Fokus Kasus Korupsi

Di negeri ini, kasus korupsi sangat jarang yang bisa tuntas. Ada banyak sekali alasan mengapa demikian.Tapi,salah satu yang penting adalah mudahnya fokus perhatian publik beralih ke hal yang lain,sehingga hal yang peripheral tiba-tiba menjadi sentral.

Sedangkan kasus korupsi yang idealnya sentral tiba-tiba menjadi peripheral. Ingatan seringkali menjadi pendek.Kasus korupsinya bisa menjadi tertunda,atau bahkan menghilang. Berganti dengan isu lainnya. Bahkan harus diingat, kadang-kadang itu malah menjadi taktik yang dilakukan para koruptor. Publik kemudian meributkan yang peripheral, sedangkan yang sentral menjadi tidak lagi utama. Kasus terkini kelihatannya kembali harus menjadi fokus kita bersama. Berawal dari skandal suap yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tiba-tiba menyeret elite partai politik.

Hebatnya lagi,nama yang sama juga sempat memberikan “hadiah” kepada petinggi Mahkamah Konstitusi (MK), menurut pengakuan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK Janedjri M Gaffar.Hadiah yang mudah ditebak,mustahil berdiri sendiri tanpa maksud apaapa. Pengakuan tersebut tentu saja menjadi “puzzle” pelengkap tentang siapa petinggi parpol ini. Namun, kini kembali menjadi kabur. Serangan terhadap Ketua MK, isu perpecahan di tubuh partai sang bendahara, kemarahan Ketua Dewan Pembina, ketidakseriusan mekanisme internal partai, hingga “curhat” sang ketua dewan pembina tentang ada upaya menjelek-jelekkan partainya.

Hingga harus meminjam jam kerja kepresidenan untuk menjelaskan kegelisahan serangan atas partainya. Biar bagaimanapun, ini disuarakan oleh orang nomor satu di negeri ini, sekaligus ketua dewan pembina partai terbesar saat ini. Mudah untuk mengatakan, perhatian publik akan besar peluangnya kembali teralih. Orang kembali akan meributkan hal peripheral yang seharusnya tidak sentral bagi negara yang beritikad melakukan penegakan hukum secara baik. Hal yang tentu tidak boleh terjadi.

Kembali ke Kasus
Maka itu, mari kembali menegakkan kasus ini secara baik dan benar. Dan dalam kapasitas itu,setidaknya ada tiga hal utama yang harus bekerja secara baik dan terkonsolidasi demi penyelesaian kasus korupsi ini. Pertama, tentu saja penegakan hukum yang rapi dan kuat. Dan inilah tantangannya bagi hukum dan lembaga penegakannya. KPK punya pekerjaan rumah y a n g p a l i n g besar untuk segera menuntaskan. Andai ada penegakan hukum yang kuat dan itu dimulai dari sekarang, paling tidak dapat “mencuci” beberapa isu yang dapat merusak konsentrasi publik. KPK tentu harus bekerja cepat karena,sejujurnya,KPK memang seringkali punya persoalan besar dengan timing.

Kita semua sadar dengan keterbatasan KPK. Tapi, pada saat yang sama, KPK harus mengingat bahwa ada harapan besar pada diri KPK. Karena itu, KPK harus sadar pada maqam-nya yang lembaga luar biasa yang diberikan kewenangan memotong keterpurukan bangsa akibat daya kerja merusak korupsi beraktor politik. Perangkat keluarbiasaan ini sangat penting untuk digunakan sebagai sarana penyelesaian perkara dengan tingkat kadar isu politik yang tinggi. Kedua, kerja yang dilakukan partai secara internal.Kita sedikit bingung, daripada meributkan serangan parpol lain, jauh lebih tepat jika Partai Demokrat bekerja secara internal untuk menyelesaikan problem “virus” korupsi yang melanda secara internal.

Sibuk dan marah atas serangan partai lain sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Dengan segala catatan, apa yang telah dilakukan Partai Demokrat dengan memberhentikan bendahara umumnya, hal yang patut diapresiasi meski masih jauh dari kesan cukup dan ideal. Jauh lebih ideal jika bekerja keras untuk segera membersihkan internal partai yang terindikasi kena virus korupsi. Keuntungannya, bukan hanya sekadar memperbaiki internal partai sehingga terlihat lebih sehat di mata publik,melainkan juga bisa menjadi percontohan bagi partai lain bahwa Partai Demokrat mampu dan mau bekerja membersihkan partainya.

Bukan cuma itu, kerja keras demi pemberantasan korupsi juga menjadi aplikasi langsung dari perintah ketua dewan pembina yang sekaligus presiden negara ini yang senantiasa berjanji memimpin langsung pemberantasan korupsi. Ketiga, seluruh komponen negara punya kewajiban kerja saat ini untuk mendorong perbaikan di banyak hal,termasuk sistem hukum mengenai kepartaian, aturan penggunaan dana dalam kontestasi pemilu, bahkan pembiayaan partai.Lebih besar lagi, perbaikan aturan secara menyeluruh perihal pembiayaan demokrasi.

Kita sungguh bermasalah di sini. Partai banyak “bermain api” disebabkan tuntutan untuk mengumpulkan dana sebanyakbanyaknya dalam rangka membeli suara konstituen. Dan di situlah sebab musabab korupsi yang banyak membelit partai politik saat ini. Artinya, untuk kembali fokus ke kasus korupsinya, jawabannya adalah dengan kerja.Kolaborasi antara kerja prosesi internal partai dan penegakan hukum yang kencang oleh sangat kita harapkan sebagai jawaban dari upaya untuk kembali fokus ke penyelesaian perkara ini.Jika internal partai bisa menggerakkan mekanisme internalnya secara baik, penegakan hukum bisa menjadi turbin penggerak secara kuat.

Itu pun masih harus diimbuhi dengan keseriusan kita semua untuk membangun sistem yang memang antikorupsi demi menyelamatkan demokrasi yang kita ingin bangun secara sehat. Mampukah? Maukah? Hanya kita semua yang bisa menjawabnya. Dan andai kita mau kerja serius untuk tidak lupa atau melupakan kasus korupsi dengan jalan bekerja menyelesaikannya.

ZAINAL ARIFIN MOCHTAR, Dosen Ilmu Hukum dan Direktur PuKAT Korupsi FH UGM Yogyakarta
Tulisan ini disalin dari Koran Sindo, 31 Mei 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan