriksaan saksi.

Kuasa hukum Anggodo yang lain, Riezkie Marhaendra, meminta jaksa bertindak profesional dalam menangani kasus kliennya. Dia juga menolak anggapan bahwa kliennya sengaja bersikap tidak kooperatif dalam sidang. Dia lantas mencontohkan penundaan sidang pertama. Saat itu Anggodo tidak hadir karena sakit. "Tujuan ke pengadilan itu adalah mencari keadilan. Tapi, (sikap, Red) jaksa bertolak belakang dengan hukum acara," tuturnya.

Dia pun menyoroti isi dakwaan percobaan penyuapan yang tidak dikenal dalam teori hukum pidana. "Itu jelas berbeda dengan kasus percobaan pembunuhan yang mudah dibuktikan," ulas dia.

Menurut dia, jika memang ada percobaan penyuapan, aparat seharusnya menjadikan Ari sebagai orang yang menerima uang dari Anggodo untuk disuapkan kepada pimpinan KPK. "Lha itu, kenapa Ari Muladi tidak diperiksa? Itu pun kalau memang percobaan penyuapan dikenal dalam hukum kita," lanjutnya.

Dia menganggap jaksa terlalu memaksakan isi dakwaan. Merujuk hasil penyelidikan Mabes Polri terhadap Anggodo serta tidak dapat dijeratnya Anggodo dengan beberapa alternatif sangkaan, KPK seharusnya menilai kasus tersebut secara objektif dan memang hanya mendasarkannya kepada hukum, bukan hal di luar hukum. "Konstruksi hukum tidak jalan. Bagaimana menegakkan hukum tanpa aturan hukum?" ucap dia. (ken/c11/agm)
Sumber: Jawa Pos, 2 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan