Gayus Sebut Perusahaan Grup Bakrie saat Jadi Buron

Polri Janji Usut Semua Penyogok Pajak

Nama perusahaan kelompok Bakrie ternyata disebut Gayus Tambunan sejak masih berada di Singapura. Pecatan pegawai negeri sipil Ditjen Pajak golongan III A itu telah menyampaikannya kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang menjemputnya di negeri jiran tersebut.

''Informasi tentang perusahaan Bakrie itu dikatakan Gayus kepada saya dan Bang Ota (Mas Achmad Santosa, anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Red) saat kami menjemput ke Singapura,'' kata Sekretaris Satgas Denny Indrayana di kantornya kemarin (4/6).

Sebelum Gayus dipulangkan ke Indonesia awal April lalu, anggota satgas memang terbang ke Singapura bersama tim penjemput dari Mabes Polri. Saat itu, Gayus berbincang lama dengan Denny dan Mas Achmad Santosa di restoran Padang di kawasan Lucky Plaza, Singapura.

Tetapi, kata Denny, keterangan Gayus itu pengakuan sepihak dan perlu diverifikasi untuk membuktikan kebenarannya. Karena itulah, kabar tersebut belum pernah disebarluaskan. Sebab, tindak lanjutnya menjadi kewenangan penyidik.

''Apakah ini (pernyataan Gayus, Red) sebuah fakta atau tidak, harus dibuktikan lewat proses pengadilan,'' kata doktor hukum tata negara lulusan Australia itu.

Seperti diberitakan, pengusutan kasus sindikasi mafia pajak Gayus Tambunan terus berlanjut. Saat ini, tim independen fokus pada pihak-pihak yang menjadi sumber dana haram Gayus. Mereka akan memeriksa sejumlah pihak yang disebut Gayus mengirimkan uang ke rekening miliknya.

Kabareskrim Mabes Polri Komjen Ito Sumardi memastikan semua nama yang disebut Gayus akan diperiksa. Termasuk, beberapa anak perusahaan Grup Bakrie, seperti PT Bumi Resources Tbk, PT Arutmin, dan PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Staf ahli Kapolri bidang hukum pidana Dr Chairul Huda memperkuat pernyataan Denny. Menurut Huda, pengakuan Gayus tentang perusahaan Bakrie yang mengirimkan uang ke rekeningnya muncul sebelum Gayus diperiksa tim independen. ''Itu memang sejak di Singapura,'' katanya saat dihubungi Jawa Pos kemarin (4/6).

Dosen pascasarjana Universitas Muhammadiyah, Jakarta, itu menjelaskan, polisi sama sekali tidak punya motif politis apa pun terkait dengan pengakuan Gayus itu. "Pihak-pihak yang tidak merasa bersalah tidak perlu kebakaran jenggot. Yakinlah, penyidik bergerak secara profesional," ujarnya.

Meski hanya pengakuan lisan, keterangan Gayus itu wajib untuk ditindaklanjuti. "Kalau tidak, justru akan menghalangi proses penegakan hukum. Kapolri sudah berjanji menuntaskan kasus ini sampai akar-akarnya," katanya.

Huda mengatakan, polisi secara resmi belum pernah menyebut nama-nama perusahaan di bawah kelompok Bakrie. ''Kalaupun kemarin ada pernyataan dari Kabareskrim, setahu saya, itu hanya menjawab pertanyaan wartawan," ujarnya.

Keluarga Bakrie membantah keras pernyataan Gayus yang sudah telanjur mencuat di media itu. Tudingan bahwa tiga perusahaan Bakrie -PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resources, dan PT Arutmin- terkait dengan mafia pajak dinilai tidak rasional.

''Tidak benar itu. Justru sekarang saya tantang yang menuduh harus membuktikannya,'' ujar Lalu Mara Satriawangsa, juru bicara keluarga Bakrie, di Jakarta kemarin.

Berbicara mewakili petinggi Bakrie Brothers, Aburizal Bakrie, Lalu Mara menilai pernyataan Gayus bernuansa fitnah. Dia mengatakan, sudah tidak kaget dengan berbagai upaya pihak tertentu untuk merusak citra Aburizal yang kini duduk di posisi strategis di dunia perpolitikan nasional sebagai ketua DPP Golkar dan ketua Setgab Partai Koalisi. Menurut mantan jurnalis itu, seharusnya penegak hukum bisa memfilter beredarnya isu tanpa pembuktian yang dilontarkan pesakitan seperti Gayus.

''Perusahaan ini clear karena dikelola. Pajak adalah instrument fiscal yang ada laporannya kepada publik dan diaudit ketat oleh Kementerian Keuangan. Janganlah dibawa ke ranah politis,'' ujar dia.

Lalu Mara menambahkan, sejak berdiri pada 1942, semua perusahaan di bawah Bakrie Brothers telah memberikan sumbangsih yang tidak terhingga kepada negara dalam bentuk pemasukan pajak. Tiap tahun, pajak dari Bakrie Brothers yang disetorkan kepada negara mencapai Rp 10 triliun. Karena itu, menurut dia, tudingan markup pajak sangat tidak beralasan.

''Dan semua itu (pajak) kami bayar secara prosedural dan, sekali lagi, diaudit secara ketat,'' kata dia.

Dia menengarai, pernyataan Gayus itu terkait dengan sengketa pajak KPC yang sebelumnya mencuat di media. Tudingan menjadi lemah karena putusan MA tentang sengketa pajak yang melibatkan Ical -panggilan Aburizal Bakrie- memenangkan KPC. ''Secara hukum sudah diputuskan kami menang. Saya kira, semua pihak harus menghormati keputusan MA itu.''

Lalu Mara mengungkapkan, selama ini banyak pihak berupaya mencampur aduk kepentingan fiskal dan politik. Menurut dia, ada banyak pihak yang membidik Ical atas dasar kepentingan politik. Bahkan, sejatinya, kata dia, sejak 2004 Ical sudah tidak terlibat langsung dalam manajerial perusahaan karena duduk di kursi Menkokesra.

Lalu, akan ada upaya hukum kepada Gayus? Ical, kata Mara, masih mempertimbangkan hal tersebut secara matang sebelum mengambil tindakan lebih lanjut. Saat ini, pihak Bakrie menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian apakah mau mengusut atau tidak. ''Yang jelas, ini adalah negara hukum dan semua harus taat kepada hukum yang berlaku tanpa kecuali,'' katanya.

Di Mabes Polri, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menegaskan, polisi tidak berniat mengkriminalkan kelompok bisnis tertentu dalam penyidikan kasus Gayus. ''Tidak ada kaitannya dengan grup-grupan, 149 perusahaan. Jadi, jangan dibawa grup-grupan,'' ujarnya.

Menurut Edward, sampai saat ini Polri terus mendalami pengakuan Gayus bahwa dirinya mendapatkan dana dari 40 perusahaan yang dia tangani. ''Nama-nama perusahaan dan jumlah uang yang diterima ini baru keterangan sepihak dari Saudara Gayus. Tunggu kita dalami, jangan sampai keterangan Gayus mengandung fitnah bagi orang lain,'' ujarnya.

Saat ini penyidik masih memeriksa empat perusahaan dari seluruh keterangan yang diberikan Gayus. Empat perusahaan itu adalah PT SAT (Surya Alam Tunggal), PT DAS (Dowell Anadriil Schlumberger), PT EX (PT Excelcomindo), dan PT IND (PT Indocement).

''Sampai sekarang, belum ada perusahaan yang lain yang diperiksa. Juga belum ada penjelasan soal jumlah uang tertentu,'' katanya. (kuh/zul/rdl/c1/ari)
Sumber: Jawa Pos, 5 juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan