Ditemukan Indikasi Korupsi di Setneg; Timtastipikor Segera Lakukan Penyidikan

Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor) menemukan indikasi korupsi di Sekretariat Negara (Setneg). Indikasi itu diketahui setelah dilakukan penyelidikan selama dua bulan di lembaga pimpinan Yusril Ihza Mahendra tersebut. Akhir Agustus ini, penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan.

Ketua Timtastipikor Hendarman Supandji menyatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah mengaudit penggunaan anggaran Setneg mulai 2004 dan tahun-tahun sebelumnya. Audit direncanakan selesai pertengahan Agustus.Dari audit sementara BPK, memang ada indikasi korupsi di Setneg, kata Hendarman yang ditemui di teras Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, kemarin.

Hendarman menjelaskan, tim juga sudah mengantongi nama sejumlah pejabat yang dicurigai terlibat. Namun, nama-nama tersebut belum bisa disebutkan karena masih terus diselidiki.

Temuan indikasi korupsi itu, kata dia, didasarkan pada pemeriksaan 20 saksi. Mereka meliputi mantan pejabat, PNS, pegawai swasta (rekanan), dan sejumlah orang yang mempunyai akses ke Setneg. Para saksi sudah kita panggil, tuturnya.

Penanganan dugaan korupsi Setneg merupakan salah satu instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dasarnya surat perintah No 33/F2/FD.1/05/2005. Tim penyelidik diketuai Bambang Setyo Wahyudi. Ini di luar penyelidikan dugaan korupsi aset Setneg seperti pengelolaan GBK (Gelora Bung Karno) dan Bandar Kemayoran yang juga ditangani Timtastipikor.

Sementara itu, mantan Sekretaris Negara (Sesneg) era Abdurrahman Wahid, Bondan Gunawan, mendukung pengungkapan korupsi di tubuh Setneg itu. Alasannya, langkah tersebut bisa membuka transparansi penggunaan anggaran Setneg.

Tetapi, saya ragu apakah penyelidikan dugaan korupsi itu bisa sampai Setneg di era Soeharto. Kalau berani, tentu itu prestasi luar biasa, jelas Bondan yang dihubungi koran ini kemarin.

Bondan mengaku, selama kepemimpinannya, sudah diupayakan penertiban anggaran Setneg. Khususnya penggunaan dana nonbujeter bantuan presiden (banpres). Saya menertibkan dana banpres dan dana nonbujeter lainnya dimasukkan dalam APBN. Total banpres kala itu mencapai Rp 500 miliar, beber Bondan yang memimpin Setneg mulai 15 Februari hingga 29 Mei 2000. Akan tetapi, lanjut Bondan, langkahnya tidak berlanjut karena singkatnya masa jabatan.

Ditanya apa dugaan korupsi yang menonjol di tubuh Setneg, Bondan mengaku mempunyai sejumlah data. Saya juga pernah mendengar (dugaan korupsi) proyek Mahakam, katanya.

Berbagai temuan korupsi di Setneg kala itu sudah dilaporkan ke Kejagung. Tetapi, penanganannya justru dihentikan.

Penanganan penyimpangan keuangan negara di Setneg selama ini tertutup bagi media massa. Dari catatan koran ini, pada 18 Juli 2000, ada laporan dugaan korupsi. Modusnya penggelembungan (markup) proyek pengerukan muara Sungai Mahakam (Kaltim). Pelakunya pejabat Setneg. Pelapornya adalah Indonesian Corruption Watch (ICW).

Penyimpangan dilakukan dengan cara memakai dana reboisasi (DR) dan menggelembungkan biaya proyek itu. Pengerukan bernilai Rp 37,38 miliar itu dilakukan Pacific Association Inc (PAI), badan hukum yang berkedudukan di Hongkong.

ICW juga menengarai adanya tanggung jawab yang harus dipikul mantan Menhub Haryanto Dhanutirto dan mantan Menhut Djamaloedin Soerjohadikoesoemo.

Ketua ICW Teten Masduki mempertanyakan sekaligus menduga keberadaan PAI sebagai perusahaan fiktif belaka. Menurut dia, PAI didirikan untuk menangguk uang negara dari sebuah proyek yang diduga tidak pernah ada.

Kasus itu pernah dilaporkan ke Kejaksaan Agung era Andi M. Ghalib. Juga sudah ditemukan bukti awal dugaan korupsi yang melibatkan nama sejumlah staf Setneg. Tetapi, belakangan kemudian malah dihentikan. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 2 Agustus 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan