In-Depth Analysis: Pertaruhan POLRI Untuk Tuntaskan Teror Novel Baswedan

Upaya KPK dalam membongkar pelbagai kasus korupsi kerap menemui jalan terjal. Hal sama terjadi saat KPK tengah membongkar mega skandal korupsi e-KTP. Saat ini KPK dihadapkan kepada dua teror, yakni teror secara politik dan secara fisik (kekerasan). Teror secara politik sedang bergulir di DPR melalui proses pengajuan hak angket. Sementara Novel Baswedan sebaga Kasatgas penanganan kasus e-KTP merupakan korban teror melalui kekerasan fisik. 

Novel sang penyidik KPK pada tanggal 11 April lalu disiram air keras oleh dua orang tidak dikenal yang mengendarai sepeda motor. Kejadian itu terjadi pada pukul 05.00 WIB setelah ia meninggalkan masjid seusai menjalankan shalat subuh berjamaah di komplek perumahannya.

Bagi para aktivis antikorupsi, sontak saja kejadian ini mengingatkan memori kepada peristiwa 7 tahun lalu (2010), saat salah satu aktivis antikorupsi, Tama S Langkun dibacok pada dini hari. Tama pada saat itu tengah gencar-gencarnya membongkar kasus rekening gendut yang diduga melibat petinggi kepolisian RI. 

Namun nasib penanganan kasus tersebut tidak berujung. Hingga saat ini, tidak ada sedikitpun kejelasan tentang pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban dalam kasus Tama. Bahkan Kapolda Metro Jaya saat itu, Irjen Po Sutaraman tidak mampu berbuat banyak untuk mengungkap dalang kejahatan tersebut. Waktu berjalan, pun Sutarman menjadi Kapolri namun tetap saja kasus tersebut mandek. Tak kurang, Presiden SBY sempat menjenguk Tama di RS namun kasus tetap menjadi misteri.

Berkaca kepada kasus Tama, akankah penuntasan teror terhadap Novel Baswedan juga akan berujung sama?

Tentu terlalu cepat untuk menyimpulkannya. Namun yang pasti, kasus ini akan menjadi pertaruhan bagi integritas dan sekaligus tingkat kepercayaan publik bagi Kepolisian. Pasalnya, Novel selama ini seolah-olah dianggap ancaman bagi institusi kepolisian.

Paska membongkar kasus korupsi pengadaan Simulator SIM yang melibatkan Irjen Pol Djoko Susilo, Novel kerap dibidik dalam berbagai kasus. Salah satunya dugaan melakukan penganiayaan kepada pencuri burung walet saat Novel masih bertugas di Bengkulu. Kasus tersebut kembali diangkat saat penanganan kasus rekening gendut dan polemik dalam pengisian jabatan Kapolri. Alhasil, Novel kembali menjadi target sasaran. 

Berkaca kepada hubungan “tidak harmonis” insitusi kepolisian dengan Novel Baswedan, sesungguhnya kasus penyerangan kepada Novel secara nyata akan menjadi pertaruhan bagi Polri. Objektivitas Polri tengah diuji, akankah mampu menuntaskannya atau terjebak dalam konflik masa lalu. 

Setelah tiga minggu berlalu, publik masih harus menunggu hasil perkembangan oleh pihak kepolisian. Perintah Presiden Joko Widodo kepada Kapolri untuk menemukan pelaku harusnya dijadikan cambuk bagi kepolisian untuk bekerja cepat. Terlalu mahal biaya kepercayaan yang harus ditanggung kepolisian jika kasus ini tidak mampu diselesaikan setuntas-tuntasnya. (Donal/Adnan)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan