Eksekusi Mantan Kepala Balai Karantina Hewan Terbengkalai

Eksekusi mantan Kepala Balai Karantina Hewan Sulawesi Selatan, I Wayan Stapa, hingga saat ini belum dilakukan. I Wayan, yang kini menjabat sekretaris daerah di Bangli, Bali, adalah terpidana kasus korupsi tukar guling tanah pada 1996. "Kami masih mencari kejelasan tentang memori kasasi terdakwa," kata juru bicara pengadilan, Makmur, kemarin.

Makmur mengatakan pengadilan tidak pernah menerima memori kasasi terdakwa. Itu dibuktikan dengan tidak terdaftarnya penerimaan di buku registrasi. Dia berpendapat waktu pengajuan memori kasasi adalah 14 hari setelah putusan pengadilan di tingkat banding. Melewati masa itu, putusan pengadilan dinyatakan berkekuatan hukum tetap.

Eksekusi Wayan direncanakan sejak Februari lalu. Tindakan itu dilakukan setelah pengadilan menyatakan kasus tersebut telah incraht di tingkat pengadilan banding. Pada 2004, Pengadilan Tinggi Makassar menetapkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara dan membayar uang pengganti Rp 163 juta kepada terdakwa. Putusan banding itu menguatkan vonis PN Makassar.

Sementara itu, upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung yang dilakukan Wayan Sutapa ditolak karena pengajuannya terlambat. Namun, selama bertahun-tahun, kejaksaan di Makassar belum melakukan eksekusi. Alasan penundaan eksekusi adalah terdakwa mengaku melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung. "Eksekusi tidak bisa dilakukan karena putusan kasasi belum ada," kata Asmaun Abbas, kuasa hukum terdakwa.

Asmaun mengatakan kasasi langsung disampaikan oleh terdakwa ke pengadilan tanpa melalui pengacara. Itu sebabnya, pihaknya tidak mengetahui kepastian pengiriman memori kasasi itu.

Makmur menantang kuasa hukum menunjukkan bukti penerimaan memori kasasi dari pengadilan. Atas dasar itu, pihaknya baru mengambil sikap selanjutnya.

Ketua pengadilan, Andi Makkasau, menolak memberi keterangan atas kasus itu. Hakim yang pernah menangani kasus ini itu mengaku belum bersikap apa-apa menyangkut materi kasasi terdakwa.

Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Makassar Muhammad Syahran Rauf enggan berkomentar tentang eksekusi itu. "Kami masih tunggu penetapan pengadilan," kata dia.

Wayan tersangkut kasus korupsi tukar guling tanah saat menjabat Kepala Balai Karantina Hewan Sulawesi Selatan. Dalam putusan Mahkamah Agung, Wayan terbukti bekerja sama dengan sejumlah pihak warga. Mereka adalah pemilik lahan seluas 7 hektare di Jalan Perintis Kemerdekaan Kilometer 12, Makassar.

Lahan itu dibeli oleh PT Berdikari Sari Utama Flour Mills sebesar Rp 426 juta pada 20 Agustus 1996. Pembelian itu untuk keperluan ruislag atau menukar antara tanah milik Departemen Pertanian RI dan PT Berdikari.

Wayan, selaku anggota Tim Penaksir Aset yang dibentuk dalam pembelian lahan, meminta warga menjual lahannya kepada PT Berdikari seharga Rp 55 ribu per meter persegi. Padahal, tanpa sepengetahuan anggota Tim Penaksir lainnya, Wayan terlebih dulu bersepakat dengan warga itu untuk menjual lahannya dengan harga Rp 30 ribu per meter persegi. Setelah ada hasil penjualan, Wayan kemudian mengambil uang sebesar Rp 193 juta. Sisanya, sekitar Rp 232 juta, diberikan kepada pemilik lahan. ABDUL RAHMAN
Sumber: Koran Tempo, 12 Juli 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan