Erupsi Saham Krakatau Steel

Suka atau tidak, melejitnya harga saham PT Krakatau Steel sebesar 49,41 persen pada hari pertama dan kumulatif pada hari kedua naik sebesar 78,82 persen telah menguatkan dugaan banyak pihak tentang adanya indikasi masalah di balik penawaran saham perdana PT Krakatau Steel.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan ketidakheranan atas naiknya harga sebagai akibat mekanisme pasar. Jika keyakinan akan pasar memang menjadi acuannya, mengapa pemerintah tidak mengikuti ”denyut pasar” dalam menetapkan (book building) harga saham perdana PT Krakatau Steel (KRAS)?

Pemerintah dan pendukung ”harga Rp 850” menyatakan, hal itu disebabkan oleh dipilihnya investor berkualitas. Itulah mengapa Kompas dan banyak media menyoroti aksi jual asing yang masif atas saham perdana KRAS di bursa. Karena asing ”dicitrakan” berkualitas. Kualitas, menurut Hikmahanto Juwana dalam artikel opini Kompas (20/11/2010), diartikan sebagai ”investor akan memegang saham yang diperoleh untuk jangka panjang”.

Substansi pengawasan

Jika pemerintah dan para pihak berpegang pada etika pasar my word is my bond, asumsi preferensi investor berkualitas haruslah dapat dipertanggungjawabkan. Itu karena, faktanya, terjadi aksi jual saham IPO di bursa secara masif.

Di sebuah media on-line, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) menyatakan, aksi jual asing terjadi karena banyak keributan di seputar IPO KS. Jika itu asumsinya, berpegang pada mekanisme pasar, jual cepat dalam jumlah banyak (panic selling) tentu akan mendorong harga turun.

Bagi saya, inkonsistensi logika ”mekanisme pasar” terjadi dua kali. Pertama, di pasar perdana naiknya permintaan tidak meningkatkan harga; dan kedua di bursa aksi jual masif justru menaikkan harga.

Hikmahanto, dalam tulisannya di Kompas, menurut hemat saya, melihat kewajaran IPO KRAS dari sisi hukum positif prosedural penawaran saham perdana (IPO). Yang dipermasalahkan banyak pihak ialah tentang konflik kepentingan dan adanya keuntungan pihak-pihak tertentu.

Untuk itu, jika ukurannya best practice sistem pengawasan dan penegakan hukum, terlalu sederhana dan terlampau cepat menarik kesimpulan kewajaran hanya dari penilaian prosedural.

Kewajaran harga dan perolehan manfaat hanya dapat disimpulkan jika unsur-unsur manipulasi pasar dan/atau insider trading (Pasal 90-97 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal) telah diperiksa dan disidik oleh otoritas (Bapepam-LK, Pasal 5).

Jika pembentukan harga di pasar perdana dan bursa direkonstruksikan, indikasi motif (keuntungan pihak tertentu) sebagaimana diatur dalam Pasal 92 UU Pasar Modal cukup terlihat, yakni investor merealisasikan keuntungan tinggi pada saat pertama.

Hukum pidana pasar modal mengatur transaksi wajar adalah terjadi tanpa pengelabuan informasi (Pasal 90), harga terjadi bukan karena persekongkolan antara order beli dan jual yang membentuk harga (Pasal 91), serta tidak mendatangkan kerugian publik untuk perolehan keuntungan pihak tertentu (Pasal 92).

Saya, ketika KRAS dibuka di papan bursa, langsung memantau lalu lintas order dan transaksi sahamnya. Bukan karena saya memegang saham KRAS, karena saya memang tidak memegang saham satu lot pun. Saham KRAS, dalam hitungan detik, dengan lot tidak terlampau banyak dibentuk ke Rp 950, Rp 1.080, dan Rp 1.100. Pembentukan tiga tangga harga tersebut terjadi di menit pertama transaksi KRAS.

Sinyal persekongkolan
Setelah itu, dalam hitungan detik ke detik, saham KRAS menunjukkan sebuah indikasi terjadinya persekongkolan pembentukan harga. Kenapa demikian? Setidaknya ada dua sinyal, pertama, transaksi dalam waktu singkat sudah menembus ke angka menuju Rp 1 triliun; dan kedua, harga dipicu naik justru dari inisiatif pembeli (bid inisiator).

Begini ceritanya, jika harga naik dari detik ke detik, mekanismenya order beli mengejar harga di atas harga sebelumnya yang disimpan oleh sekuritas di posisi order jual (bid inisiator). Sebaliknya, jika harga turun, sekuritas yang memasang order jual mengejar harga order beli di bawah harga sebelumnya (ask inisiator).

Masifnya penjualan terjadi setelah harga terbentuk ke kisaran di atas Rp 1.100. Di sisi ini saya rasa panic selling tidak tampak karena penjual melepas setelah harga dibuka dari harga yang terdongkrak order beli. Daya beli saham KRAS yang mampu mengejar keinginan jual di harga tinggi menyisakan tanya karena jumlahnya mencapai Rp 1,991 triliun pada hari pertama dan Rp 2,53 triliun pada hari kedua. Angka yang tidak kecil, untuk dikatakan sebagai ”mekanisme pasar”.

Mendorong hasrat beli sedemikian masifnya pada saat informasi sendiri tengah tidak jelas (ribut), sungguh sebuah pertanyaan untuk negara dengan pemain lokal di bursanya yang hanya sekitar 350.000 orang.

Di sinilah kesan konflik kepentingan tercium. Kesannya (indikasi), sudah ada skenario kekuatan yang siap membeli di bursa karena jumlahnya yang masif (besar). Di sinilah, proses book building dan penerima penjatahan harus diskemakan ke perdagangan orang dalam (Pasal 95-97) karena kesan adanya kepentingan harga rendah di IPO untuk keuntungan di bursa (transaksi mendahului informasi).

Ada dua kemungkinan, pertama, skenario peminat serius (jangka panjang) memang mengambil di pasar sekunder. Yang harus dibuktikan melalui proses pemeriksaan dan penyidikan adalah apakah sudah ada kesepakatan di belakang (back door) dengan ”penerima jatah”.

Kemungkinan kedua, dana-dana lokal—di mana yang terbesar tentu saja juga BUMN—mengambil di sekunder dari ”penerima jatah”. Jika ini terjadi, tentu skema konflik kepentingan menjadi semakin meluas dan terbuka.

Tulisan ini tidak menuduh, berasaskan praduga tak bersalah. Semua asumsi harus dibuktikan dalam pemeriksaan dan penyidikan. Yang ingin saya dorong adalah pemeriksaan dan penyidikan dengan cepat dan tepat sasaran oleh otoritas karena sinyal indikatif telah cukup terlihat dari pertanyaan publik itu sendiri.

Dengan demikian, mendorong proses penegakan hukum melalui upaya hukum oleh publik (class action) adalah sah dalam negara demokrasi dan sistem pasar. Hal ini agar citra pasar modal bisa membuat tata kelola BUMN lebih baik dan terlepas dari praktik sapi perah (korupsi), tidak menyisakan korupsi dengan mekanisme pasar itu sendiri.

Yanuar Rizky Pengamat Ekonomi, anggota perkumpulan ICW
Tulisan ini disalin dari Kompas, 13 November 2010
---------------
Tentang Istilah IPO

IPO menjadi sebuah kata yang sangat terkenal bagi kita dalam dua minggu ini, terutama dalam kasus PT Krakatau Steel, Tbk. IPO adalah sebuah aktivitas penawaran saham kepada masyarakat dengan mengikuti proses sesuai undang-undang yang dikenal dengan Undang-Undang Pasar Modal. Masyarakat bisa membeli saham perusahaan tersebut melalui perusahaan sekuritas yang mempunyai periode penawaran. Perusahaan yang ingin melakukan penawaran saham kepada publik setidaknya ada tahapan yang dilalui dan sering kali harus dilaksanakan.

Tahap awal yang dilakukan adalah meminta persetujuan akan dilakukan penawaran saham kepada publik kepada pemegang saham yang ada melalui mekanisme RUPS. Apabila RUPS telah menyetujui penawaran saham kepada masyarakat, direksi bisa menindaklanjutinya. Salah satu tindak lanjut dari hasil RUPS tersebut dewan direksi bisa membuat tim untuk menangani proses IPO (initial public offering) tersebut.

Dalam melaksanakan IPO, perusahaan tidak bisa melakukannya dan harus dibantu oleh pihak lain yang dikenal dengan profesi pasar modal dan lembaga penunjang pasar modal serta perusahaan sekuritas sebagai mitra dalam proses IPO ini. Sementara itu, profesi tersebut adalah akuntan, konsultan hukum, dan notaris, sedangkan lembaga penunjang pasar modal adalah lembaga penilai dan biro administrasi efek. Perusahaan sekuritas yang memimpin semua pihak yang berpartisipasi dalam proses IPO tersebut. Penentuan harga IPO ditentukan oleh perusahaan sekuritas dan perusahaan yang ingin IPO, di mana saat ini dilakukan dengan book-building. Harga IPO biasanya diminta dengan harga yang tinggi oleh perusahaan yang ingin go public dan perusahaan sekuritas selalu meminta dengan harga yang lebih rendah dengan berbagai alasan, baik hasil book-building maupun yang lain. Alasan utama diminta harga rendah karena perusahaan sekuritas tidak menginginkan investornya mengalami kerugian ketika berinvestasi pada saham tersebut agar pada IPO perusahaan lain maka investor tersebut ikut berpartisipasi untuk membeli saham.

Perusahaan
Titik awal memulai IPO setelah ada hasil RUPS dengan menunjuk konsultan hukum dan notaris agar semua aktivitas yang dilakukan tidak melanggar hukum yang ada. Tindakan yang dilakukan yaitu meningkatkan modal dasar perusahaan dan mengubah AD/ART agar memenuhi. Tindakan ini juga mengubah perusahaan dari perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka sehingga perusahaan tersebut selalu mencantumkan singkat pendek ”Tbk” setelah nama perusahaan. Peningkatan modal dasar dan juga modal setor harus disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku.

Persyaratan IPO bisa diperoleh dari Bapepam, baik langsung maupun melalui website yang dimiliki lembaga tersebut, bahkan perusahaan bisa mendapatkan dari perusahaan sekuritas. Persyaratan ini yang perlu dipersiapkan oleh perusahaan dengan pihak-pihak yang turut berpartisipasi dalam IPO tersebut. Salah satu syarat yang harus diperhatikan perusahaan adalah laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan publik. Laporan keuangan yang telah diaudit tersebut hanya berlaku 180 hari sampai terbitnya surat efektif dari Bapepam. Misalkan, bila perusahaan menggunakan laporan audit 30 Juni, laporan ini hanya berlaku sampai Desember sehingga proses IPO harus dilakukan selama enam bulan dan surat efektif dari Bapepam sudah keluar.

Jika kelengkapan dokumen sudah terkumpul, perusahaan dibantu perusahaan sekuritas mendaftarkannya ke Bapepam yang dikenal dengan pernyataan pendaftaran. Ketika perusahaan mengajukan pernyataan pendaftaran ke Bapepam, perusahaan harus transparan dan wewenang Bapepam untuk membuat saham tersebut menjadi wajar dan teratur. Apabila pemeriksaan dokumen yang dilakukan oleh Bapepam sudah memenuhi syarat, Bapepam menerbitkan surat efektif atas IPO saham perusahaan tersebut.

Selanjutnya, setelah surat efektif diperoleh dari Bapepam, perusahaan dengan perusahaan sekuritas melakukan public expose untuk mendapatkan investor walaupun sebenarnya kebanyakan investor perusahaan sekuritas tersebut. Kemudian perusahaan sekuritas melakukan book-building atas harga saham. Ada periode penawaran saham yang lamanya sekitar tiga hari untuk mendapatkan pembeli atas saham tersebut. Pada saat ini ketahuan siapa sebenarnya pembeli saham tersebut. Jika saham tersebut dianggap murah dan berkualitas, saham tersebut menjadi hot issue sehingga permintaan meningkat. Investor yang pintar akan melipatgandakan pesanannya dan investor yang tidak pintar ikut membeli saham tersebut. Apabila saham tersebut biasa saja, pembelinya kebanyakan investor yang tidak pintar dan sedikit yang pintar. Artinya, investor yang yang tidak pintar selalu terpojok sehingga investor tidak heran jika tidak mendapat jatah untuk saham-saham yang hot issue, seperti saham IPO Krakatau Steel.

Restrukturisasi
Salah satu proses yang cukup menarik dilakukan perusahaan sebelum IPO dilaksanakan adalah melakukan restrukturisasi perusahaan. Restrukturisasi ini perlu dilakukan untuk membuat perusahaan lebih menarik agar lebih laku dijual. Restrukturisasi yang dilakukan adalah bagaimana membuat nilai perusahaan dari harga Rp 500 menjadi Rp 750 atau bahkan jauh lebih tinggi. Tindakan ini diperlukan oleh pemilik karena pemilik telah lama mengoperasikan perusahaan sehingga perlu mendapatkan goodwill atau premium atas penjualan saham yang dilakukannya. Restrukturisasi ini sering juga disebut dengan rekayasa perusahaan agar lebih menarik. Rekayasa yang dilakukan sangat beragam dan rekayasa ini diketahui oleh orang-orang Indonesia bukan dari kita, tetapi dari asing yang menawarkan konsultan di Indonesia untuk perusahaan yang ingin go public. Besaran rekayasa ini bervariasi tergantung keinginan pemilik saham lama dan lakunya saham dijual. Bahkan, penulis mensinyalir hampir semua saham di bursa mengalami rekayasa. Tak heran, ada beberapa perusahaan BUMN yang melakukannya dan bisa dideteksi sehingga perusahaan mendapat penalti, baik direksi maupun perusahaan itu sendiri.

Perlukah investor melakukan investasi pada saham yang sedang IPO. Beberapa pihak investor yang bercerita bahwa setiap ada IPO investor tersebut mengikuti dan menjualnya pada hari pertama saham tersebut ditransaksikan. Investor tersebut selalu mengalami keuntungan minimum sebesar 5 persen dan jangka waktu atas investasi tersebut tidak lebih dari dua minggu. Artinya, investor tersebut telah memperoleh tingkat pengembalian yang cukup tinggi apabila disetahunkan mencapai 250 persen. Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Rock (1986) bahwa semua saham yang ditawarkan pada saat IPO mempunyai harga yang rendah sehingga investor akan mengalami keuntungan ketika diperdagangkan pada hari pertama.

Empiris dan praktik yang terjadi telah saling mendukung sehingga investor jangan lupa untuk berinvestasi pada IPO. Tetapi, ada juga saham yang diperdagangkan pada hari pertama turun dari harga IPO-nya, misalnya saham Semen Gresik yang harganya drop dari Rp 7.000 ke harga Rp 6.550 pada hari pertama transaksi saham ini.
Adler Haymans Manurungpraktisi keuangan
Sumber: Kompas, 14 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan