Fakta Diungkap BPK dalam Rapat Pansus, Data untuk Bailout Century Tak Valid

Satu per satu fakta diungkap dalam rapat panitia khusus (pansus) DPR untuk hak angket skandal Bank Century. Ketika BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) diundang kemarin, muncul pengakuan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sebenarnya telah meminta Bank Indonesia (BI) bertanggung jawab atas membengkaknya dana talangan (bailout) ke Century.

Pengakuan tersebut disampaikan anggota BPK Hasan Bisri. Dia menambahkan, BI diminta bertanggung jawab karena telah memberikan data yang tidak valid tentang kondisi keuangan Bank Century.

Padahal, data tersebut digunakan sebagai pertimbangan komite koordinasi (KK) untuk menyelamatkan Bank Century. ''Karena itu, Menkeu bilang akan minta BI bertanggung jawab secara official (resmi, Red),'' kata Hasan.

Menurut Hasan, pernyataan Menkeu itu menunjukkan pengakuan bahwa rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) maupun KK tidak memiliki data valid, lengkap, dan mutakhir saat akhirnya memutuskan menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, sehingga harus diselamatkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). ''Karena data yang tidak valid itulah, kebutuhan dana bailout akhirnya membengkak,'' jelasnya.

Sesuai hasil audit investigasi BPK, dalam rapat KSSK dan KK pada 21 November 2008, data Bank Century yang disodorkan BI menyatakan bahwa untuk menaikkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) dari -3,53 persen menjadi 8 persen dibutuhkan dana Rp 632 miliar. Namun, jumlah itu membengkak setelah diketahui adanya laporan terbaru bahwa kondisi Bank Century jauh lebih parah.

Karena itulah, lanjut Hasan, BPK dalam laporan audit investigasinya menyebut bahwa proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tidak berdasar data valid. ''BI tidak memberikan informasi yang sesungguhnya, lengkap, dan mutakhir mengenai kondisi Bank Century kepada KSSK,'' jelasnya.

Tidak adanya informasi valid itu­lah yang akhirnya menjadi awal dari rangkaian pengucuran dana LPS total Rp 6,7 triliun yang sebagian dinilai tidak memiliki dasar hukum.

Menurut Hasan, gara-gara informasi BI yang tidak akurat ter­­sebut, Menkeu mulai mempertanyakan kemampuan penilaian BI terhadap Bank Century. ''Jika assesment BI atas Bank Century tidak valid, assesment atas keputusan KSSK (untuk menyelamatkan Bank Century) juga bisa dipertanyakan,'' terangnya.

Anggota pansus dari Fraksi PDIP Hendrawan mengatakan, lemahnya assesment BI menjadi salah satu faktor signifikan yang juga memunculkan berbagai pelanggaran yang dilakukan BI saat proses merger Bank Century. ''Soal lemahnya assesment BI itu, saya dengar Menkeu bilang, saya bisa mati berdiri jika kemampuan assesment BI seperti itu,'' ujarnya.

Terkait pernyataan Menkeu dan BI bahwa KSSK sudah menggunakan data komprehensif, Hasan mengakui bahwa data eksternal seperti kondisi pasar modal, pasar keuangan, dan kondisi ekonomi global, memang sudah lengkap. ''Tapi, justru data lengkap soal Bank Century malah tidak ada,'' katanya.

Sementara itu, Ketua BPK Hadi Poernomo menambahkan, BPK tidak dalam posisi menilai kebijakan, sehingga tidak bisa menunjuk siapa yang salah dan siapa yang benar dalam pengambilan keputusan penyelamatan Bank Centu­­ry. ''Yang kami periksa adalah kepatuhan pada hu­­kum, SOP (standard operation pro­­ce­­dure)-nya. Proses itulah yang kami periksa,'' ujarnya.

Beberapa data lain yang diungkap BPK adalah adanya dana milik Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKKBI) senilai Rp 80 miliar di Bank Century. Dengan demikian, sesuai ketentuan, jika Bank Century ditutup, dana tersebut juga ikut hilang. Dana tersebut akhirnya ditarik YKKBI setelah Bank Century diselamatkan dan men­­dapatkan kucuran dana dari LPS.

Ditanya apakah itu berpotensi memengaruhi keputusan BI untuk menyelamatkan Bank Century, Hasan enggan menjawab. ''Itu di luar wewenang kami.''

Wakil Ke­­tua Pansus Angket Gayus Lumbuun menyatakan senang dengan hasil pemanggilan kemarin. Kata dia, tekad pansus menjadi semakin kuat untuk mengung­­kap penuntasan skandal Century. Fakta bahwa KK yang menjadi cikal bakal KSSK tidak dibentuk dengan dasar hukum yang jelas telah membongkar batu sandungan besar penuntasan skandal Bank Century.

"Tadi sudah cukup jelas. Menurut BPK ada pelanggaran hukum, paling tidak, penggelontoran uang tanpa dasar hukum. Artinya, telah terjadi kejahatan keuangan di sana," kata Gayus di sela rapat konsultasi.

Menurut Gayus, pansus mendapat cahaya terang penyelidikan skandal Century. Apalagi, beberapa nama yang disiapkan dipanggil ternyata cocok dengan yang disebutkan BPK. Terutama, pihak-pihak yang bertanggung jawab di BI. Mereka segera dipanggil pada 21-22 Desember mendatang. "Semua nama, termasuk kelompok sebelum gubernur dipegang Pak Boediono, juga akan kami panggil. Menkeu dipanggil, kalau bisa, pada saat itu pula," ujar politikus PDIP tersebut.

Yang paling menggembirakan, menurut Gayus, BPK juga menyampaikan bahwa pembentukan KK tidak berdasar hukum. Artinya, keberadaan KSSK yang menyusul setelahnya juga lemah. Padahal, lembaga yang dipimpin Sri Mulyani itu yang menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Cukup jelas dan sangat jelas, KK enggak ada landasan hukumnya. Otomatis KSSK tidak ada. Makhluk bernama KSSK itu tidak ada," tegas Gayus.

Sementara itu, Wakil Presiden Boediono menegaskan kesiapan memenuhi panggilan pemeriksaan Pansus Angket Kasus Bank Century di DPR. Dia yakin, keterangannya akan mengakhiri polemik tentang penyelamatan Bank Century. Meski demikian, Boediono meminta tata cara pemeriksaan tetap memperhatikan penghormatan kepada kedudukannya sebagai simbol negara.

Juru Bicara Wakil Presiden Yopie Hidayat menuturkan, kete­rangan Boediono di hadapan anggota pansus tidak sekadar memenuhi kewajiban sebagai warga negara, tetapi juga perwujudan keinginan untuk menyelesaikan kasus tersebut agar pemerintah bisa berkonsentrasi me­ngurus masalah negara.

''Namun, kami menginginkan pemeriksaan tetap menjaga simbol negara. Harus ada koordinasi de­ngan pansus untuk mengatur mekanismenya,'' kata Yopie kemarin.

Yopie membantah pengaturan tersebut bertujuan menghambat kerja pansus, melainkan menjaga etika dan tata krama protokoler agar martabat wakil presiden tetap terpelihara. ''Kalau Wapres diundang ke acara kawinan saja, harus ada koordinasi. Misalnya, mengatur pengamanan, tempat duduk, dan katering. Apalagi, ini acara resmi permintaan ketera­­ngan dari Pansus DPR,'' paparnya. (owi/dyn/noe/kum/agm)

Sumber: Jawa Pos, 17 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan