Dikendalikan Para Koruptor

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho belum lama ini mengungkapkan, berdasarkan catatan ICW, sebanyak 45 koruptor Indonesia melarikan diri ke luar negeri dalam sepuluh tahun terakhir ini.

Sebanyak 20 orang di antaranya memilih Singapura sebagai tempat persembunyian. Koruptor adalah orang yang telah menggunakan uang negara, terutama untuk kepentingan dirinya sendiri.Ketika dia sudah mendapatkan kekayaan dari korupsi, dengan mudah dia melarikan diri ke luar negeri.

Mereka merasa tidak lagi aman dan dihantui rasa bersalah di negeri di mana harta dan kekayaan rakyat sudah dicuri. Dari sini kita menghadapi berbagai pertanyaan besar tentang negeri ini; tentang kedaulatan, martabat, dan harga diri bangsa yang telah dilecehkan begitu rupa oleh perangai para koruptor.

Yang bisa dipertanyakan tentu bukan saja semata- mata mengapa koruptor begitu mudah melarikan diri, namun juga kesigapan,kesungguhan, dan ketegasan aparat dalam membersihkan bangsa ini dari korupsi. Kenyataan itu juga menegaskan betapa bangsa ini mudah dikendalikan para koruptor.

Ia seolah bisa membuat, merencanakan, dan membeli apa saja di Republik ini. Mereka bahkan bisa mengendalikan media informasi, aparat hukum, dan mereka juga bisa mengukur sejauh mana hukum akan menjatuhi hukuman atas perbuatan tercela yang sudah dilakukan. Ini semakin diperparah oleh realitas buruknya penegakan hukum di negeri ini.

Hukum mudah dimanipulasi untuk kepentingan kekuasaan. Di tengah situasi demikian, para pejabat publik, politisi, dan pelaku bisnis terdidik untuk selalu melakukan jalan pintas. Mereka memahami bahwa hukum di Republik ini sering dikendalikan oleh mafia yang memiliki kekuasaan luar biasa.

Ia bahkan tidak mampu disentuh oleh aparat negara. Atas kondisi demikian, selama sistem pemerintah dan lembaga penegak hukum dipenuhi dengan semangat kolusi, jangan pernah berharap banyak korupsi bisa diatasi.

Pemimpin Mencontohkan
Sudah dipahami bersamasama bahwa memberantas korupsi bukan masalah ringan. Namun,pemberantasan korupsi juga hanya menjadi pepesan kosong bila tanpa diimbangi kemauan politik para pemimpin. Korupsi bisa diberantas bila terdapat sosok pemimpin yang memiliki visi yang tegas terhadap pemberantasan korupsi, bukan hanya dalam wacana belaka.

Dan semenjak dahulu,bangsa ini merindukan sosok pemimpin yang tegas dan bahkan ekstrem tidak saja kepada teroris dan pembangkang negara, melainkan juga kepada para koruptor. Jadi, pemimpin tidak saja menasihati agar masyarakat jangan korup,tetapi juga memberikan teladan untuk menindak tegas terhadap koruptor.

Itu semua harus menjadi dasardasar pemberantasan korupsi di negeri ini, dengan satu tujuan: Agar bangsa ini tidak dikendalikan oleh para pencuri uang rakyat. Intinya bukan saja bagaimana kekuasaan itu tidak korup, melainkan juga kekuasaan punya iktikad yang kuat untuk menghentikan korupsi.

Maka dari situ, masyarakat akan bisa membaca dan memahami pandangan kekuasaan politik atas korupsi. Sementara sejauh ini yang dipahami dalam perspektif masyarakat,kekuasaan politik belum menunjukkan tandatanda untuk memberantas korupsi sampai akar-akarnya. Bila korupsi itu menyangkut kolega sendiri,kekuasaan tampak tidak terlalu garang.

Setidaknya itu yang bisa dirasakan selama ini, sebagaimana pernyataan bahwa begitu banyak koruptor yang melarikan diri ke luar negeri. Pembasmian korupsi bukan retorika dan jargon politik, melainkan juga tindakan politik. Banyak kebijakan antikorupsi dengan ribuan pasal yang telah dirumuskan, tetapi korupsi terjadi di manamana dalam berbagai level dan bidang.

Dengan tangantangan politik yang kotor penuh noda korupsi, mereka melahirkan retorika dan jargon politik untuk pemberantasan korupsi.Nyatanya korupsi bukan tambah berkurang, malah semakin canggih modus operandi, bentuk, dan jenis-jenisnya.

Kontrol Publik
Semakin jelas bahwa korupsi terjadi ketika uang menjadi semacam “dewa” bagi elite bangsa ini. Kita pun semakin pesimistis tak mampu lagi mengangkat bangsa ini untuk memiliki kebesaran dan memperjuangkan peradaban politik yang telah digantikan oleh kekuatan uang yang luar biasa. Ia menentukan segala hal, bahkan dari moralitas hingga harga diri.

Yang paling dirugikan dalam setiap korupsi adalah masyarakat luas, maka sudah sepatutnya publik terus mengontrol dan mengingatkan penyelenggara negara atas tugasnya memberantas korupsi dan menegakkan hukum, sebab memberantas korupsi ibarat memeriksa kerusakan-kerusakan parah dalam diri kita.

Ketika mengobati salah satu bagian, atau bahkan mengamputasinya, bisa jadi bagian lain terasa sakit.Namun,itulah risiko agar badan tetap sehat. Sebab bila kita tidak mampu dan mau mengobati diri dengan cara seperti itu, dan merasakan sakit dalam jangka pendek, dalam jangka panjang hal tersebut justru akan merusak bagian tubuh lainnya.

Pemberantasan korupsi akan efektif bila digerakkan dari atas dan disambut dari bawah. Kekuasaan seharusnya memelopori pemberantasan korupsi dan bukan malah menuduhnya yang bukan-bukan. Pemberantasan korupsi bukan semata-mata di alam pikir manusia, melainkan yang jauh lebih penting adalah pada tindakan bagaimana itu dilakukan.

Tanpa tindakan yang tegas dan penuh rasa keadilan,mustahil pemberantasan korupsi bisa dilakukan kecuali hanya dalam pidato pemanis mulut. Aparatur negara, mereka yang umumnya dikaitkan dengan tindakan korupsi, seharusnya justru berada di depan untuk memelopori kesadaran masyarakat untuk bersama-sama antikorupsi, dari lingkup paling kecil sampai paling besar.
BENNY SUSETYO Pemerhati Sosial, Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI
Tulisan ini disalin dari Koran Sindo, 25 Juni 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan