Depkum HAM Tak Pernah Obral Fasilitas Mewah Bagi Napi

Dirjen Pemasyarakatan Bela Diri soal Fasilitas Mewah di Tahanan

Departemen Hukum dan HAM (Depkum HAM) merespons dingin temuan mengejutkan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Minggu malam (10/1). Lembaga yang dipimpin politikus PAN Patrialis Akbar itu tetap bersikeras membela diri tak pernah mengobral fasilitas mewah bagi para narapidana.

Kemarin (11/1), seluruh pejabat eselon satu berkumpul di Graha Pengayoman, Depkum HAM, untuk mengklarifikasi kepada wartawan atas temuan fasilitas spesial di kamar narapidana korupsi Artalyta Suryani, Aling, Darmawati Dareho, Eri Fuad, dan Ines Wulandari.

Pertemuan tersebut dihadiri langsung Menkum HAM Patrialis Akbar dan pejabat yang membawahkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Dirjen Pemasyarakatan Untung Sugiyono.

Bukan hanya itu. Sejak pagi kemarin, menurut Untung, pihaknya bersama tim Inspektorat Jenderal Depkum HAM mengulang inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan satgas pimpinan Kuntoro Mangkusubroto tersebut di Rutan Pondok Bambu.

Namun, klarifikasi itu ibarat ajang pembelaan. Untung mengungkapkan, ruangan di lantai dua, yang ditemukan tim satgas sebagai ruangan narapidana narkoba Aling, merupakan ruang darma wanita. ''Di sana memang ada beberapa vas bunga, juga ada ruangan karaoke. Di sana napi bisa belajar bernyanyi,'' ujarnya. Di tempat itu, Aling tinggal bersama dua narapidana lainnya.

Demikian pula ruangan di lantai tiga yang oleh tim satgas disebut sebagai ruangan khusus Ayin, nama populer Artalyta Suryani. Ruangan itu dilaporkan sebagai ruang keterampilan yang biasa digunakan untuk pesantren kilat. ''Seluruh warga binaan (narapidana) bisa menggunakan dua ruangan itu,'' ungkap Untung.

Dia menyatakan, memang ada beberapa ruangan lain yang digunakan Ayin untuk menerima keluarganya. Termasuk, membesarkan anak yang telah dia adopsi. Di kamar itu, Ayin tak sendiri. Masih ada seorang narapidana yang tinggal bersama dirinya.

Untung mengakui bahwa Ayin biasa mengendalikan perusahaannya yang jumlah karyawannya mencapai 50 ribu-80 ribu orang. ''Ini harus betul-betul dikontrol. Sebab, perusahaannya kebanyakan bergerak di bidang layanan publik,'' jelasnya. Perusahaan yang dimaksud adalah penyeberangan kapal ro-ro dari Merak ke Bakauheuni.

Dia menambahkan, setiap ruangan yang dihuni para narapidana memang dipasangi televisi. Jadi, hal tersebut bukanlah fasilitas yang berlebihan. Untung mengakui adanya pembedaan perlakuan terhadap para warga binaan di sana. Itu bisa diberikan karena beberapa alasan. Misalnya, alasan keamanan atau kesehatan.

''Pertama alasan keamanan. Bisa saja warga binaan diganggu-ganggu. Karena itu, ada yang boleh dicampur dan ada yang harus dipisahkan,'' jelasnya.

Misalnya, seseorang seperti Ayin tak bisa dicampur dengan pencopet. Termasuk, pemberian fasilitas pendingin udara. Menurut dia, khusus untuk Ayin, ada rekomendasi dokter dari sebuah rumah sakit bahwa kamar Ayin harus ber-AC.

Di masing-masing ruangan itu, Ayin dan Aling juga menjadi koordinator keterampilan kerajinan membikin tas dari manik-manik.

Ungkapan Untung itu memang agak kontradiktif dengan keluhan persoalan rumah tahanan selama ini. Dalam berbagai kesempatan, pihaknya selalu mengeluh bahwa ruang tahanan selama ini masih overload.

Lihat saja, Rutan Pondok Bambu yang seharusnya dihuni 504 orang dijejali 1.164 orang. Namun, kondisi miris tersebut berseberangan dengan Ayin atau Aling yang bisa mendapatkan ruangan luas dan nyaman. Seharusnya setiap narapidana diperlakukan sama karena pemidanaan bersifat menjerakan pelaku tindak pidana.

Setelah sidak, Untung juga mengaku kaget atas fasilitas serbawah di Rutan Pondok Bambu. Dia menilai fasilitas tersebut ada karena bercampur dengan barang-barang pribadi. Karena itu, Untung memerintahkan segera mengeluarkan barang-barang pribadi milik warga binaannya tersebut. ''Secepatnya harus dikeluarkan,'' tegasnya.

Dia menilai, kepala Rutan Pondok Bambu mengetahui dengan pasti keluar masuknya barang-barang mewah millik para narapidana itu. Namun, Kepala Kantor Wilayah Depkum HAM DKI Jakarta Asdjudin Rana mengungkapkan sama sekali tak ada pungutan atas fasilitas yang diterima para narapidana tersebut. ''Sama sekali tidak ada uang itu,'' ujarnya.

Dia menambahkan, barang-barang tersebut kebanyakan milik negara. Di antaranya, fasilitas karaoke, termasuk meja dan kursi serbaluks. ''Semua itu anggaran rutan. Yang jelas, saya menerima laporan itu dan saya teruskan kepada Sekjen Depkum HAM,'' katanya.

Soal fasilitas tersebut, kata dia, selama ini tak dilarang. ''Mana ada putusan hakim yang melarang menggunakan fasilitas itu? Coba tunjukkan dasar hukumnya,'' ungkapnya.

Sebagaimana diketahui, Minggu (10/1) sejak pukul 19.00 hingga 22.00, empat anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum melakukan sidak ke Rutan Pondok Bambu. Mereka adalah Denny Indrayana (sekretaris satgas), Irjen Pol Herman Effendy, Yunus Husein, dan Mas Achmad Santosa. Hasilnya, satgas menemukan adanya tahanan yang diperlakukan istimewa.

Misalnya, di lantai ruangan khusus Ayin. Di sana terdapat fasilitas lengkap seperti lemari es dan sofa. Di ruangan khusus itu, Ayin juga sering mengadakan rapat dengan mengundang karyawannya.

Temuan lain satgas, adanya peralatan lengkap untuk karaoke, mulai sound system dan mikrofon. Itu terdapat di ruangan Aling di lantai dua. Satgas juga menemukan kamar-kamar spesial yang hanya dihuni satu orang. Padahal, di rutan yang sudah melebihi kapasitas tersebut, banyak satu kamar yang dihuni tiga hingga empat napi.

Pembelaan tidak hanya datang dari kantor Depkum HAM. Kepala Rutan Pondok Bambu Sarju Wibowo juga membela diri saat ditanya wartawan di ruang kerjanya kemarin. ''Tidak ada yang diistimewakan. Barang-barang di tempat itu kan keperluan pribadi mereka. Itu bukan dari kami,'' tegasnya.

Begitu kasus tersebut terbuka lebar, beberapa petugas Depkum HAM langsung memeriksa Sarju. Bahkan, dia belum sempat meninggalkan kantornya sejak Minggu malam. Saat ditanya lebih lanjut, Sarju menolak menjawab.

Pria asal Sragen itu menyatakan, saat ini dirinya menjadi sasaran tembak berbagai pihak. ''Tolong kasihani saya. Apa Mas tidak kasihan pada saya? Posisi saya saat ini sulit. Sejak semalam saya nggak tidur, sekarang masih mau ditanyai lagi. Mbok ya ngerti dikit,'' ujarnya.

Salah seorang petugas Depkum HAM berbisik kepada Jawa Pos. ''Posisi dia sekarang itu kayak disembelih lehernya, terus darahnya sudah nggak keluar. Jadi, dia itu sudah lemes dan nggak bisa ngapa-ngapain. Kasihan dia,'' katanya sembari mewanti-wanti agar namanya tidak disebutkan.

Terkait bantahan Dirjen Lapas Untung Sugiyono yang menyatakan fasilitas yang dinikmati Ayin wajar bagi terdakwa dan terpidana kasus korupsi karena tidak merugikan orang lain, Denny menegaskan pendapat itu ironis. ''Fasilitas yang diterima Ayin, Aling, Darmawati, Ines, dan Eri itu pelanggaran. Jadi, tidak mungkin wajar. Fasilitas mewah itu penyimpangan dan menurut saya bagian dari praktik mafia hukum," tegasnya.

Butuh Rp 1 Triliun
Menkum HAM Patrailis Akbar mengakui adanya persoalan di rutan dan lapas. Persoalan itu muncul karena adanya problem kapasitas rutan dan lapas yang berlebih. Kondisi tersebut diperparah oleh jumlah pegawai yang tidak berimbang dengan jumlah narapidana.

''Saya lihat seorang petugas mengawasi dua ratus narapidana. Itu pun kesejahteraannya sangat memprihatinkan,'' ucapnya di kantor Depkum HAM kemarin.

Dia memohon diberi kesempatan melakukan perubahan di rutan dan lapas sesegara mungkin. Karena itu, dia meminta dukungan masyarakat luas. ''Jangan sampai upaya kami yang maksimal justru melemahkan kawan-kawan kami di seluruh Indonesia,'' jelas mantan anggota DPR tersebut.

Patrialis menyatakan sedang mengusahakan perbaikan gaji untuk para petugas pemasyarakatan itu. ''Kami memperhatikan aspek kemanusiaan, tapi bukan memberikan keistimewaan kepada orang tertentu,'' ucapnya.

Untuk pembangunan rutan dan lapas, dia juga menyatakan telah berbicara dengan Presiden SBY. Presiden menjanjikan dana Rp 1 triliun untuk perbaikan lapas dan rutan.

Terkait dengan temuan di Rutan Pondok Bambu, Patrialis mengaku pernah melakukan sidak di rutan di kawasan Jakarta Timur itu tidak lama setelah dilantik menjadi Menkum HAM.

Namun, dia tak menemukan kondisi yang diungkap satgas, yakni fasilitas serbamewah yang didapatkan napi tertentu. (git/aga/fal/iro)

Sumber: Jawa Pos, 12  Januari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan